"Beri aku waktu dan kesempatan agar bisa membuat lo suka sama gue"
Perkataan Devan itu serasa menggema ditelinga Mytha, hingga dirinya sulit terpejam walau malam telah larut. Sudut bibirnya sedikit ditarik, tersenyum dalam benaknya ada sedikit kekaguman Mytha terhadap Devan. Disamping dia berani bertanggung jawab akan perbuatannya walaupun semua itu tak sepenuhnya dia yang salah, juga dirinya mengakui akan kesetiaan Devan yang masih mengingat dirinya dengan menyimpan high heels yang sudah dibuangnya.
Lamunannya terbuyarkan dengan suara ponsel, dengan nada dering yang menandakan ada sebuah pesan masuk.
📱"Belum tidur?" suatu pesan dengan nomor sama yang mengajaknya bertemu di kantin kantor.
📱"Pak Rio tau dari mana nomorku?" Mytha seakan tahu nomor asing yang belum disimpan dalam kontaknya adalah Rio.
📱"Loh, bukannya dirimu sendiri yang ngasih tau?"
Mytha baru teringat bahwa dir
"Ada yang ingin Bapak bicarakan padamu, Le,""Iya, Pak. Ada apa?""Umur kamu sudah kepala 3 loh, Le,"Belum Pak Bagyo melanjutkan perkataanya, Rio sudah mengerti jelas maksud tujuan yang akan diutarakan bapaknya dan berucap "Ehmm... klo dah nyangkut masalah umur pasti Bapak nanyain jodoh. Rio juga lagi nyari Pak, tenang aja,""Kamu dari dulu bilangnya nyari-nyari aja tapi sampai sekarang masih aja sendiri" cela Bu Ita sembari mengantarkan kopi untuk suaminya. Setelah meletakkan dua cangkir kopi untuk keduan lelakinya dan sepiring pisang rebus yang masih panas, Bu Tari pun berdiri disamping suaminya sembari masih memegang nampan."Tapi kali ini Rio dah nemuin wanita yang cocok buat pendamping, Bu,""Bawa kesini, Ibu ingin kenalan,""Loh, nanti toh Bu. Kan lagi masa penjajakan,""Kamu alasan saja," ucap Bu Ita dan berlalu masuk kedalam rumah.
Pagi ini suasana dalam kantor tak seramai biasanya, karena kebijakan perusahaan yang melakukan pemutusah hubungan kerja hampir menyisihkan setengah karyawan dalam perusahaan. Mytha seakan malas melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya.Mytha memandang sejenak meja kerja Uci yang tengah kosong sebelum meletakkan tasnya dan mulai duduk di meja kerjanya. Mytha memijit tombol power yang terdapat pada kotak CPU, setelah layar monitor menyala ia pun mulai bekerja tuk melaksanakan tugasnya.Sebuah pesan masuk dalam ponsel Mytha "Jam istirahat nanti, Aku tunggu di kantin." Mytha membuka pesan dengan malas, hanya emoticon smile sebagai balasan atas pesan Rio.Manik mata Mytga melirik jam yang melingkar ditangan kirinya, kedua jarum jam kompak menunjukkan angka dua belas yang menandakan sudah dimulainya jam istirahat.Dengan atau tanpa pesan dari Rio, Mytha memang sering mengisi jam istirahatnya di kantin kantor tuk s
Devan meminta menunggu seseorang sebelum memesan beberapa menu makanan. Tak lama orang yang ditunggu Devan hadir. Febi, wanita berbalut pakaian serba minim itu menghampiri Devan."Maaf ya terlambat, abisnya kamu mendadak seh bikin acaranya," ucap Febi saat menghampiri Devan dan menciun pipinya. Walaupun Devan risih namun dirinya pura-pura tersenyum seakan mereka berdua sudah terbiasa melakukannya. Devan sengaja membuat Mytha cemburu, karena dirinya juga sebenarnya cemburu akan kedekatan Mytha dengan Rio.Febi adalah anak dari salah satu teman bisnis Pak Dedy dan keluarga mereka cukup akrab. Dirinya juga merupakan teman sosialita Linda, kakak tiri Devan. Semenjak Devan pindah ke rumah besar Suryadiningrat, Febi kerap berkunjung dan nampak sekali ketertarikannya terhadap Devan. Seorang model yang dipergitungkan jam terbangnya, mencoba mengepakkan sayap dengan merambah kejenjang internasional walaupun sang dewi keberuntungan belum memihaknya, ia pun kembalu ke tanah air. Namun pesona Febi
"Assalamu'alikum," salam Uci sedetik setelah mengetok pintu Mytha."W*'alaikumsalam. Eh, Nak Uci.""Mytha-nya ada, Tante?"Bu Tari menunjuk kamar Mytha sebagai jawaban dan menyuruh Uci untuk menemui saja langsung di kamar.Mytha yang sedang duduk termenung, menarik ujung bibirnya memandang takjub seekor burung yang tengah mondar-mandir mengambil beberapa rerumputan kering. Rerumputan yang terkumpul bakal dibuatnya menjadi sarang untuk buah hatinya."Hei, ngelamun aja. Temein gue jalan-jalan, yuk? Suntuk neh, mana belum dapet kerjaan lagi," keluh Uci."Maaf, Ci. Gue belum nemu lowongan kerja yang cocok buat lo.""Gue juga ngerti, Myth. Perekonomian belum stabil, gue maklum ko. Dah, nyante aja."Uci menggandeng tangan Mytha, suruh cepat bergegas berapi diri untuk menemaninya jalan. "Mau kemana kita?" tanya Uci asal."Nah lo yang ngajak malah tanya, dah ah gak jadi. Gue lagi gak mood kemana-mana.""Ih, jangan gitu dong. Otak gue berasa mau njebluk neh. Nyokap gue nanyain kerja mulu. Katan
