"Siapa sih yang malam-malam begini bertamu, gak lihat waktu apa!" cibir Sere.
Gadis itu turun dari ranjang lalu melangkah menuju pintu utama. Ia mengikat rambut yang berantakan, dan mengintip dari jendela siapa yang bertamu. Sere hanya melihat seseorang tengah duduk di kursi, bergegas membuka pintu untuk mengetahui yang bertandang.Sedangkan mata sang tamu sudah menangkap apa yang dilakukan Sere yang mengintip kala pintu sedikit terbuka. membuat dia tersenyum tanpa sadar."KAU ...!"Suara itu menggelegar, ia matanya melebar saat melihat lelaki yang kini tengah duduk santai."Jangan berisik, ini udah malam. Santai saja, Baby," seru Faresta.Sere hanya terlihat hendak menutup pintu, Faresta segera menghalangi. Ia mendorong dan masuk begitu saja. Gadis itu menatap kesal mantan bos tersebut yang seenaknya."Siapa yang menyuruhmu, masuk! Ayo cepat keluar," hardik Sere.Sere berusaha menarik lengan pria tersebut tetapi tidak bisa. Lelaki itu terlalu besar dan berat pastinya."Duduk, Baby. Bukannya membutuhkan penjelasan, maksud dari kedatangan lelaki ganteng ini," tutur Faresta.Lelaki itu duduk dengan tenang, memegang lengan Sere yang memegangnya. Lalau menarik ke sofa agar dia mendaratkan bokong di sana."Apa gak ada tempat duduk yang layak diduduki, ini sangat jelek," komentar Faresta.Sere mendengkus mendengar itu, ia menjauh dari Faresta lalu tangannya bersidekap. Tatapan tajam dilayangkan pada pria tersebut."Cepat! Apa yang mau kau katakan," seru perempuan itu."Bukannya ini yang kau mau."Faresta memberikan sebuah cek yang nominal tertulis lima miliar. Membuat perempuan itu tidak percaya, bahkan matanya membulat sempurna."Sekarang cukup tanda tangan di surat perjanjian ini, kau mau membacanya juga terserah," ujar Faresta.Lelaki itu menaruh berkas di atas meja, ia memandang Sere yang mematung."Cepatlah!" perintah pria tersebut."Ini serius, kau tidak mempermainkanku bukan," lontar Sere.Gadis tersebut tidak percaya karena Faresta begitu gampamg banget memberikan uang yang jumlahnya sangat besar."Hm ... cepat tanda tangani, diatas materai ini. Apa susahnya sih," gerundel Faresta.Terlihat lelaki itu begitu tidak sabaran. Sere meraih berkas tersebut lalu membacanya. Ia membulatkan mata saat melihat semua syarat yang diberikan Faresta."Ini gak adil, Tuan!"Sere menaruh berkas tersebut dengan kasar. Tatapan marah dilayangkan untuk Faresta."Adil, Sere ... kau mendapatkan apa yang kau mau. Dan saya mendapatkan apa yang saya mau," tutur Faresta.Dia berkata dengan malas, berusaha sabar menghadapi tingkah perempuan di depannya ini."Saya gak akan menanda tanganinya!" geram Sere.Faresta hanya menyeringai mendengar itu, ia memilih bersandar lalu bersidekap. Tatapan sinis ia layangkan pada perempuan tersebut."Mau mencoba egois? Kau ini lagi membutuhkan uang, bukan! Kalau mau menjadi istri saya, kau bisa membiayai perawatan Ibumu dan memberikan uang sama Ayahmu itu."Faresta berkata dengan dingin, tatapan murka dilayangkan pada Sere karena wanita itu seperti sedang mengulur waktu."Apa yang dikatakan benar juga, haruskan tanda tangani berkas ini. Tapi ini sangat tidak adil bagiku," batin Sere berseru.Gadis tersebut akhirnya memutuskan untuk melakukan perjanjian ini. Dengan cepat menanda tangani berkas itu."Bagus! Kau membuat pilihan yang tepat. Sekarang, di mana kamarmu."Faresta melangkah pergi, Sere yang mendengar itu langsung mengikuti langkah pria tersebut."Mau ngapain cari kamar saya!" seru Sere.Tatapan marah dilayangkan gadis itu, membuat Faresta terkekeh."Istirahat, emang mau ngapain lagi," sahut Faresta.Karena tidak diberitahu Sere, lelaki itu mulai menebak di mana kamar sang gadis. Seringis muncul kala tebakannya benar. Dia langsung membaringkan tubuh ke ranjang yang sama sekali tidak empuk."Keluar! Tuan, anda gak boleh tidur di sini," geram gadis itu.Ia menarik kaki Faresta berusaha agar dia turun dari ranjang."Diam! Atau saya perkosa sebelum kita menikah," ancam Faresta.Mendengar ucapan lelaki itu, ia langsung