Home / Pendekar / 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT / Bab 5 : Melihat Dengan Mata Batin

Share

Bab 5 : Melihat Dengan Mata Batin

Author: Adil Perwira
last update Last Updated: 2024-10-17 10:17:14

Suara pintu depan terdengar roboh akibat kena dobrak. Lima orang perampok kemudian melangkah masuk ke dalam rumah Anindhita. Perempuan itu segera keluar sambil meneteng sebilah Pedang di tangan kanannya.

Para perampok itu rupanya telah sampai di ruangan tengah. Anindhita pun muncul dan berdiri di hadapan mereka. Tanpa basa-basi, dia langsung mencabut pedangnya dari dalam sarung.

“Kurang ajar! Berani sekali kalian mendobrak pintu rumahku hingga roboh! Dasar kalian para pengikut Iblis!” ucap Anindhita, sambil dia mengacungkan ujung pedangnya ke arah para perampok tersebut.

Para perampok itu kaget, ternyata yang muncul menghadapi mereka bukanlah seorang pria, melainkan seorang perempuan cantik berbaju ungu, tapi yang lebih membuat mereka terkejut lagi  adalah saat melihat pedang yang dipegang oleh Anindhita.

“Lihatlah, dia memegang sebuah senjata pusaka! Itu mirip seperti Pedang Penebas Setan!” kata salah seorang perampok kepada kawan-kawannya yang lain.

Kemudian seorang lagi pun berkata, “Hah, Pedang Penebas Setan! Berarti itu merupakan salah satu dari Empat Pusaka Penakluk Jagat!!”

Lalu kawannya yang pertama bicara tadi pun menjawab, “Taring Beruang pasti akan sangat senang kalau kita membawakan pedang itu ke hadapannya!”

“Kalian semua para penjahat terkutuk!” teriak Anindhita. “Majulah sini kalau kalian berani!”

“Kurang ajar kau, Perempuan Cantik! Rupanya kau belum tahu siapa kami. Kami adalah Gerombolan Kelabang Merah, anak buah Taring Beruang, pendekar hebat yang sudah tersohor namanya di seluruh bumi persilatan!”

Anindhita pun dengan galaknya menyergah, “Persetan dengan Kelabang Merah! Persetan siapa itu Taring Beruang! Selangkah lagi kalian berani maju, maka Pedang ini akan mencabut nyawa kalian!”

Perampok yang berdiri paling depan kelihatannya sudah mulai geram mendengar ucapan Anindhita barusan. Dia pun juga mencabut sebilah golok dari pinggangnya. Akhirnya tanpa menunggu lama, si perampok mulai menyerang.

Di waktu yang masih sama, para pemuda saat itu tengah berjuang dengan segenap upaya untuk mempertahankan desa mereka. Tiba-tiba Jagat Pramudita muncul ke tengah perkelahian dengan tubuh yang melayang di udara. Dia melemparkan jarum-jarum beracun ke arah para perampok itu.

Seketika saja setelah jarum-jarum itu menusuk tubuh mereka, para perampok tersebut langsung tumbang. Jarum ini merupakan senjata rahasia dari Mpu Seta yang sangat ampuh untuk melawan musuh dalam jumlah banyak.

Jagat Pramudita kemudian turun menginjak tanah. Dia segera mencabut pedang panjang yang tergantung di belakangnya. Setiap perampok yang maju dengan cepat langsung dia tebas satu persatu. Dia memainkan pedang dengan begitu lihai dan tangguh, bahkan tak ada satu senjata musuh pun yang bisa menyentuh dirinya. 

Di tempat lain, Taring Beruang sedang sibuk memandu para pasukannya agar segera membawa barang-barang hasil rampokan menuju kapal. Di antara mereka ada beberapa orang yang memikul karung beras, ada yang menarik hewan ternak, dan ada pula yang berlari mengangkut buntalan besar yang berisi uang serta perhiasan.

Dengan suara yang menggelegar, Taring Beruang memerintahkan kepada anak-anak buahnya, “Ayo, cepat! Jangan lambat! Bawa semua barang hasil jarahan kita masuk ke kapal!”

