Seorang gadis tengah mendudukan bokongnya dikursi lalu menyandar punggungnya di dinding. Mata hitam tinta itu memandangi seorang wanita parubaya yang lemah di brankar, banyak alat - alat yang menempel di tubuh kurusnya. Mengembushan napas lelah lalu menutup wajahnya, perlahan dari kelopak mata
jatuh air."Apa yang harus aku lakukan," gumamnya pelan, ia meraih handphone yang tiba - tiba bergetar, lekas mengangkatnya.
"Ada apa Yah?" tanya Sere dengan suara serak.
"Mana uang, kamu belum mengirimkannya," bentak Ayahnya, membuat Sere memejamkan mata saat mendengar.
"Ayah, aku belum bisa mengirim uang. Sere baru saja dipecat," ujarnya pelan.
"Apaaaaaa, kamu dipecat! kenapa bisa sampai dipecat bodoh!" maki Al --- Ayah Sere.
"Maaf, Yah." Sere hanya bisa berkata maaf, ia meneteskan air mata lagi, karena Ayahnya selalu memaki tak ada pujian yang keluar dari bibirnya.
"Pokoknya kamu harus ngirim uang ke Ayah, titik!" hardik Al, lalu mematikan sambungan telepon.
Sere memasukan handphone-nya ke tas, ia bangkit lalu keluar untuk mencari makan.
***
Faresta menyeringai saat mengetahui semua informasi tentang Sere, ia segera memanggil sekertarisnya dan memerintahkan agar menemui Sere untuk membuat perjanjian.
Kean lekas melaksanakan tugas, pergi mencari di mana gadis yang Tuannya ingin berada. Senyuman sangat tipis muncul mungkin tak terlihat, saat netranya menangkap Sere tengah duduk melahap makanan. Tungkai melangkah dengan cepat, mendekat."Hallo, Nona," sapa Kean dengan suara dingin, membuat Sere yang tengah melahap makanannya, mendongak.
"Siapa?" tanya Sere mengeryitkan dahinya, karena tidak mengenal pria yang ada dihadapannya.
"Saya boleh duduk, Nona?" tanya Kean, dibalas anggukan oleh Sere.
"Silakan."
"Terimakasih, Nona." Kean langsung mendaratkan bokongnya, tungkainya saat lelah harus berdiri terus.
"Perkenalkan, Nama saya Michael Kean Karlam, panggil saja Kean. Saya sekertaris Tuan Faresta," jelasnya membuat Sere menganggukan kepala, lalu menatapnya tajam saat mengetahui jika Kean adalah sekertaris Faresta.
"Ngapain kamu ke sini?" tanya Sere dengan sinis, Kean sama sekali tidak terganggu.
"Saya mewakili Tuan Faresta, ingin mengajukan penawaran yang menarik," terang Kean, ia mengeluarkan beberapa berkas yang sudah dirinya siapkan.
Sere meraih, lekas membacanya. Lalu matanya membulat dan menatap Kean dengan marah.
"Apa-apaan ini, pernikahan itu sakral. Bukan buat main-main," geram Sere menarung berkas itu dengan kasar ke meja, beruntung tempat ini tidak terlalu ramai pengunjung.
Kean menghela napas. "Nona butuh uang bukan, Nona bisa meminta berapapun untuk mahar," serunya berusaha membujuk Sere, agar dirinya tidak susah-susah lagi.
"Ya sudah. Saya mau mahar lima milyar," ucap Sere asal dengan nada jengkel, ia tersenyum mengejek pasti Faresta tidak akan mau, apalagi mengeluarkan uang sebanyak itu.
Kean mengangguk, lalu pamit untuk memberitahu Tuannya. Sedangkan Sere mencibir ia lekas menghabiskan makanan, untuk melihat keadaan sang Ibunda.