melepaskan tangannya dari kaki Faresta. Ia langsung keluar dari kamar sambil terus menggerutu."Unik, biasanya cewek langsung melemparkan dirinya, tapi dia sangat sok jual mahal banget," ucap Faresta.Lelaki itu memejamkan mata dan terlelap ke alam mimpi. Dia sangat cepat tidur karena menghirup aroma yang membuat nyaman di bantal yang dia tiduri."Enak banget mau tidur di kamarku, nyebelin emang!" gerutu Sere.Dia menghentak-hentakan kaki seraya melangkah menuju gudang. Mengambil kasur lantai lalu membawa ke ruang tamu. Lalu matanya menangkap jika kamar itu belum di tutup, ia mendengkus kesal, melangkah ke sana dan menatap marah pada Faresta."Apa ini kebiasaan orang kaya," cibir Sere.Perempuan tersebut melangkah dan melepaskan sepatu yang dipakai lelaki itu."Pake ngancem segala lagi, apa dikira aku bakal takut. Tapi emang takut sih," gumam Sere pelan."Ihhh ... nyusahin banget sih, apa gak bisa sebelum tidur lepas sepatu dan kaos kaki dulu," gerutu Sere.Sere naik ke ranjang, ia berusaha keras melepaskan jas dan melonggarkan dasi yang dipakai pria tersebut. Lalu turun mengambil selimut di lemari, menyelimuti Faresta karena cuaca sangat dingin."Nyusahin aja."Sere berkata dalam hati, lalu bergegas mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur. Melangkah keluar tak lupa membawa bantal dan selimut untuk dirinya sendiri."Ha, di sini banyak nyamuk banget," keluh Sere.Bergegas mencari obat nyamuk bakar lalu menyalakannya, tak lupa menonton televisi dan berbaring di atas kasur lantai. Tidak lama terlelap di saat jarum jam menunjuk angka sebelas malam."Sepertinya tadi berpakaian lengkap deh, tapi kok ini ... pasti kerjaan gadis itu," gumam Faresta.Lelaki itu terbangun, ia mendengar suara jangkring yang mengisi kesunyian malam. Jam di dinding menunjuk angka tiga. Faresta turun dari ranjang dan merenggangkan otot terlebih dahulu."Di mana cewek itu," ucap Faresta.Dia langsung keluar dari kamar dan mencari disetiap sudut. Pendengarnya menangkap suara televisi dia menembak jika perempuan itu berada di sana."Tenyata tidur di sini. Apa gak ada kamar lagi sampai tidur di ruang tamu," gumam Faresta.Lelaki itu mendekati calon istrinya dan ikut berbaring menyamping dan memeluk pinggang ramping Sere."Sebentar lagi kau menjadi milikku."Setelah mengatakan demikian, lelaki itu terlelap karena merasa nyaman. Bahkan ia sama sekali tidak pernah membayangkan akan tidur di ruang tamu begini.30 - lima puluh jutaSere terbangun saat jarum jam sudah pas menunjuk angka sepuluh. Matanya mengerjap menyesuaikan penglihatan karena cahaya masuk, gorden dibuka oleh Faresta. Pria itu baru saja pulang dari joging, dan melihat istrinya masih terlelap."Eunghhhhh," lenguhan Sere terdengar membuat Faresta menoleh memandang istrinya."Sudah bangun ratu tidur? Ayo cepat mandi dan sarapan," ujar Faresta mendekat dan duduk di hadapan Sere yang mengucek matanya."Ishhh, kamu menganggu saja. Tubuhku sangat pegal itu karenamu!" geram Sere memandang kesal ke arah Faresta."Sudah jangan menggerutu, mau kutambahkan lgi rasa pegalnya!" ancam Faresta membuat Sere membulatkan matanya lalu mendengkus."Kamu memang iblis berwujud manusia!" maki Sere menarik selimut lalu melangkah perlahan menuju kamar mandi, Faresta tersenyum jahat melihat gaya berjalan istrinya.&nbs
29 - Obat yang ditukar"Maaf Yah, tadi Sere tidur," balasnya pelan."Enak ya, tidur-tidur. Mana uang yang mau kamu transfer?" tanya Al dengan nada sedikit keras menahan amarah."Nanti Yah." Sere bingung harus menjawab apa."Nanti-nanti, pokoknya besok uang itu harus ada direkening Ayah!" geram Al lalu mematikan sambungan telepon secara sepihak."Apa yang harus kulakukan," gumam Sere memijit keningnya.***Matahari berganti bulan, Sere memandang langit malam yang terang hari ini. Ia memejamkan mata menikmati semilir angin berembus, lalu melihat bumantara lagi. Memikir ucapan sang Ayah yang menginginkan besok uang itu harus ada di rekeningnya membuat dirinya pusing.Sebuah lengan kekar melingkar di pinggang rampingnya, membikin terlonjak dan suara kekehan terdengar dari belakang."Kamu mengejutkanku, Tuann," geram Sere tetap pada posisi yang sama."Apakah kamu lupa, kamu mengganti panggilanku dengan sebutan apa?" tany
