Pagi itu, tak biasanya Uci bangun lebih awal, sangat awal hingga jago sang penguasa fajar pun dikalahkannya.
Walau semalam juga Uci tak bisa tidur nyenyak karena memikirkan esok akan bekerja di tempat yang baru dan tentunya yang paling membuat pikirannya tak berhenti berfikir adalah Rio. Ya, Rio sang pujaan hati, rela mencarikan dia pekerjaan serta hendak mengantarnya pula.
Itu sebabnya Uci pagi buta sudah mengacak-acak lemari bajunya, memilih pakaian mana yang akan ia kenakkan hari ini. Yang membuat Uci bingung bukan tentang pakaian formal untuk bekerja, dirinya tentu sudah terbiasa. Namun. Kali ini karena sang pujaan hati hingga dirinya ingin terlihat perfect di hadapannya.
"Duh, mo nglamar kerja kaya mo ngedate aja ne bingnungnya gue," ucap Uci memilah baju dari lemarinya.
Baju berserakan di tempat tidur uci, sudah hampir setengah jam dirinya memilih beberapa pakaian tuk dicobanya, ingin tampil beda bertemu sang pujaan hati walau hanya mengantarnya
Akhirnya Rio maupun Uci sampai juga ketempat tujuan, gudang plastik milik pamannya. Gedung itu tak terlalu tinggi, hanya berlantai dua namun areanya cukup luas. Manik mata Uci menelusuri bagian dalam gedung, pandangannya luas sembari menghitung beberapa petak ruangan dalam gedung di lantai dasar itu. Hanya tampak lima ruangan, tiga diantaranya sebagai tempat transit beberapa barang sebelum didistribusikan ke toko."Mas Doni," ucap Rio sembari menepuk punggung pamannya yang sedang menghitung beberapa barang yang tengah masuk, barang itu dicek disalah satu ruangan di lantai dasar. Rio seakan sudah hafal betul aktifitas pamannya itu, sebab Rio pun pernah ikut membantu pamannya saat awal ia merantau."Eh, kamu Ri.""Ne, anak yang Rio ceritakan tempo kemarin Mas Doni.""Nama saya Uci, Oom," sapa Uci tersenyum manis sembari mengulurkan tangannya.Doni meraih uluran tangan Uci, menatap Uci tiada henti seakan terkesima oleh penampilannya. Jabatan tangan Uc
"Dari mana aja lo? Mau dipecat hah!" ucap Devan tatkala Rio memasuki ruangan presdir. "Sorry, Boss. Kan tadi dah ijin bentar. Nemenin Uci, mantan karyawan sini. Kasihan dia belum dapet kerjaan." "Hmm...."ucap Devan denga lirih. Devan pun menundukan kepalanya sebagai kode pada Rio bahwa dirinya memahami dan tak mempermasalahkan, toh Rio juga sudah ijin akan masuk agak terlambat. Kini Rio pun mulai dengan pekerjaannya, membantu Devan dalam perusahaan Suryadiningrat. Seharian Rio tidak konsentrasi akan kerjaannya, memikirkan Uci karena sikap pamannya yang menurut Rio ada hati kepada Uci. Dirinya tak ingin Uci dipermainkan pamannya itu, yang notabennya dahulu seorang casanova. "Duh, kenapa aku tak memikirkan sejauh itu?" pikir Rio dalam hati, bersikap gegabah dalam mencari pekerjaan buat Uci. Disamping rasa bersalahnya, karena pemecatan sebagian karyawan di perusahaan Suryadiningrat adalah gagasan darinya. Tak lama, ta
Tak biasanya Uci pagi ini sudah bangun, tengah memilih baju tuk berangkat kerja sambil bersenandung. Dirinya kegirangan karena Rio akan menjemputnya. "Pake baju apa yah?" ucap Uci sambil sibuk memilih baju, dirinya ingin terlihat menarik di mata Rio. Sedang diluar kamar Bu Darmi berteriak memanggil Uci. Namun, Uci tak menghiraukan dan masih tetap sibuk memilih baju. "Ci, bangun! Dasar keb...." Bu Darmi tak melanjutkan kalimatnya dan kaget melihat Uci tengah berdandan rapi. "Tumben, anak ibu dah cantik. Biasanya masih molor," sindir Bu Darmi sambil mendekat pada Uci. "Nah gitu, anak perawan kudu bangun gasik," lanjut Bu Darmi. "Dah cakep belum, Bu?" Bu Darmi hanya tersenyum dan memamerkan jempolnya sebagai jawaban dari pertanyaan Uci. "Ayo, sarapan! Ibu tunggu di ruang makan," ucap Bu Darmi sambil berlalu dari kamar Uci. Tak lama bel berbunyi, Uci yang mendengar bel rumahnya berbunyi pun mulai mempercepat bersiap diri. Mengerti bahwa ya
Seperti biasa setiap pagi ada oederan barang dari ke tiga toko melalui sambungan telepon. Uci mencatat semua pesanan dari toko-toko tersebut di buku tulis sebelum disalinnya ke dalam buku nota, setelahnya dibantu oleh Mas Asep menyiapkan barang pesananan itu sebelum Pak Pono datang.Pak Pono selaku supir mobil pick-up pengangkut barang pun datang, mengangkut pesanan ke tiga toko tersebut. Terkadang jikalau pesanan membludak, Pak Pono akan dua kali kembali gudang untuk mengambilnya.Uci mencentang barang satu persatu yang telah pindah ke badan pick-up, setelah selesai tak lupa Uci memberikan lembar nota pesanan barang toko tersebut pada Pak Pono.Tin... Tinn...Sebuah sedan berwarna merah pun berhenti dan terparkir disamping mobil pick-up pengangkut barang yang akan dibawa Pak Pono."Pagi Pak," ucap Pak Pono setelah berpapasan dengan Pak Doni, dibalas dengan anggukan dan sekilas senyum. Pak Doni tetap melangkah masuk menuju gudang."Pagi, Ci?"