Ketika jarak mereka sudah semakin dekat dari tepian pantai, dan kapal besar mereka sudah kelihatan tidak jauh lagi di depan sana, tiba-tiba lalu Jaka Purnama muncul, sambil berlari di udara, tubuhnya melayang melewati di atas para perampok dan menginjaki kepala mereka satu persatu.

Para perampok yang tengah memikul barang rampasan itu pun terkejut dan jatuh terjerungkup. Jaka Purnama lalu turun menginjak tanah dan berdiri tepat di hadapan mereka.

Para perampok itu berdiri pelan-pelan dan melihat ke Jaka Purnama. Mereka menyaksikan seorang pendekar gagah dengan pakaian serba biru berdiri tegap menghadang mereka.

“Dasar Perampok Biadab! Turunkan semua barang-barang milik warga yang telah kalian rampas! Barang-barang itu bukan hak kalian!” ucap Jaka Purnama dengan suara lantang.

Para perampok itu segera menurunkan setiap barang yang mereka bawa, sebagian lagi ada yang mengikatkan hewan-hewan ternak di batang pohon. Mereka masing-masing kemudian mencabut golok, mendekat ke arah Jaka Purnama, lalu langsung berbaris membentuk lingkaran mengelilinginya. 

Jaka Purnama memperhatikan penampilan para lelaki yang ada di sekelilingnya itu. “Ternyata benar kalau ini adalah kalian, Gerombolan Kelabang Merah, para penjahat hina yang suka merampas hak milik orang lain!”

Dengan santai, Aryajanggala menghampiri Jaka Purnama yang sedang terkurung dalam formasi lingkaran pasukan Kelabang Merah. Dia berdiri di luar lingkaran tersebut dan menatap ke Jaka Purnama dengan sorot mata yang tajam.

“Baguslah kalau kau sudah mengenal siapa kami, Kisanak,” kata Aryajanggala. “Ternyata nyalimu cukup besar juga berani menghadang anak-anak buahku di tempat ini.”

Ini baru pertama kalinya Jaka Purnama melihat langsung sosok penjahat besar pemilik julukan sebagai Taring Beruang itu. Aryajanggala adalah lelaki dengan badan kekar, berkulit gelap, rambutnya tebal dan keriting bak pohon beringin, dan wajahnya penuh dengan brewok. Dia mengenakan baju merah tanpa lengan, celana hitam, dan ada sebilah keris yang terselip di sabuknya pada sisi sebelah kiri.

Di bawah sinaran bulan yang temaram, Jaka Purnama coba menghitung satu persatu jumlah musuh yang mengelilinginya, mereka semua ada delapan orang, berdiri di dekatnya dan menutup semua arah mata angin. Tak ada celah sama sekali untuk bisa keluar dari kepungan formasi itu.

Jaka Purnama memejamkan mata dan mulai berkonsentrasi. Dia berusaha mengaktifkan ajian Tenaga Dalam Inti Indurashmi. Dengan ajian ini dia tidak lagi melihat gerakan musuh menggunakan mata jasmani, namun segala gerak dan laku musuh akan bisa terbaca dengan pandangan mata batin. Ajian ini bahkan dapat mengetahui jurus lawannya sebelum lawan tersebut menyerang.

Dengan cepat, musuh yang berdiri di hadapan langsung maju dan melakukan sabetan ke arah leher. Jaka Purnama dapat merasakan hawa dari serangan itu sebelum serangan tersebut menyentuh dirinya, dia langsung menghindar dengan membalik badan seraya menunduk.

Kedua telapak tangan Jaka Purnama turun menyentuh tanah, dia menjadikannya sebagai tumpuan yang kuat untuk menahan berat tubuhnya. Kemudian dengan kedua kakinya sekaligus, Jaka Purnama melepaskan terjangan ke tulang rusuk lawan.

Lelaki itu langsung terpelenting ke belakang dan jatuh terguling kesakitan. Beberapa bilah tulang rusuknya patah akibat terjangan yang kuat itu.