"Rese lo, Myth." Uci memukul Mytha dengan guling."Aww, apa'an se? Tiba-tiba dateng maen nimpuk aja.""Ey, gue gk nyelonong yah. Nyokap lo ndiri yang nyuruh gue masuk aja ke kamar lo," bela Uci."Lagian loh yah, ngasih nomor gue ke Rio," kesal Uci. "Gue kan jadi malu," lanjutnya lirih."Malu apa mau neh?" kekeh Mytha.Uci memukul bahu maupun punggung Mytha lagi karena merasa diledek. "Ampun, ampun," ucap Mytha."Udah, Ci. Ampun." Mytha langsung memeluk Uci agar tangan Uci tak memukulinya lagi, walaupun tak sakit karena cuman memakai guling."Sini gue kasih tau, gue gak ngasih nomor lo kalau dia gak minta," lirih Mytha masih memeluk Uci."Masa? Pak Rio yang minta sendiri kah?" tanya Uci tak percaya dan dijawab oleh anggukan Mytha.Flash back on"Uciiii," seru Bu Darmi memanggil putrinya."Bentar doang, Bu. Mo ketemu temen, penting," jawab Uci sambil memutar kunci kontak maticnya."Eh, dasar. Kerjaan b
Pagi itu, tak biasanya Uci bangun lebih awal, sangat awal hingga jago sang penguasa fajar pun dikalahkannya. Walau semalam juga Uci tak bisa tidur nyenyak karena memikirkan esok akan bekerja di tempat yang baru dan tentunya yang paling membuat pikirannya tak berhenti berfikir adalah Rio. Ya, Rio sang pujaan hati, rela mencarikan dia pekerjaan serta hendak mengantarnya pula. Itu sebabnya Uci pagi buta sudah mengacak-acak lemari bajunya, memilih pakaian mana yang akan ia kenakkan hari ini. Yang membuat Uci bingung bukan tentang pakaian formal untuk bekerja, dirinya tentu sudah terbiasa. Namun. Kali ini karena sang pujaan hati hingga dirinya ingin terlihat perfect di hadapannya. "Duh, mo nglamar kerja kaya mo ngedate aja ne bingnungnya gue," ucap Uci memilah baju dari lemarinya. Baju berserakan di tempat tidur uci, sudah hampir setengah jam dirinya memilih beberapa pakaian tuk dicobanya, ingin tampil beda bertemu sang pujaan hati walau hanya mengantarnya
Akhirnya Rio maupun Uci sampai juga ketempat tujuan, gudang plastik milik pamannya. Gedung itu tak terlalu tinggi, hanya berlantai dua namun areanya cukup luas. Manik mata Uci menelusuri bagian dalam gedung, pandangannya luas sembari menghitung beberapa petak ruangan dalam gedung di lantai dasar itu. Hanya tampak lima ruangan, tiga diantaranya sebagai tempat transit beberapa barang sebelum didistribusikan ke toko."Mas Doni," ucap Rio sembari menepuk punggung pamannya yang sedang menghitung beberapa barang yang tengah masuk, barang itu dicek disalah satu ruangan di lantai dasar. Rio seakan sudah hafal betul aktifitas pamannya itu, sebab Rio pun pernah ikut membantu pamannya saat awal ia merantau."Eh, kamu Ri.""Ne, anak yang Rio ceritakan tempo kemarin Mas Doni.""Nama saya Uci, Oom," sapa Uci tersenyum manis sembari mengulurkan tangannya.Doni meraih uluran tangan Uci, menatap Uci tiada henti seakan terkesima oleh penampilannya. Jabatan tangan Uc
"Dari mana aja lo? Mau dipecat hah!" ucap Devan tatkala Rio memasuki ruangan presdir. "Sorry, Boss. Kan tadi dah ijin bentar. Nemenin Uci, mantan karyawan sini. Kasihan dia belum dapet kerjaan." "Hmm...."ucap Devan denga lirih. Devan pun menundukan kepalanya sebagai kode pada Rio bahwa dirinya memahami dan tak mempermasalahkan, toh Rio juga sudah ijin akan masuk agak terlambat. Kini Rio pun mulai dengan pekerjaannya, membantu Devan dalam perusahaan Suryadiningrat. Seharian Rio tidak konsentrasi akan kerjaannya, memikirkan Uci karena sikap pamannya yang menurut Rio ada hati kepada Uci. Dirinya tak ingin Uci dipermainkan pamannya itu, yang notabennya dahulu seorang casanova. "Duh, kenapa aku tak memikirkan sejauh itu?" pikir Rio dalam hati, bersikap gegabah dalam mencari pekerjaan buat Uci. Disamping rasa bersalahnya, karena pemecatan sebagian karyawan di perusahaan Suryadiningrat adalah gagasan darinya. Tak lama, ta