Happy reading:)
-Bukittinggi- Adityawarman sedang duduk di depan pekarangan rumah mewah milik Munandar. Tangannya memusat jauh ke depan. Dia merasa malu pada tindakan putranya. "Azyumardi telah mengirim pesan ancaman. Lagi, Zeira tahunya kalau Nizam telah berselingkuh. Artinya Zeira sudah pasti enggan hidup dengan lelaki yang telah menyelingkuhinya." Penuturan Adityawarman yang menggema membuat Munandar tertawa kecil. "Ini akan menjadi dilema besar untuk Nizam, dia seorang lelaki kere dan harus bersiap-siap dilupakan anak serta istri yang disayangnya. Akan tetapi, Angel pastinya akan segera menempati ruang yang redup itu. Angel itu selain cantik juga pintar! Cocok dengan karakter Nizam yang berambisi tinggi! Kamu percaya sama hubungan mereka, awalnya tak cinta namun seiring dengan waktu mereka akan berubah!" jawaban Munandar masuk akal Adityawarman. "Lalu, cucuku?" Adityawarman seolah masih memikirkan Zidan yang terkadang terlintas dalam pikirannya berkali-kali. " "Kita buat rencana lain agar Zeira
"Ma fi qalbi gairullah...tiada ada di dalam hatiku selain Allah..." Zulkarnain seolah mengingatkan Zeira pada sakit hatinya. "Ini makanya enakkan menikmati serabi yang Abang bawa!" jawabnya ketus dengan mimik wajah yang seperti hendak menangis. "Ya sudah nangis saja!" Jubaedah yang turut memperhatikan raut wajah Zeira ikut mengeluarkan suaranya. "Nggak mau! Kenapa harus pada orang yang sudah menduakan Zeira!" ucapan dengan air mata berderai. Yulita yang baru selesai berdandan serta bersiap-siap untuk pergi bekerja penasaran pada handphone Zeira. Dia yakin Zeira menerima pesan-pesan yang membuatnya menangis. "Maaf Zeira, aku lancang!" desisnya serta membuka layar handphone. "Tidak ada apa-apa!" ucapnya berbicara sendiri setelah memeriksa isi pesan-pesan. Lalu, dibawanya handphone dan diberikannya pada Zeira. "Mbak, kenapa?" tanyanya penasaran lalu duduk di sebelah abangnya sedangkan tangan meraih gorengan. "Kemarin telah dikirimnya foto-foto Bang Nizam sama Angel. Malam tadi Bang
Pikiran Zulkarnain memang sedang terganggu. Dia pun tak ingin melihat kepergian Zeira. Setelah menikmati secangkir kopi langsung pamitan untuk pergi ke tempat bengkel miliknya yang sebagai penopang kebutuhan keluarganya. "Pergi ke bengkelnya. Cepat sarapan sini, biar ibu yang antar kamu hingga Sukabumi!" ucapan Jubaedah membuat Yulita melongo. "Ibu yang mau antar Zeira?" tanyanya terkejut. "Salah apa ikut anak sendiri?" jawab ketus Jubaedah sembari bergegas masuk ke dalam kamarnya demi mempersiapkan diri. Yulita terpaku sejenak lalu mengikuti ibunya, "Ibu di sana berapa lama? Apakah Zeira tak keberatan?" tanyanya meyakinkan. "Mana ada pasal keberatan ibu mau ikut Zeira. Lagi, biar ibu merasakan suasana kampung. Tapi, rumah Zeira tak bagus, ya Bu. Hanya bersih dan alhamdulilah kalau hujan tidak kebocoran." Tiba-tiba saja Zeira berbicara serta sudah berdiri di tengah-tengah pintu kamar Jubaedah. Yulita masih bingung dibuatnya kenapa ibunya tiba-tiba saja mau ikut Zeira, dia pun segera
Mendengar penuturan dari Jubaedah membuat Zeira terdiam dan menjawab, "Tunggu beberapa saat ya, Bu!" Jubaedah menimpali, "Putraku sepertinya sudah menyukaimu!" Zeira menundukan kepalanya dan tak menjawab apa-apa. 'Aku tidak menyukaimu, Bang Nain. Hanya saja aku jatuh cinta pada ayat yang kamu lantunkan jauh ketika aku memilih menikah Bang Nizam. Bagiku ayat-ayat itu sebagai penyempurna jiwa dan raga. Tapi kenapa ayat itu kembali terdengar dan darimu, Bang Nain?' batin Zeira menjelaskan akan tatapan pada Zulkarnain seminggu yang lalu. *** Di depan imigrasi Jakarta Selatan, Tommy berpose sembari mengacungkan paspornya. "Life is journey! Find your own way to make your journey wonderful!" Entahlah itu kata-kata motivasi siapa yang buat atau Tommy sendiri yang membuat itu demi memotivasi dirinya. Jelasnya, Tommy termotivasi karena cinta dan cinta itulah yang membuatnya nekad pergi ke Belanda. "Aku harus beritahu ini pada Zeira!" ucapnya penuh semangat. "Yakin Zeira akan menyukaimu?"