Setelah melakukan terjangan dengan dua kaki, Jaka Purnama kembali membalik badan dan mengambil posisi telentang di tanah. Kemudian dia menghentakkan kedua kakinya ke tanah dan langsung melompat bangkit, dengan cepat, dia sudah kembali berdiri membentuk sikap kuda-kuda tengah.

Sebuah serangan datang lagi dari arah belakang. Kali ini seorang laki-laki melompat dan hendak membelah ubun-ubun Jaka Purnama.

Jaka Purna segera mengelak, dia melompat berputar ke sebelah kiri. Setelah serangan tersebut berhasil terhindarkan, lelaki tersebut rupanya kembali lagi menyerang dengan menikamkan goloknya ke arah Jaka Purnama.

Jaka Purnama menangkis tikaman itu dengan mengayunkan kaki kirinya ke dalam, diikuti pula dengan serangan siku yang tepat mengenai ke ulu hati lawan, kemudian kaki kanannya lanjut menendang dada lawan dengan sangat keras. Penjahat itu pun jatuh terjungkal dan lalu muntah darah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 150 : Ilmu Yang Sama

    Dengan menumpukan tangan di lantai teras yang terbuat dari batu, Prabu Surya Buana berjuang untuk bangkit. Argani pun lantas mendekatinya. Ketua Persaudaraan Iblis itu tentu tidak akan membiarkan lawannya yang hendak kembali berdiri. Baru beberapa langkah saja Argani berjalan, saat kaki kirinya mulai menginjak di atas lantai teras yang terbuat dari susunan batu, alih-alih terdengar ada suara yang berseru lantang sekali. “Akulah lawanmu, hai Bajingan!”Mendengar dirinya dipanggil dengan sebutan yang amat tak enak didengar oleh kuping, maka Argani pun memutar pandangannya ke belakang. Seorang pemuda rupanya telah berdiri tegak dengan dada busung dan sinar mata yang tegas. Orang itu tidak lain adalah Giandra.Argani pun membalikkan tubuhnya. Dia tak jadi mendekati Prabu Surya Buana. Kemunculan Giandra membuat Argani sangat jengkel. Seharusnya menurut Argani para pejuang kerajaan saat ini masih berada di Gunung Ratri, namun ternyata, ada satu orang yang sekarang sudah kembali, ini tentu

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 149 : Perisai Emas

    Baru sesaat Prabu Surya Buana tiba di halaman istana, dia lanngsung disambut dengan pemandangan yang benar-benar tidak menyenangkan. Di depan matanya sendiri, sang prabu menyaksikan mayat para pengawal yang bergeletakan di tanah. Tak ada satupun dari mereka yang masih hidup.Semua tubuh yang terkapar itu mati dalam keadaan hangus. Kulit mereka hitam legam bagaikan layaknya arang. Argani Bhadrika memang sangat kejam sekali.Melihat ada sosok yang berpakaian agung baru keluar dari dalam istana, Argani pun tak mau bertele-tele lagi, dia tahu kalau ini adalah Prabu Surya Buana, maka dia pun ingin langsung menantangnya saja sekarang.Pertemuan dengan sang raja ini sudah begitu lama direncanakan oleh Argani. Bila di akhir malam ini dia berhasil membunuh raja tersebut, niscaya tujuannya untuk mendapatkan takhta akan segera menjadi kenyataan.Prabu Surya Buana pun mengamati Argani yang mulai mendekat. Batinnya lantas bertanya-tanya siapakah orang ini. Sebelumnya sang prabu memang tak pernah b

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 148 : Keonaran di Halaman Istana

    Di akhir malam yang hampir mendekati waktu subuh, para pengawal semuanya berkumpul di halaman istana, mereka digemparkan dengan sebuah keributan, empat orang dari mereka yang menjaga pintu gerbang telah tewas tergeletak dengan mulut bersimbah darah.Saat itu hanya tinggal dua belas orang pengawal yang masih melindungi istana, sedangkan sisanya yang lain telah ikut pergi ke medan perang menjadi prajurit. Dengan jumlah yang amat sedikit ini, kekuatan mereka tak akan sepadan untuk menghadapi Argani Bhadrika.Kehadiran Argani yang muncul secara tiba-tiba bagaikan hantu di penghujung malam tentu membuat mereka jadi terheran-heran. Bagaimana bisa orang tak dikenal ini datang ke istana dan langsung melakukan porakporanda.Si peneror ini sudah membunuh empat penjaga yang berdiri di depan gerbang. Tak ada satu pun dari pengawal kerajaan yang mengenali Siapakah lelaki ini. Percakapan singkat pun lalu terjadi di antara para pengawal itu.“Sia