Sesampai di rumah sakit, pergi ke bilik di mana Desti --- Ibu Sere dirawat. Matanya menangkap Al, Ayahnya tengah duduk menunggu di dalam. Saat membuka pintu, manik mereka beradu. Melangkah pelan mendekat."Kamu dari mana saja!" bentak Al, menampar Sere membuat pipi gadis itu memerah.
"Aku pergi makan sebentar, Yah. Laperrrr," balas Sere pelan.
"Makan saja dipikirin, cepat cari kerja! Ayah minta uang," geram Al, ia mendekati Desti lalu membuka alat untuk membantu istrinya bernapas dengan normal.
"Ayah, apa yang kamu lakukan!" pekik Sere terkejut, ia berusaha meraih alat itu lalu lekas memasangnya saat dapat.
"Makanya, cepat cari uang! atau Ibumu akan mati lebih cepat," ujar Al, melangkah pergi meninggalkan mereka.
Sere membelai wajah Desti yang kurus dan pucat, ia mengecupnya pelan.
"Ibu, cepat bangun, Sere rindu Ibu," lirihnya pelan.
***
Kean masuk ke ruangan Faresta, lalu mendapatkan pemandangan Tuannya tengah bercumbu dengan karyawannya. Faresta sama sekali tidak terganggu oleh kedatangan sekertarisnya, ia lebih memilih melanjutkan kegiatan panas itu.
"Tuan, saya sudah menemui Nona---." Belum sempat Kean melanjutkannya, Faresta menyuruhnya diam oleh gerakan tangan. Tuannya mendorong pelan wanita itu, lalu menyuruhnya pergi.
"Apa jawabannya?" tanya Faresta saat melihat wanita yang tadi dia cumbu sudah menutup pintu.
"Dia menerima perjanjian itu Tuan, dengan mahar lima miliar," jelas Kean dengan wajah datar.
"Nanti, aku akan menemuinya, sambil membawa mahar yang dia minta. Sini berkasnya agar cepat dia tanda tangani saat bertemu nanti," ujar Faresta, Kean langsung memberikan berkasnya.
"Apa saja jadwalku hari ini?" tanya Faresta.
"Meeting dengan Tuan Devano, mengirim jantung, hati, dan ginjal. Malam waktunya anda bersantai, Tuan," jelas Kean dibalas anggukan.
"Ya sudah, sana pergi, " usir Faresta, ia menyandarkan tubuhnya, untuk memejamkan mata sebentar.
Kean patuh dengan perintah Faresta, ia melangkah pergi tak lupa menutup pintu agar Tuannya lebih nyaman berstirahat
Sinar rembulan menerangi jalanan, mobil mewah yang dikendarai Faresta akhirnya sampai ke rumah Sere. Ia keluar melangkah mendekati pintu dan mengetuknya. Suara gadisnya terdengar meminta agar menunggu, Faresta melihat kursi, lekas mendaratkan bokongnya disana. Saat benda persegi panjang itu terdorong dari dalam, membuat Faresta menoleh, matanya langsung menangkap wajah Sere yang mengintip senyuman terbit di bibir melihat tingkahnya."KAUUUU!" ucap Sere saat melihat Faresta duduk dikursi."Santai saja, Sayang." Faresta bangkit lalu masuk tanpa dipersilakan."Siapa yang menyuruhmu masuk, KELUAR!" bentak Sere kesal, ia memegang lengan Faresta lalu berusaha menariknya."Ayoo duduk, Sayang. Aku akan jelaskan maksud kedatanganku," jelas Faresta tenang, memegang tangan Sere yang mencengkram lengannya, lalu menariknya duduk di sofa yang sudah jelek."Cepat! apa yang mau kau bicarakan," seru Sere, ia akhirnya mengalah karena tidak bisa menyeret tubuh keka
