Home / Pendekar / 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT / Bab 4 : Serangan Gerombolan Kelabang Merah

Share

Bab 4 : Serangan Gerombolan Kelabang Merah

Author: Adil Perwira
last update Last Updated: 2024-10-06 23:02:09

Seribu orang pasukan perampok yang berpakaian serba hitam telah datang menyerang ke desa Tanjung Bambu yang berada tidak jauh dari pesisir pantai. Mereka datang lewat jalan laut dengan menggunakan kapal besar.

Setiap perampok itu menutupi wajahnya dengan cadar merah, memakai caping, dan mengenakan sabuk merah di pinggang sebagai tanda bahwa mereka adalah Gerombolan Kelabang Merah.

Gerombolan ini terkenal sebagai bajak laut ganas yang suka merampok di pulau-pulau kecil dan juga desa-desa di sekitar pantai. Mereka dipimpin oleh seorang penjahat yang bernama Aryajanggala.

Di dunia persilatan, Aryajanggala lebih dikenal sebagai Taring Beruang. Julukan itu menjadi lekat karena ciri khasnya yang suka mengenakan kalung dan juga gelang dari taring serta gigi-gigi hewan beruang. Dia sangat dipatuhi oleh para bawahannya. 

Kedatangan pasukan perampok yang tiba-tiba di malam hari membuat warga jadi terkejut dan tidak siap. Mereka berpencar dan mendobrak setiap pintu rumah untuk merampas uang maupun juga barang-barang berharga.

Tak lupa pula mereka mendatangi gudang tempat penyimpanan beras milik warga desa, mengambil beberapa kambing ternak dari dalam kandang, dan membunuh siapa saja yang berani menghalangi mereka.

Bunyi kentongan pun terdengar keras sebagai penanda kalau keadaan saat ini genting, diiringi pula suara teriakan “Rampok! Rampok! Rampok!” memberitahukan kepada semua orang bahwa desa tengah diserang oleh penjahat.

Puluhan orang pemuda kemudian coba melakukan perlawanan. Mereka keluar dengan membawa senjata seperti golok, tombak, parang, celurit, dan bahkan pisau dapur untuk mempertahankan desa mereka.

Perkelahian pun terjadi di desa Tanjung Bambu pada malam itu. Bunyi benturan antar golok, celurit, dan senjata-senjata tajam lainnya terdengar berdengung sambung menyambung. 

Para wanita berteriak nyaring sebab ketakutan. Anak-anak kecil menangis histeris melihat ayah dan ibu mereka mati dibunuh oleh penjahat. Suasana di malam itu benar-banar penuh dengan kehebohan! Tak ada satu pun orang yang tidak terbangun dari tidurnya. 

“Habisi siapa saja yang berani melawan! Bunuh mereka semua!” ujar sang pimpinan perampok memerintahkan kepada para pasukannya.

Di sisi lain, saat keributan besar sedang terjadi di luar sana, Anindhita berusaha menenangkan anak bayinya yang menangis karena terbangun mendengar keributan. Wanita itu kebingungan apa yang harus dia lakukan.

Anindhita mengambil sebilah pedang dari bawah ranjang untuk berjaga-jaga. Dia merasa kalau tidak lama lagi gerombolan perampok mungkin akan  mendobrak ke dalam rumahnya, karena dari rumah tetangganya sudah terdengar ada suara keributan, itu menandakan kalau para perampok telah masuk ke sana. 

Keadaan terus bertambah makin genting, satu demi satu nyawa pun melayang dalam perkelahian antara para pemuda desa melawan sekolompok penjahat itu. Darah segar kini banyak berceceran membasahi rumput di jalan. 

Taring Beruang dan gerombolan anak buahnya tidak pilih-pilih dalam membunuh. Baik itu orang yang sudah lanjut usia, perempuan, dan maupun anak kecil, semuanya akan jadi korban ketika para perampok ini sudah dirasuki iblis, mereka membabibuta dengan senjata tajam tanpa rasa belas kasihan.

Pada jarak yang masih agak jauh dari desa Tanjung Bambu, Jaka Purnama dan Jagat Pramudita dalam perjalanan pulang dari seusai pertemuan dengan Mpu Seta di dalam gua tadi.

Tiba-tiba Jaka Purnama menghentikan langkah kakinya dan berkata, “Sepertinya aku mendapat sebuah firasat yang tidak baik.”

Jagat Pramudita pun menoleh kepada temannya itu. “Firasat tidak baik? Firasat apa yang kaurasakan?”

Meski Jaka Purnama tidak bisa melihat langsung situasi yang sedang terjadi di desa Tanjung Bambu, tapi dia yakin akan kebenaran dari firasatnya itu.

“Sepertinya desa kita diserang oleh gerombolan perampok!” ujar Jaka Purnama.

Jagat Pramudita langusung terkejut mendengar hal itu. Dia lalu berkata, “Firasat adalah pesan dari Tuhan melalui bisikan batin. Aku percaya apa yang kaurasakan itu adalah benar, Jaka. Sebab entah kenapa, aku juga tiba-tiba merasa khawatir dengan keadaan di desa.”

