Mery memandu Alice untuk bertemu dengan Ivana, wanita paruh baya itu pergi menuju halaman belakang rumah yang terdapat sebuah taman bunga dengan berbagai jenis tumbuhan yang terawat di sana.
Alice sempat dibuat terpukau, terpesona dengan keindahan taman keluarga Borsman.Mery sempat memberitahu Alice jika taman bunga itu adalah tempat Ivana menyendiri dan menenangkan diri, Ivana sangat suka aroma bunga-bunga. Semenjak Ivana kehilangan penglihatannya, dia mulai belajar memperkuat kemampuan indra penciumannya, karena hal itulah taman bunga di halaman belakang rumah keluarga Borsman sangat diperhatikan secara khusus.Langkah Mery terhenti di antara jalan setapak.“Silahkan,” ucap Mery mempersilahkan.“Anda tidak akan masuk?”Mery tersenyum samar menyadari kegugupan Alice saat ini. “Tidak, saya akan menunggu di sini, tapi jika Anda membutuhkan bantuan, Anda bisa memanggil saya.”“Terima kasih,” jawab Alice melangkah ragu masuk ke dalam, sementara Mery berdiri menunggu di ujung jalan setapak.Pandangan Alice mengedar, mencari-cari keberadaan Ivana. Alice tidak tahu apapun tentang Ivana, satu-satunya yang dia tahu adalah, Giselle sangat membencinya.Ketika pertama kali Damian datang ke rumah dan ingin bertemu dengan Alice, meminta izin menikahkan Hayes dan Alice, Giselle berteriak menangis menyebut-nyebut nama Ivana dengan penuh kebencian dan mengutuknya dengan sumpah serapah.Entah apa yang telah terjadi di masa lalu di antara mereka bertiga, Alice yakin jika telah terjadi sesuatu yang serius.Langkah pelan Alice perlahan terhenti begitu melihat sosok seorang wanita yang duduk di bangku kayu dengan seekor kucing dipangkuannya.Ivana, wanita paruh baya itu terlihat cantik, berpenampilan anggun meski memiliki rambut yang sebagiannya sudah hampir memutih, pakaiannya sederhana karena keterbatasannya yang tidak bisa melihat akibat dari glukoma.Ivana terlihat sedang bermain dengan kucing hitam kesayangannya.Telapak tangan Alice berkeringat dingin, gadis itu gugup sekaligus takut, dia tahu apa yang harus dikatakan untuk memberi salam kepada Ivana.Menyadari ada seseorang yang datang dan memperhatikannya, Ivana segera melepaskan kucingnya agar pergi dari pangkuannya.“Siapa itu?” tanya Ivana.Dengan gugup Alice membungkuk memberi hormat, lalu kembali berdiri dengan kedua tangan yang meremas sisi rok yang kenakannya karena berkeringat dingin.“Selamat siang Nyonya Ivana,” sapa Alice terbata.Kening Ivana mengerut samar begitu tahu orang yang menyapanya adalah seorang peremuan. “Selamat siang,” jawab Ivana.“Perkenalkan, nama saya Alice,” ucap Alice.Pupil mata Ivana melebar tidak dapat menutupi keterkejutannya, wajahnya berubah pucat, begitu pula dengan senyuman ramah yang sempat terlukis di bibir menghilang dengan cepat. Ivana mencengkram kuat sisi kursi.“Oh.. kau yang menjadi isteri putraku?” tanya Ivana mendengus dengan senyuman terhinanya.“Itu benar,” jawab Alice ragu.“Untuk apa kau muncul di hadapanku? Kau ingin menertawakan aku yang kini tersiksa dan melaporkannya kepada ibumu?” Ivana menggeram marah dan kecurigaan yang berlebihan.“Saya datang atas perintah tuan Damian untuk memperkenalkan diri, saya tidak memiliki tujuan apapun.”Ivana tertawa sumbang. “Ah.. sekarang kau sudah mulai dekat dengan suamiku ternyata,” gumam Ivana seraya berdiri dengan bantuan tongkatnya, “apa kau dan suamiku berencana mengusirku dan Hayes, sekarang?”Alice mundur satu langkah, dia tidak mengerti sama sekali mengapa Ivana menuduhnya dengan alasan yang tidak dimengerti.“Saya tidak mengerti ucapan Anda,” jawab Alice terbata.“Jika kau tidak mengerti, maka pergilah jauh-jauh dari hadapanku! Kau ingin menyakitiku sebelum aku mati?” teriak Ivana marah.“Sa-saya minta maaf, saya tidak memiliki tujuan apapun.”“Omong kosong! Pergi!” teriak Ivana mengusir.Wajah Alice memucat, teriakan Ivana yang keras membuat tubuhnya refleks mundur satu langkah. “Sa-saya permisi, Nyonya,” ucap Alice terburu-buru membungkuk memberi hormat, lalu berlari pergi sebelum diteriaki Ivana lagi.Alice takut orang-orang akan menyalahkan dirinya dan berpikir jika dia telah menyakiti Ivana.