3 - Batalkan semuanyaSere menggeliat pelan, tetapi sangat sulit. Seperti ada sesuatu yang melingkar di perutnya, ia akhirnya membuka mata dan melihat tangan kekar milik pria. Dia cepat menjerit karena belum sadar sepenuhnya, membuat Faresta terbangun."Ahhhhhhhhhhhh," jerit Sere membuat Faresta melepaskan pelukkannya lalu mengucek mata."Apaan sih, teriak - teriak berisik tau," geram Faresta ia merenggangkan otot - ototnya, lalu hendak tertidur lagi."Kamu kenapa ada di rumahku," ucap Sere bangkit, lalu menarik lengan Faresta agar pria itu tidak tidur lagi."Tidurlah, aku capek berangkat pulang." Faresta akhirnya mendudukan bokongnya, lalu menatap tajam Sere."Sekarang cepat! kamu pergi, aku mau cari kerja," usir Sere, ia melangkah pergi ke kamar.Faresta menyandarkan tubuhnya di sofa, ia melirik jam ditangannya lalu mengembuskan napas lelah. Dia bangkit lalu menunggu Sere selesai membersihkan diri di kamar mandi, saat gadis ifu membuka pin
4 - Tuan mesum"Cepatan kerjanya, Sere. Lalu ganti baju dengan yang pantas," ucap Faresta pria itu menyusul Sere ke dapur."Iya, aku tau, aku mau pergi mencari kerjaan," balas Sere."Kamu harus ikut aku!" perintah Faresta mutlak lalu melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Sere."Pria itu suka sekali memerintah," gerutu Sere, selesai mencuci ia langsung ke kamar untuk mengganti pakaian.Selesai berdandan ala kadarnya, Sere keluar melirik Faresta yang tengah menelepon seseorang. Akhirnya dirinya menjatuhkan bokong di kursi depan rumah, menunggu pria mesum itu selesai."Tolong kalian siapkan semua permintaanku, sesampai disana semua harus beres," ujar Faresta mutlak lalu mematikan ponsel-nya, dan menoleh menatap Sere yang tengah menunggunya sambil main handphone."Sereeee! kenapa diam di situ, ayo ke sini, kita harus cepat - cepat pergi," ucapnya keras membuat Sere terkejut, ia bangkit lalu mendekat sambil menggerutu."Ayo masuk," k
"Ayoo pergi," ajak Sere tadinya ia ingin memarahi Faresta karena tiba - tiba menciumnya, saat ingat di tempat umum akhirnya memendam keinginannya.Sere diam saja, masuk ke mobil meninggalkan Faresta yang tersenyum penuh kemenangan."Sekarang kita prewedding dulu," tutur Faresta, Sere hanya diam tak menjawab masih kesal dengan kejadian tadi, ia mengangkat bahu tak peduli saat tidak mendapatkan sahutan, melanjutkan perjalanan dengan keheningan.Sere diperintahkan untuk mengganti pakaiannya, ia hanya menurut. Selesai melihat pantulan diri dicermin, dia sedikit terpaku karena tak menyangka akan secantik ini. Sehabis puas mengagumi sendiri, Sere lekas keluar saat dipanggil oleh Faresta mengetuk pintu dengan tak sabaran."Kenapa lama sekali," geram Faresta terpaku saat tatapannya, melihat paras cantik Sere.Sere sama terdiamnya, mereka saling mengagumi visual masing - masing. Sampai teguran fotograper membuat keduanya tersadar, lekas Faresta memban
Suara perut Sere membuat gadis itu memalingkan wajahnya menatap keluar jendela, wajahnya sudah memerah karena malu."Perut sialan! malunya aku," batin Sere, meremas perutnya karena lapar.Faresta tersenyum kecil tidak terlihat sama sekali, ia lebih cepat melajukan mobil lalu memarkirkan ke restoran. Membuat Sere menatap tempat yang mewah dihadapannya, lalu menoleh menatap Faresta."Ngapain ke sini?" tanya Sere."Pup," sahut Faresta singkat, Sere menatap kesal pria dihadapannya dengan tajam."Masa iya, mau pup harus ke resto, kan bisa tadi ke toilet umum, Tuannnnn," geram Sere tertahan tak habis pikir."Kauuu banyak bicara, ikut saja ayoo," ajak Faresta turun dari mobil lalu menarik Sere agar mengikutinya.Iya mendudukan Sere dengan sedikit keras, beruntung kursi itu empuk membuat bokongnya tak sakit. Faresta pun ikut mendaratkan pantatnya, lekas membaca menu dan memilih makanan cepat memesannya. Dengan iseng sambil menunggu gadis itu m