“Kalau begitu, kita harus cepat-cepat pulang sekarang sebelum terlambat!” desak Jaka Purnama.

“Baiklah! Ayo!” Jagat Pramudita mengangguk.

Keduanya pun lalu melompat bersamaan dan melayang di udara dengan menggunakan ilmu peringan tubuh.

Posisi Jaka Purnama berasa di depan dan Jagat Pramudita mengikuti di belakangnya, mereka bergerak dengan sangat lincah, berpindah-pindah dari satu dahan pohon ke dahan pohon yang lain. 

Sebagai dua orang pendekar yang ilmu kanuragan mereka telah matang, keduanya sama sekali tidak merasa kesulitan saat harus menembus pohon-pohon yang berdaun lebat walau hanya berlenterakan cahaya bulan purnama.

Sambil terus melompat dan berpindah dari satu dahan pohon ke dahan pohon yang lain, Jaka Purnama berkata kepada temannya tanpa menoleh ke belakang, “Hanya ada satu gerombolan perampok yang suka mengincar wilayah pedesaan di dekat pesisir pantai. Mereka pasti adalah Gerombolan Kelabang Merah yang diketuai oleh Aryajanggala, si Taring Beruang!”

“Siapa pun mereka, akan kutumpas sampai habis karena telah berani menyerang desa kita!” ujar Jagat Pramudita geram.

“Aku akan langsung menuju ke tepi pantai,” ucap Jaka Purnama. “Mereka pasti menambatkan kapal mereka di sana. Aku akan menghadang si Taring Beruang. Kau ikutlah membantu warga desa menghadapi anak-anak buahnya.”

“Baiklah, Jaka, tapi kau harus berhati-hati,” Jagat Pramudita mengingatkan. “Taring Beruang mungkin saja mempunyai ilmu kanuragan yang tinggi.”

“Kau tenang saja. Aku akan berhati-hati,” jawab Jaka Purnama yakin. “Aku tidak akan membiarkan mereka dengan mudah bisa pergi begitu saja membawa harta yang mereka rampas.”

Jaka Purnama pun menambah kecepatan. Dia merentangkan kedua belah tangannya dan terbang lebih tinggi lagi, tubuhnya pun lalu melesat di udara bagaikan seekor burung rajawali. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 134 : Gunungan Es

    Berkat perjuangan yang gigih dari para pasukan kerajaan dengan panah, golok, dan tombak mereka, akhirnya semua kala putih raksasa pun dapat juga dibinasakan.Namun, pertempuran itu merenggut banyak sekali nyawa para prajurit. Jumlah mereka yang semula ada seribu orang kini hanya tersisa tinggal dua ratus orang saja yang masih hidup.Senopati Taraka menghampiri Tubagus Dharmasuri. Dia melihat kalau Zirah Sisik Naga dapat melindungi tubuh si Patih Kerajaan itu dari hantaman tongkat Dewa Kalajengking. Tapi walau pun perisai itu sangat sakti, dia tetap harus membantu patih tersebut dalam menghadapi Dewa Kalajengking. “Kita tidak boleh memberinya kesempatan membaca mantra lagi. Lihatlah, sudah banyak sekali prajurit yang tewas! Jika kala putih raksasa yang seperti tadi muncul lagi lebih banyak, maka pertempuran ini akan jadi makin sulit,” jelas Tubagus Dharmasuri mengingatkan.“Aku mengerti, Gusti Patih. Kita harus mengepungnya habis-habisan dan jangan memberinya jeda walau sebentar,” uja

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 133 : Pertarungan Yang Sengit

    “Kenapa kalian dari tadi masih bengong? Apa sudah tak punya nyali lagi untuk bertarung?” tanya Dewa Kalajengking pada Tubagus Dharmasuri dan Senopati Taraka.Pertarungan mereka tadi sempat terhenti sejenak karena kedua kesaktria kerajaan itu terpana melihat duel yang berlangsung antara Nyai Jamanika dan Mpu Bhiantar.“Tentu saja kami tidak takut menghadapimu, Bajingan Jahat!” jawab Senopati Taraka bersuara lantang.Dewa Kalajengking yang kembali serius kemudian mengangkatnya tongkat tinggi-tinggi, dia memutar-mutarnya di atas kepala dengan dua belah tangan. Lalu setelah itu, dihentakkannyalah tongkat tersebut ke tanah sekuat tenaga. Tiba-tiba delapan ekor kala putih raksasa keluar lagi dari dalam bumi. Binatang-binatang mengerikan itu langsung bergerak cepat mengelilingi Tubagus Dharmasuri dan juga Senopati Taraka.Semua arah kini dikepung oleh kala putih yang mengelilingi mereka. Kedua kesatria kerajaan itu terkurung di tengah lingkaran. Binatang-binatang yang menjijikkan itu siap u

