Share

05. Masa Lalu (Keluarga)

12 tahun yang lalu ...

Alexander, menurut banyak orang adalah keluarga harmonis. Juga keluarga terpandang, karena terkenal dalam dunia bisnis. Keluarga Alexander pemilik perusahaan Xander Corp, yang begitu diminati para pebisnis lain, untuk melakukan kontrak kerja sama.

Saat itu Risa sedang mengandung. Dokter melakukan USG awalnya satu anak laki-laki, tapi saat kehamilannya menginjak usia sembilan bulan, di mana anaknya akan lahir, ternyata terlahir kembar.

Mereka hanya menginginkan anak tunggal sebagai penerusnya, karena terlahir kembar mereka tetap menerimanya, lalu diberi nama Rafan dan Refan. Akan tetapi, mereka mulai dibutakan oleh keinginannya. Terbukti, mereka lebih memilih merawat dan diperkenalkan pada publik hanya anak bungsu saja yaitu Refan Alexander.

Sedangkan Rafan Alexander sebagai anak sulung tidak, sejak lahir pun langsung diasuh oleh pembantunya. Hingga, Rafan baru menginjak umur empat tahun. Tidak lama kemudian, kabar buruk datang, yaitu pembantu yang mengasuh Rafan meninggal karena sakit.

Namun, mereka tetap tidak ada niat untuk merawatnya, akhirnya Rafan mengurus dirinya sendiri, terkadang Rafan suka iri melihat adik kembarnya disayang. Lambat laun, Rafan mulai mengabaikan keluarganya dan menjadi pribadi tertutup.

****

Akibat tidak dianggap oleh keluarganya sendiri, Rafan mulai mengalami depresi ringan, selalu mencoba menenangkan dirinya dengan cara self injury. Rafan suka melukai tubuhnya, seperti mengores pisau ke setiap lengannya hingga banyak darah yang menetes. Awalnya memang menyakitkan, tetapi perlahan tidak. Bahkan bisa membuatnya tenang, saat depresi kembali dialaminya. Hal itu, membuatnya mulai menyukai darah. Rafan seperti memiliki sisi gelap atau mungkin mengerikan yaitu—psikopat.

Bisa dibilang, sudah amat membahayakan dan bisa saja ada hasrat untuk melukai keluarganya sendiri. Namun, Rafan langsung menahan hasrat haus darahnya. Yang tahu Rafan mengalami depresi ringan yang perlahan menjadi depresi berat—hanya dirinya sendiri. Sedangkan orang tuanya tidak tahu apapun, begitu juga dengan adik kembarnya.

Jika rumah sepi, tidak ada rekan kerja Rivo yang berkunjung. Rafan akan keluar dari kamarnya, sekadar duduk di halaman belakang rumah untuk menghilangkan bosan—akibat terkurung. Saat menikmati ketenangannya, dan mencoba menghilangkan rasa bosan. Tiba-tiba Refan mendatanginya.

“Kau kakakku, ‘kan?” tanya Refan pelan, bahkan mulai mendekati Rafan. Selama ini, Refan hanya menatap Rafan dari jauh. Mencoba untuk tidak takut, karena Rafan menatap dingin dirinya. Refan perlahan mendudukkan dirinya di sebelah Rafan.

Rafan masih diam saja, melihat kehadiran Refan. Setelahnya, mengabaikan Refan yang duduk di sebelahnya.

Refan menghela napas pasrah, karena diabaikan. Malah semakin, mencoba untuk akrab. “Buktinya, wajah kita mirip, Kenapa di—”

“Refan sedang apa di sini? Cepat masuk!” panggil Risa, langsung menarik paksa Refan. Bahkan seperti, tidak menyadari keberadaan Rafan.

“Mau bersama kakak, Bu. Lepas!” bantah Refan, sambil berusaha melepas tangan Risa yang terus menarik paksa dirinya, tapi tetap gagal.

“Masuk!” Risa kesal, semakin menarik paksa Refan, hingga masuk ke dalam rumah.

Rafan hanya diam melihat Refan ditarik paksa untuk masuk ke rumah oleh Risa, perlahan beranjak dan berjalan masuk ke rumah lewat pintu belakang dan pergi ke kamarnya. Seperti biasa, mengurung diri dan melampiaskan depresinya.

