Share

Istri 5 milyar
Istri 5 milyar
Penulis: Pena_Receh01

1 (BAB Revisi)

"Dasar Jalang! Hanya seorang seperti dia, meminta mahar begitu besarnya. Sangat tidak tau diri," cibir seorang pria.

Lelaki itu duduk di kursi dengan gaya arogan. Asap mengepul saat ia mengembuskannya. Seringai sinis terukir di bibir pria tersebut.

"Ambilkan kertas cek di laci!" perintah Faresta.

Sang asisten yang mendengar itu langsung bergegas melakukan perintah Faresta.

"Ini Tuan."

Matanya tidak berani memandang lama paras Faresta, ia menunduk saat memberikan kertas cek tersebut. Dengan gerakan cepat dia memgambil itu dan mulai menulis sesuatu.

"Siapkan kontrak buat nanti dia tanda tangani, dan apa jadwal saya hari ini," seru Faresta.

Kean, asisten lelaki itu. Ia langsung mengecek jadwal sang bos. Dan menyebutkan kegitan apa saja yang harus dikerjakan Faresta.

"Meeting bersama Tuan Devano. Mengirim jantung, hati dan ginjal. Malam anda tidak memilih jadwal apapun, waktunya anda bersantai," jelas Kean.

Faresta mengangguk paham, lalu mengusir Kean dari ruangan ini. Tak lupa memberitahu lelaki itu jika wanita yang tadi bersamanya, perintahkan agar masuk.

***

Kemarin sore diruang pasien rumah sakit, terlihat seorang gadis berjongkok dan menyandarkan punggung ke dinding. Wajah cantik itu tampak frustasi, ia menutup muka dengan kedua telapak tangan lalu menjambak rambutnya sendiri.

"Apa yang harus kulakukan," gumamnya.

Suara dering ponsel terdengar, ia langsung merogoh tas dan mengambil benda pipih itu. Bahkan handphone perempuan tersebut telah retak, saat melihat nama yang tertera dia menghela napas lalu menerima panggilan.

"Kenapa lama banget angkat teleponnya!" bentak seseorang saat sambungan itu terhubung.

Perempuan itu langsung menjauhkan benda tersebut dari telinga. Lalu menempelkan lagi.

"Eumm ... Sere belum ada uang, Yah. Sere baru aja dipecat," ucap Sere pelan.

Mendengar jawaban anaknya, netra lelaki itu membulat. Ia langsung mengomel perempuan tersebut. Bahkan omelan yang hanya lewat ponsel seperti lelaki tersebut terasa memarahi di hadapannya.

"Idiot! Kenapa bisa sampai di pecat, ha!" hardik lelaki itu.

Sere yang baru saja hendak mengeluarkan suara, sang Ayah sudah mencecarnya lagi.

"Dasar gak berguna! Pokoknya kamu harus mengirim uang itu secepatnya."

Setelah mengatakan itu, ia menghela napas dan menaruh handphone ke dalam tas. Tubuhnya terasa letih, ia memilih duduk di kursi dekat sang Ibu terbaring.

"Ibu, Sere bingung harus gimana lagi," lirih gadis itu.

Ia menggenggam jemari wanita yang melahirkannya sekarang terbaring di brankar. Bangkit lalu membungkuk mencium pipi Desti yang kurus dan pucat.

Tanpa sadar gadis itu terlelap, dikursi dan kepala terbaring ke tempat tidur.

Seseorang masuk ke ruangan itu tak lupa menutup pintu lagi. Tatapan murka dia layangkan pada Sere, tanpa belas kasihan. Ia langsung menampar wajah anaknya itu.

"Dasar gak guna! Bukannya cari kerja, malah enak-enakan tidur," sembur lelaki itu.

Sere terkejut mendapatkan tamparan itu, ia memegang pipi dan menatap sang pelaku.

"Ayah," kata itu keluar dari bibir Sere.

Lelaki itu menatap tajam Sere, ia mendekati brankar dan hendak melepaskan alat-alat yang ada di tubuh istrinya.

"Ayah, kamu mau ngapain!" pekik Sere.

Sere menahan lengan ayahnya, lelaki itu menatap sang anak dengan wajah marah.

"Cepat pergi cari uang atau kerjaan, kalau tidak! Ibumu ini akan cepat mati," sembur lelaki itu.

Sere menggeleng mendengar itu, ia menarik tangan lalu mengangguk.

"Sere bakal lakuin itu, tolong jangan lakuin itu sama Ibu," pinta gadis itu.

Lelaki itu menggerakan tangan mengibas, menyuruh agar sang anak cepat pergi. Melihat itu Sere lekas berlari keluar, ia melangkah dengan wajah menunduk.

"Nona, boleh saya berbicara sesuatu dengan anda? Saya sekertaris Tuan Faresta. Ayo kita ke resto untuk mengobrol sebentar," ujar seorang lelaki.

Pria tersebut menepuk bahu Sere.

"Anda bicara sama saya?" tanya Sere.

Lelaki itu mengangguk sebagai jawaban.

"Ayo ikut saya ke resto, gak enak kalau ngomong begini. Nanti saya traktir," tutur lelaki itu.

Sere memandang pria tersebut, lalu teringat saat di kantor melihat lelaki itu. Ia langsung mengangguk sebagai jawaban, lumayan makan gratis pikirnya.

Saat mereka sampai di resto, keduanya langsung memesan dan mereka mulai melahap makanan kala pesanan sudah sampai.

"Nama saya Michael Kean Karlam, panggil saja Kean. Saya sekertaris Tuan Faresta," jelasnya membuat Sere menganggukan kepala.

Tatapan tajam langsung perempuan itu layangkan kala pria di depannya itu menyebutkan jika ia sekertaris Faresta.

"Tolong kondisikan tatapanmu, Nona. Saya pas mengajak Nona udah menyebutkan kalau saya sekertaris Tuan Faresta," tutur Kean lagi.

Sere yang mendengar itu mengembuskan napas, memang ia tadi kurang fokus mendengar ucapan lelaki tersebut.

"Cari saya memang ada apa," seru Sere.

Kean menyodorkan berkas pada Sere, membuat ia mengeryitkan alis.

"Mewakili Tuan Faresta, ingin mengajukan penawaran yang menarik," ujar Kean.

Sere langsung membaca berkas tersebut. Setelah selesai matanya menatap marah Kean lalau menaruh kertas itu dengan kasar ke meja.

"Apa-apaan ini! Pernikahan itu sakral, bukan buat main-main begini."

Suara perempuan itu terdengar marah, beruntung tempat ini tidak terlalu ramai. Kean mendengar hal tersebut menghela napas lalu memandang Sere.

"Tolong pikirkan baik-baik, anda seperti sedang membutuhkan uang. Anda bisa meminta mahar berapapun," lontar Kean.

Sere menatap murka ke arah Kean, ia menyebutkan nominal asal karena jengkel.

"Sombong banget, kalau gitu saya minta mahar lima miliar."

Sere segera bangkit lalu meninggalkan Kean, ia tersenyum sinis sebelum meninggalkan lelaki itu.

"Dasar! Biarkan aku disebut matre, kesal banget dengan gaya sombongnya itu. Pasti nanti saat dia ngasih tau pada Faresta dia akan langsung murka dan tidak mengangguku lagi,"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status