28 - Mencuri!Dari balik pohon Kanara berdiri, memandang bangunan megah yang dulu menjadi tempatnya berteduh. Tangan terkepal saat melihat sebuah mobil keluar, tetapi ia masih ragu untuk menampakkan diri saat mengingat kejadian di mansion Faresta. Ia melangkah mendekat lalu masuk ke sana, tanpa dihalangi oleh orang - orang karena mereka belum tau jika dia hendak diceraikan."Nyonya baru pulang?" sapa pelayan saat melihat Kanara berjalan menaiki tangga menuju kamarnya."Hmmmm." Kanara hanya berdehem dan menoleh sekilas tanpa berhenti melangkah, perlahan ia membuka pintu lalu masuk sedangkan pelayan yang bertanya tadi sudah pergi.Dirinya mengembuskan napas lega saat sampai kamar, dihempaskan tubuh ke kasur yang sangat empuk. Memejamkan mata lalu bangkit lagi, melangkah menuju lemari mengambil beberapa perhiasan miliknya. Hari ini dia nekad ke sini karena uang telah habis tak tersisa, dengan penuh harapan benda mahal ini belum diambil ternyata b
27 - Panggilan baru"Kenapa kamu diam saja Sere, kamukan sudah janji sama Ibu tadi mana," tegur Desti menatap tajam anaknya bak elang memandang mangsa."Ibuuuuu, astaga sudah jam segini. Pasti kamu harus ke kantor, ayoo cepat!" ujar Sere mengalihkan topik ia pamit dengan cepat dan mendorong Faresta agar berjalan."Heyyy, sudah dorongnya. Kita udah sampe ke parkiran," tutur Faresta terkekeh geli lalu berbalik memandang istrinya."Kenapa menatapku seperti itu!" ketus Sere mengalihkan matanya ke samping tidak ingin bertabrakan dengan manik Faresta."Ayo cepat! masuk mobil. Kamu akan aku antarkan ke rumah," kata Faresta lalu masuk tanpa membukakan pintu untuk Sere."Menyebalkan sekali," gerutu Sere lalu membuka pintu dan menutupnya lagi terdengar suara benda itu dikunci membuat Sere memandang suaminya."Kenapa pake segala dikunci," seru Sere spontan Faresta yang menyalakan mobil menoleh memandang istrinya."Memangnya kenapa,
26 - TamparanSere bangun pagi - pagi ia lekas membersihkan diri lalu pergi ke kantin untuk mengisi perut yang bergejolak minta diisi sedari tadi."Ahhh, kenyangnya." Sere mengelap bibirnya lalu cepat membayar."Mendingan aku belikan Ibu buah saja, pasti dia senang." Senyuman itu selalu terbingkai semenjak berbincang dengan Desti, dengan riang ia melangkah pergi menyebrang jalan untuk membeli buah - buahan."Aishhh, beruntung aku masih memiliki uang," ujar Sere memandang dompetnya, ia lekas memilih buah dan membelinya.Setelah membeli buah, Sere langsung ke rumah sakit dan cepat ke ruangan Ibunya. Saat membuka pintu pendengarannya menangkap suara tamparan membuat melebarkan akses masuk lalu matanya membulat saat melihat sang Ibu tengah memegang pipi."Apa yang kamu lakukan!" Teriak Sere penuh kebenciaan, ia mendekat dan mendekapan Ibunya."Dia pantas menerimanya, karena tak menuruti keinginanku," seru Al bersidekap dengan
25 - Jalang!"Sudahlah, Tuan. Kalau kamu ingin pergi, pergi saja," usir Sere dengan nada kesal, ia mengerucutkan bibirnya sambil menghentakan kaki.Faresta mengulas senyum tipis melihat tingkah istrinya, lalu menoleh memandang ibu mertua yang menggelengkan kepala."Ibuu, aku pamit dulu ya," ucap Faresta dibalas anggukan Desti."Hati - hati, Nak." Faresta mengangguk sebagai jawaban lalu melangkah keluar menghilang dari balik pintu."Sereee," panggil Desti membuat wanita itu menoleh memandang Ibunya."Kenapa kamu memanggil suamimu Tuan, kamu jadi seperti bawahannya," seru Desti memandang anaknya bingung."Lalu aku harus memanggil apa, Buu," balas Sere menghempaskan bokongnya di kursi.Aku memang bawahannya, aku akan ditendang jika sudah selesai melakukan tugasku," lanjut Sere dalam hati tanpa sadar meremas baju yang ia pakai.Desti menepuk bahu Sere, membuat perempuan itu mendongak memandang Ibunya. "Ada apa Bu?" tanyanya.