Depresinya hampir saja terlihat, ketika Risa datang bahkan seperti sengaja tidak menyadari dirinya. Apabila Rafan tidak menahan depresinya, bisa gawat dan malah akan menyerang mungkin?

Terkadang Rafan berpikir, apabila depresinya terlihat di depan mereka. Apa mereka akan merawat dan memberi semangat untuk sembuh dari depresinya?

Itu, tidak mungkin. Lagi pula, mereka tidak mengharapkan kehadiranku. Haha!

****

Beberapa hari kemudian, di kediaman keluarga Alexander. Rivo sedang mengadakan rapat bisnis lagi, mengenai keuntungan perusahaan.  Setiap ada rekan kerja Rivo datang ke rumah, sekadar untuk berkunjung atau rapat, Rafan kembali mengurung diri di kamarnya. Atau bisa dibilang, Rivo memang mengurungnya.

Hingga masalah pun terjadi, salah satu rekan kerja Rivo yaitu Bram Revaldo tanpa sengaja melihat Rafan yang kebetulan ada di dapur, dan ingin kembali ke kamarnya.

Di rumah, kebetulan baru Bram Revaldo saja yang datang untuk rapat. Sedangkan yang lain masih dalam perjalanan.

“Tuan Rivo dia siapa? anakmu itu tunggal atau kembar?” tanya Bram, sambil menunjuk ke arah Rafan.

“Itu hanya anak pembantu,” balas Rivo cepat, bahkan kesal karena Rafan tidak terkurung di kamar.

Rafan yang mendengarnya, hanya diam saja. Tanpa ada niat untuk membela diri, lagi pula percuma saja bila melakukan pembelaan.

“Tapi kenapa mirip dengan Ref—” ucap Bram terpotong.

“Bukan! Sebaiknya kembali ke ruang tengah, sepertinya yang lain sudah sampai," potong Rivo cepat, semakin kesal.

Bram kembali ke ruang tengah, tapi sebelum itu dia sempat melihat Rivo saat membentak Rafan.

****

Rafan masih terdiam, saat Rivo mulai membentaknya.

“Sudah kubilang jangan keluar kamar!” bentak Rivo, lalu menarik Rafan dengan kasar.

“Hanya ingin ke dapur sebentar ayah,” jelas Rafan singkat meskipun dibentak, bahkan membiarkan dirinya ditarik kasar.

“Diam cepat masuk!” bentak Rivo, sambil mendorong Rafan masuk dan menguncinya. Setelah itu pergi ke ruang tengah dan memulai rapat mengenai peningkatan keuntungan perusahaan.

Sedangkan Rafan, karena sudah biasa dibentak bahkan dikurung. Sekarang dia hanya duduk di balkon kamarnya, sambil menatap kosong ke arah  langit.

“Haha! Hidupku menyedihkan sekali ya?” ucap Rafan lirih, lalu menoleh ke arah balkon sebelahnya karena merasa ada yang menatapnya.

Refan sejak awal melihat Rafan dari balkon kamarnya, yang kebetulan bersebelahan.

“Kakak,” panggil Refan, mencoba untuk mengakrabkan diri lagi.

Rafan hanya diam, lalu beranjak masuk ke kamarnya tanpa membalas panggilan Refan. Menutup rapat jendela kamarnya, kemudian mengambil salah satu pisau lipat yang diam-diam disimpannya di dalam lemari, mulai menggoreskan pada lengannya.

“Haha!” Rafan mulai tertawa depresi, lalu menyentuh darahnya yang menetes di lantai, kemudian mengoleskannya pada dinding kamarnya. Rafan selalu bermain-main dengan darahnya yang menetes di lantai.

****

Refan yang masih berada di balkon, hanya menghela napas pasrah, melihat Rafan masuk, Refan juga masuk ke kamarnya.

Kenapa kakak selalu diam, apa kakak membenciku?

Refan merebahkan diri di tempat tidur, tapi masih memikirkan Rafan. Ingin sekali, bisa akrab dengan kakak kembarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status