Setelah membungkam Sere, Faresta dengan wajah tanpa dosa langsung melajukan mobilnya. Gadis itu merengut karena pria disampingnya mengancamnya lagi jika bersuara, sialan bukan! netra Sere memandangi jalanan lewat kaca, senyuman terukir melihat kedua anak tengah bercanda dengan dibelakang diawas orangtuanya. Sehabis sampai, Faresta memarkirkan mobil lalu turun, membuka pintu agar gadisnya ikut keluar."Kita di mana?" tanya Sere menatap masion megah, tidak berkedip sedikitpun membuat Faresta tersenyum tanpa sadar.Faresta menggenggam jemari Sere, lalu melangkah membuat Sere berdecak sebal karena tak ditanggapi. "Masionku," ucapnya membuat Sere membulatkan matanya tidak percaya.Pintu utama terbuka, Faresta langsung masuk menyeret Sere yang mematung karena terkejut melihat benda itu dibuka dan menampakan dalamnya."Kalian sudah menyelesaikan apa yang kuperintahkan?" tanya Faresta berhenti di menatap para pelayan, yang menunduk tidak melihat wajah kami.<
Sere sangat dongkol, selesai makan ia berjalan ke kamar tamu lalu merebahkan diri di sana sampai terlelap. Sedangkan Faresta menatap kepergian calon istrinya dan mengembuskan napas kasar."Dia sangat keras kepala," gumam Faresta mengelap bibirnya dengan tisu lalu pergi mengikuti Sere.Baru saja kakinya sampai di depan pintu, nada dering ponsel berbunyi membuat ia berhenti lalu mengangkat panggilan."Hallo Tuan," sapa Kean dingin."Ada apa?" tanya Faresta tak kalah dingin."Tuan Devano menginginkan sebuah mata Tuan," terang Kean pelan."Carilah di rumah sakitku, aku sedang malas mencari mangsa," seru Faresta."Selamat malam Tuan," ucap Kean.Faresta tanpa menjawab ucapan sekertarisnya, ia langsung mematikan sambungan telepon lalu memasukan handphone ke saku. Mulai melangkah dan membuka pintu kamar tamu, terlihat Sere telah terlelap."Putri tidur," gumam Faresta setelah menutup pintu lalu duduk di ranjang, tangannya membel
Dua hari sudah Faresta tidak pulang ke mansionnya, ia sangat sibuk mengerjakan pekerjaannya. Memilih lembur agar bulan madunya tidak terganggu oleh berkas - berkas menyebalkan ini. Mata panda sangat terlihat jelas, hasil dari bergadang. Netranya memandang laptop yang menayangkan kegiatan Sere, gadis itu berguling di kasur lalu keluar kamar."Tuannnn," panggil Kean membuat Faresta mengalihkan pandangannya dari laptop."Ada apa?" tanyanya malas."Apakah Tuan tidak mau pulang? kasihan Nona Sere," ujar Kean pelan."Nanti, sebentar lagi tugasku selesai," sahut Faresta dibalas anggukan Kean, lalu pria itu pamit."Aku merindukanmu," gumam Faresta lalu melanjutkan perkerjaannya.***Sere menatap semua orang yang tengah sibuk menghias mansion Faresta, ia menghela napas beberapa hari lagi pernikahannya. Rasanya sangat kesal karena tidak diperbolehan keluar rumah, sesekali menggerutu sebab belum melihat batang hidung calon suaminya."Nona