“Sialan kau Damian! Apa deritaku selama ini masih tidak cukup bagimu?” jerit Ivana menangis, tongkat di tangannya mengayun ke segala arah dan membuat benda-benda yang terjangkau di sekitarnya berjatuhan ke lantai.Mery yang sejak tadi menunggu, langsung berlari menuju Ivana untuk menahan kemarahannya lebih jauh.Sekilas Alice melihat ke belakang, gadis itu hanya bisa menatap sedih menghadapi kenyataan ada berapa banyak orang yang marah dan membenci keberadaannya.Suara teriakan Ivana yang menangis meraung-raung berhasil membuat Damian datang lebih cepat. Damian langsung memeluk Ivana agar isterinya itu bisa mengendalikan amarahnya.“Apa yang kau lakukan hah? Kau ingin menyiksaku dengan mendatangkan anak wanita itu?” teriak Ivana menangis kian keras seraya memukul-mukul dada Damian.“Tenangkan dirimu lebih dulu dan berhenti berpikiran buruk,” nasihat Damian.“Kau jahat Damian! Dasar brengsek!”“Tenangkan dirimu Ivana!” Damian hampir berteriak menahan tangan Ivana agar berhenti memukul dadanya.“Bawa pergi dia! Aku tidak ingin mendengar suaranya! Aku sudah tersiksa sejak lama, apa itu tidak cukup bagimu?” teriak Ivana semakin histeris seraya memukul-mukul kepalanya sendiri.Alice yang mendengar permintaan Ivana berjalan semakin menjauh, gadis itu itu melangkah kebingungan tidak memahami apa yang telah terjadi hingga membuat Ivana histeris berlebihan seperti ini.Langkah Alice terhenti, dia berpapasan dengan Hayes yang hendak melihat keadaan ibunya.Sorot tajam penuh kebencian tergambar jelas di mata Hayes. Hayes langsung bisa menebak apa yang telah membuat ibunya menjadi histeris seperti sekarang.“Kau menemui ibuku?” tanya Hayes.To Be Continued...Satu menit..Dua menit..Tiga menit telah berlalu, masih tidak ada yang berbicara di antara mereka berdua, keduanya terjebak dalam diam, memandangi lautan yang terlihat lebih tenang dari biasanya.Tangan Alice terkepal meremas permukaan pakaiannya, jika tidak ada yang memulai pembicaraan, Alice akan terjebak lebih lama disini.Beberapa kali Alice menarik napasnya untuk mengumpulkan sebuah keberanian untuk memulai percakapan. “Bagaimana kabar Anda?” tanya Alice.Claud menggenggam kuat ujung tongkatnya, wajahnya bergerak ke sisi untuk melihat keberadaan Alice, bola mata Claud bergerak turun melirik perut Alice yang cukup besar meski usia kandungannya masih muda. Tubuh Alice yang pulih masih cukup terlihat sangat kecil, pasti akan sulit untuknya bergerak saat usia kandungannya mulai menginjak lima bulan.“Berapa usiamu?” Claud balik bertanya.Pandangan mereka saling bertemu, Alice tenggelam dalam sorot mata Claud Borsman yang pekat. Alice sudah terbiasa hidup dikelilingi orang-orang yan
Tangisan Eniko kian kencang, hatinya terguncang hebat oleh kata-kata yang tidak pernah sekalipun dia harapkan akan terucap dari mulut Theodor. Hidup Eniko berubah hanya dalam semalam, hatinya hancur seolah dunia disekitarnya runtuh tinggal debu. Eniko tidak pernah seputus asa ini dalam hidupnya hingga dia tidak dapat melihat masa depan lagi.Eniko malu bila terus egois mengikuti kata hatinya untuk tetap mengejar Theodor. Pria itu pantas mendapatkan wanita yang sebanding dengannya, Eniko tidak ingin keberadaannya membuat Theodor malu.“Menangislah sampai semua sesak didadamu berkurang,” nasihat Theodor terdengar sedikit canggung. Ini untuk pertama kalinya dia melihat Eniko menangis, memeluknya lebih dulu dan ini untuk pertama kalinya.Menyadari situasi yang kini tengah tidak begitu baik, perawat yang mengurus Eniko memilih mundur secara perlahan dan pergi meninggalkan ruangan untuk memberi mereka waktu luang.Ruangan itu kini hanya terdengar tangisan dan pelukan hangat Theodor yang sec