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 132 : Jurus Ular Hijau Mematuk Gajah

    Bab 132Dendam kesumat menahun yang sudah sangat lama bersemayam dalam dada Nyai Jamanika malam itu menggelegar bak petir yang siap menghancurkan apa pun.Sebagai seorang penyihir dan sekaligus pendekar yang sangat menjunjung tinggi martabat dirinya, Nyai Jamanika tak pernah rela menerima kekalahan tempo hari itu, dia telah bersumpah pada dirinya sendiri akan terus mencari orang yang dia dendami walau hingga ke jurang neraka sekalipun.Kondisi Mpu Bhiantar kini menahan sakit pada luka bakar di sekujur badan. Sekarang bayangan tentang masa lampau kembali melintas di ingatannya, suatu hari dimana pertarungan antara dia dan Nyai Jamanika pernah terjadi untuk yang pertama kali. Saat itu Mpu Bhiantar muncul demi menolong adik seperguruannya, Nyai Maheswari.Nyai Maheswari memiliki sebuah kitab catatan racun yang diwariskan oleh gurunya terdahulu. Konon, dalam kitab itu menghimpun segala dasar pengetahuan mengenai ilmu racun. Jenis racun apa saja bi

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 131 : Senjata Cakram Besi

    Tubuh Senopati Taraka jatuh berdebuk. Hantaman tongkat tadi membuat dadanya nyeri sekali. Tongkat tersebut sekarang kembali ke tangan si pemiliknya. Sisa-sisa dari serpihan salju masih tampak menempel pada jubah hitam Dewa Kalajengking, dia pun menyapih-nyapihnya dengan tangan.Tubagus Dharmasuri segera membantu Senopati Taraka untuk bangkit.“Kau tidak apa-apa, Senopati?” tanya sang patih.“Aku baik-baik saja,” jawab Senopati Taraka. “Penyihir itu mampu melepaskan diri dari selimut salju yang aku ciptakan, bahkan perisai saljuku juga berhasil ditembus oleh tongkatnya.”“Dia memang lawan yang tangguh, namun beruntunglah kau tadi selamat dari kala putih yang hendak menyengatmu,” kata Tubagus Dharmasuri.Dewa Kalajengking membusungkan dada. Dengan suara yang lantang dia berucap, “Ayo maju, Kalian Berdua! Apa kalian takut menghadapiku? Aku ingin melihat kemampuan para punggawa dari Jayakastara yang katanya terkenal hebat. Apakah itu cuma omong kosong belaka?”“Ilmu sihirmu sangat menjiji

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 130 : Jurus Angin Salju Mendebur Gunung

    Bab 130Setelah menerima perintah dari Tubagus Dharmasuri, Giandra pun bergegas meninggalkan puncak Gunung Ratri untuk kembali ke istana, dia berharap dirinya tak akan terlambat melindungi Prabu Surya Buana dan keluarga kerajaan.Sementara itu, Tubagus Dharmasuri dan yang lain harus menghadapi dua penyihir jahat yang telah muncul di hadapan mereka. Walau pun secara jumlah kelompok mereka jauh lebih banyak, tapi yang menjadi lawan kali ini bukan dua penyihir sembarangan, mereka pemilik ilmu hitam paling berbahaya di jagat persilatan.“Lebih baik kita mulai saja permainannnya sekarang,” ujar Dewa Kalajengking. “Mari kita lihat, hai Patih Tua, yang mana lebih kuat dalam pertempuran ini, apakah para prajuritmu, atau pasukan kala putih peliharaanku.”Dewa Kelengking lalu merentangkan kedua tangannya dan mulai membaca mantra. Dengan suara berbisik, mulutnya berkomat-kamit, bahkan Nyai Jamanika yang tegak di sebelahnya pun tak bisa

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 129 : Penyerangan di Depan Gua Sarang Siluman

    Malam hari yang dingin di puncak Gunung Ratri. Aroma belerang dari dalam kawah tercium tajam hingga menusuk ke hidung. Saat itu Tubagus Dharmasuri bersama Giandra dan juga rombongan yang lain akhirnya berhasil sampai di tempat tujuan.Kira-kira sepuluh tombak di hadapan mereka, Gua Sarang Siluman tampak jelas sekali kelihatan tersinari oleh cahaya perak bulan purnama.“Itu dia tempatnya. Di sanalah dahulu makhluk yang bernama Iblis Hitam pernah bersemayam,” ujar Mpu Bhiantar kepada yang lain.Senopati Taraka mengamati mulut gua itu. Dia tak melihat ada sosok siapa pun di sana kecuali hanya kegelapan semata.“Aneh sekali. Apakah benar ini adalah markas besar Persaudaraan Iblis? Aku tak melihat ada pancaran cahaya obor yang menyala dari dalam sana.” kata Senopati Taraka.Tubagus Dharmasuri pun menoleh kepada para prajurit yang berkumpul di belakangnya. Dia mengingatkan, “Kalian harus siap-siap. Kita tidak tah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status