"Gue ingin senja ini tak berakhir, walaupun itu tidak mungkin. Ah... paling tidak gue sudah menikmati moment bersama seseorang yang ku puja dalam hatiku, meski hanya sekejap," ucap Uci dalam hati, masih bersender di pundak Rio menikmati jingganya senja di pantai.Kini senja seakan tersapu oleh malam, bintang dan bulan menggantikan keindahan langit. Dua insan itu pun beranjak pulang, bergandengan tangan menapaki pasir putihnya pantai.Sesampainya di depan rumah Uci,"Terima kasih, Mas. Hari ini begitu spesial buatku." Tangan Uci menggenggam tangan Rio dan satu kecupan dilayangakan bibir Uci menuju bibir Rio. Rona wajah Uci mulai memerah karena malu akan kelakuannya, langsung membuka pintu mobil dan berpamitan tanpa melihat wajah Rio karena saking groginya.Rio hanya terpaku akan sekilas kecupan Uci padanya. Antara senang dan bingung karena baru kali pertamanya Rio bersentuhan bibir dengan seorang gadis. Rio masih memandangi punggung gadis yang menjadi cium
Siang ini wajah Uci tampak murung, baru saja menerima pesan dari Rio. Bahwa Rio hari ini tidak bisa menjemputnya, menyarankan Uci sementara pulang menggunakan ojek online. Walaupun tadi pagi saat mengantar Uci, Rio pun sudah mengatakan akan hal itu.Namun, Uci tak bertanya lebih jauh. Dirinya seakan tak enak hati dan sempat berfikiran Rio serasa menghindar darinya sejak kecupannya malam itu. Sempat mengutuk dirinya mengapa melakukan hal tersebut.Bunyi panggilan telepon gudang membuyarkan lamunan Uci. Mendapat kabar bahwa pesanan salah satu toko ada kekeliruan, Uci meminta maaf akan hal itu, walau sempat mendapat amarah dari salah satu karyawan toko dikarenakan barang tersebut adalah pesanan salah satu langganan."Ada apa, Ci?" tanya puji, sekilas mendengar percakapan Uci dibentak oleh salah satu karyawan toko."Itu tadi gue keliru mengirim barang, besok paling dikembalikan,""Hari ini lo
Hiruk pikuk terlihat di stasiun kota, ada yang berpergian adapula yang sekedar menjemput sanak saudara dari luar kota. Para pedagang asongan pun tak mau kalah, jikalau ada kerumunan para penumpang ataupun sanak saudara yang menjemput mereka langsung melancarkan aksinya, menjajakkan barang dagangannya. Rio pun begegas mencari keberadaan orang tuanya. Terlihat sepasang paruh baya sedang berjalan di peron, nampaknya baru saja turun dari salah satu gerbong kereta api. Rio pun menarik bibirnya ke atas, tersenyum melihat kedatangan orang tuanya dan segera menghampiri. "Maaf, Bu." Salam Rio tatkala menghmpiri ibu dan bapaknya di Stasiun. Membungkukkan badan dan meraih tangan sang ibu, mencium punggung telapak tangan tersebut. "Ibu kangen, Le," ucap Bu Ita selaku ibu dari Rio. Bu Ita merangkul putra bungsunya dan mengecup keningnya, matanya berkaca-kaca karena lama tak jumpa. "Udah, Bu. Jangan nangis, malu ah," balas Rio sembari mengusap buliran air mata, kel
Dalam perjalanan mengantar Uci ke gudang, Rio banyak bercerita tentang pamannya. Doni, dibalik sikap baiknya pamannya, Doni adalah seorang cassanova. Suka berganti-ganti pasangan, hingga sang istri tak tahan dan menggugat cerai.Uci terheran, antara percaya dan tidak percaya. Namun. dirinya juga ingat nasehat Puji tempo lalu yang berkata, "Hati-hati pada Pak Doni, sepertinya dia menyukaimu."Sesampainya di depan gerbang gudang, Rio memandang Uci sembari berkata, "Nanti pulangnya tunggu aku ya? Aku jemput kamu."Uci merasa ada yang aneh dari sikap Rio, menganggap lebih over protectif dari biasanya. "Ia, Mas. Kalau Mas ada perlu biar aku naik gojek aja, nggak papa ko," ucap Uci tak ingin merepotkan Rio terus."Pokoknya nanti aku jemput!""Eh...." Uci terheran akan sikap Rio, antara senang dan sungkan jikalau Rio memaksa menjemput dirinya. "Ya, udah. Aku masuk dulu, terima kasih," lanjut Uci berpamitan.Namun, saat Uci hendak membuka pintu mobi