Theodor mengusapkan telapak tangannya pada sisi celana, menyingkirkan keringat dingin yang mengganggunya. Dia gugup tanpa asalan, beberapa kali dia harus menarik napasnya agar mendapatkan sedikit ketenangan sebelum mengetuk pintu dan memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan tempat Eniko dirawat.Dua langkah Theodor memasuki ruangan, pandangan Theodor langsung tertuju pada Eniko yang tengah duduk di ranjangnya, wanita itu memandangi jendela di depannya.Theodor melangkah dengan hati-hati sampai pada akhirnya Eniko menengok ke arahnya dan mereka terjebak dalam diam saling memandang satu sama lainnya.Napas Theodor tertahan di dada, melihat sisi wajah Eniko yang bengkak dan memiliki lebam cukup pekat hingga menghabiskan separuh wajah cantiknya, tangannya tepasang infusan dan dia mengenakan pakaian pasien.Mungkin butuh waktu beberapa hari agar lebam itu menghilang dari wajahnya.Dengan langkah yang berat Theodor mendekat dan berdiri di sisi Eniko yang tidak dapat mengalihkan pandan
“Mengapa Ayah membawanya kesini? Ayah tahu kan jika aku sangat membencinya.”“Aku juga tidak memiliki alasan apapun untuk dikatakan,” jawab Damian pelan.Damian tidak mengerti dengan alasan Claud yang mau datang menemui Alice, tidak seperti biasanya dia tertarik pada hal yang tidak menguntungkan. Anehnya, ada sesuatu yang tidak biasa dari Claud Borsman tunjukan, sepanjang perjalanan menuju Emilia Island, Claud hanya menanyakan kesehatan Hayes dan Alice, dia tidak membahas bisnis apapun.Hayes menghisap rokoknya, kepulan asap terlihat bergerak keluar dari mulutnya. Suasana hati Hayes telah dirusak oleh keberadaan Claud Borsman. “Jangan pernah coba-coba untuk mendamaikan aku dengannya, sekeras apapun Ayah berusaha, itu tidak akan berhasil,” peringat Hayes.“Aku tidak akan pernah memaksamu untuk memaafkan kesalahannya Hayes,” jawab Damian dengan nada menggantung. Dalam satu tarikan napas panjangnya Damian kembali berkata, “Hayes, selama ini, sebelum kau mengetahui kebenaran siapa diri
Wajah Claud Borsman berubah pucat, terkejut oleh sesuatu pertanyaan yang tidak pernah dia sangka. Claud Borsman terdiam membungkam kehilangan kata-kata untuk menjawab.Terlahir dari kelas bangsawan membuat Claud Borsman tebiasa dilayani dalam setiap hal, terbiasa menerima rasa hormat dari orang lain yang membangun jiwa angkuh di dalam dirinya.Keangkuhan itu membuat Claud Borsman tidak pernah meminta maaf dan bebas bertindak semaunya tanpa peduli itu benar atau salah, Claud Borsman tumbuh tanpa rasa penyesalan disetiap tindakan yang diambilnya karena dia menganggap setiap manusia yang terlibat dalam hidupnya sebatas objek sesaat.Claud Borsman sendiri tidak pernah tersinggung dengan kritikan tajam siapapun, dia terus berjalan di jalan yang menurutnya benar tidak peduli dengan halangan siapapun, karena siapapun yang berani menghalangi jalannya, Claud Borsman akan menyingkirkannya.Sekarang Hayes menutut maaf darinya?Apakah Claud Borsman bisa melakukannya? Apakah permintaan maaf akan s
“Sepertinya paman Damian sudah datang,” gumam Athur melihat sebuah mobil khusus telah terparkir di depan salah satu parkiran khusus resort.Athur menepikan mobilnya ke sisi. “Aku harus pergi memeriksa restaurant dulu.”Alice mengangguk dengan senyuman, gadis itu bergeser dan melangkah keluar ketika pintu disisinya sudah dibukakan oleh Hayes. Sementara Athur memutar balik mobilnya dan pergi meninggalkan tempat.Alice dan Hayes memasuki resort, sempat Hayes menanyakan kedatangan Damian dan menanyakan keberadaannya saat ini kepada seseorang yang menyambut.Resort yang dibangun sekitar satu tahun lalu itu akan segera diresmikan dalam waktu dekat karena pembangunan yang masih berjalan membutuhkan waktu satu tahun lagi.Jarang sekali mereka datang ke tempat ini meski sudah beberapa kamar yang tersedia, Alice dan Hayes lebih suka menghabiskan waktu mereka berdua di paviliun menjalani kehidupan yang sederhana. Hayes sesekali datang ke tempat ini untuk melakukan pertemuan dengan beberapa rekan