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 147 : Moksa

    Siluman Kera Putih dan Prabaswara saling bergerak dari arah berlawanan. Yang satu kelihatan ingin melimbai gada dan yang satu lagi hendak membabatkan golok. Langkah keduanya bagaikan arus sungai yang deras. Tak lagi mengenal kata surut apalagi tertahan.Saat golok Prabaswara akan mulai menyabet ke leher, tangan kirinya yang kosong menempel di dada, bersiap menepis bila Siluman Kera Putih juga akan memukul.Ternyata hal yang terjadi malah diluar perhitungan Prabaswara. Sabda Alam yang menyongsong dari arah berlawanan melentikkan tubuhnya ke belakang. Mata golok yang tajam itu gagal menyentuh dirinya. Tiba-tiba lalu dari bawah, ayunan gada yang berduri menghantam ke selengkangan Prabaswara!Pukulan dahsyat itu sampai sampai membuatnya terlonjak, bola matanya terbalalak menatap ke langit, dan saking menahan sakit yang tak dapat dibahasakan, mulut Prabaswara pun tak bisa lagi bersuara.Dengan kaki yang gemetar Prabaswara berjalan mundur. Bak pohon limbung didera tiupan angin, langkahnya t

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 146 : Melepas Masa Lalu

    Bayu Halimun terus mengejar orang yang dahulu pernah menjadi sahabat dekatnya itu. Dia tak tahu kemanakah Pangeran Kelelawar ingin membawanya. Mereka terbang melewati pohon-pohon besar di tengah kegelapan hutan yang sunyi.Walau mata Pangeran Kelelawar tak menoleh ke belakang, namun kehadiran Bayu Halimun yang dari tadi mengikuti dapat dirasakan olehnya. Aura kegelapan milik siluman burung hantu itu memang tak pernah berubah. Energinya sangat negatif. Itu disebabkan karena dia telah lama bergabung dalam persaudaraan Iblis, berkumpul dengan orang-orang jahat yang membuat jiwanya jadi tambah gelap.Setelah cukup jauh melayang di bawah binar purnama yang muram, akhirnya Pangeran Kelelawar menemukan juga lokasi yang cocok untuk meladeni Bayu Halimun. Yaitu hamparan rumput luas yang lumayan lengang dari pepohonan. Dalam pertarungan ini, Mahesa Bhamantara bertekad akan mengerahkan seluruh kemampuan kanuragan yang dia miliki. Bila dirinya berhasil mengalahkan Bayu Halimun, dia berharap deng

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 145 : Ada Yang Diam-diam Mengintai

    Malam yang dingin semakin larut. Lereng Gunung Ratri yang penuh pepohonan meranti sudah terlewati di belakang Giandra. Kini dia sedang berada di sebuah kawasan lembah yang masih tertutup hutan.Giandra coba-coba menghitung-hitung jarak perjalanan, menurut perkiraannya, dia nanti akan sampai di istana bertepatan dengan waktu terbit fajar.“Aku tidak boleh terlambat. Semoga saja Argani Bhadrika belum tiba di gerbang istana kerajaan. Jangan sampai bajingan itu mencelekai gusti prabu,” bantin Giandra dalam hati.Dari satu dahan pohon ke dahan pohon yang lain, Giandra terus melompat menggunakan ilmu peringatan tubuh. Temaram pucat cahaya bulan sudah cukup sebagai lentera yang menemaninya sepanjang jalan.Kecepatan Giandra saat melesat di udara dapat melebih laju seekor kuda perang. Sepanjang jalan Giandra tak melihat apa pun di sekitar kecuali hanya kegelapan belantara liar.Bayangan silam kembali terlintas di pikiran Giandra. Di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status