"Aku akan ambil Zidan dari Zeira!" ungkap Nizam seolah dirinya telah yakin kalau Zeira berubah dan bisa terbeli oleh uang. Angel mendadak membisu. "Pastinya tak akan mau membesarkan anak yang bukan anakmu 'kan?" Nizam meyakinkan. Angel menatap wajah Nizam sangat lekat. "Yakin Mbak Zeira mau memberikan Zidan pada Abang?" tanyanya kemudian. "Bukan lebih baik berikan biaya perbulan dan adakan pertemuan setiap bulan?" Seolah perencanaan itu akan diterima oleh Zeira dengan mudah. Setidaknya diskusi panjang harus dilakukan oleh kedua belah pihak di ruang sidang. Terlebih lagi Zidan masih bayi serta masih butuh asi. Nizam terdiam sembari memutar-mutar sendok di dalam cangkir susu hangat yang sudah dipesannya. Sementara Angel seperti memiliki beban lain kalau lelaki di depannya ini hatinya sudah ditempati oleh lainnya. Ya, begitulah konsekuensi mencintai lelaki yang telah memiliki anak dan istri. Istri boleh diceraikan, akan tetapi posisi anaknya tetap ada selamanya. *** -Bukittinggi-
Neni sudah menyediakan kamar untuk Dahlan dan itu adalah kamar Ujang. Di dalam kamar yang lumayan cukup nyaman serta bersih Dahlan merebahkan badan setelah pura-pura menjadi seorang beragama yakni melakukan ibadah kepada Maha Penerima Ampunan serta Taubat. Pikirannya pada tanggung jawab, kebutuhan perekonomian keluarga serta wajah Zeira dengan Zidan. Sedang merasakan kekalutan karena baru pertama kali Munandar menyuruh pembunuh yang mangsanya seorang wanita polos beranak kecil lucu. Tiba-tiba dia mendengar Neni serta Arman bergaduh. "Laki-laki tak tahu malu!" desisnya karena Neni meributkan Arman yang mengambil uang itu. "Ini pinjam dulu untuk ke Bandung!" ucap Arman dan bicaranya tepat di depan Dahlan serta hampir ditabraknya. "Bang, kamu memang lagi nganggur?" tanya Dahlan tanpa basa basi. "Iya, sudah hampir 4 tahun!" jawab Arman jujur. Dahlan tiba-tiba berbisik pelan. Bisikan itu membuat Arman melotot sembari berbicara keras sekali, "Yang benar? Masa sebanyak itu musuh Zeira!" "
-Pengadilan Agama Negeri Sukabumi-Zeira berdiri di depan gedung yang di sana terdapat segala pemrosesan. Tubuhnya mendadak berkeringat dingin dan kaku. Jubaedah menoleh tubuh cantik yang berbalut pakaian muslimah warna navy masih bergeming bak patung tepat di depan teras pengadilan."Ayo, bismillahirrohmanirrohim...." Tangan Jubedah menuntun lembut lengan Zeira."Bu, Zeira nggak jadi saja bercerainya!" ucap spontan Zeira dan badannya dibalikan bermaksud untuk meninggalkan teras pengadilan.Tiba-tiba Adam datang dari dalam sambil menggendong Zidan karena dia memang sudah terlebih dahulu tiba di pengadilan dengan membawa Zidan atas permintaan para hakim."Ayo, kamu hanya tanda tangan saja, kok!" ujar Adam begitu melihat Zeira seperti enggan masuk ke dalam."Lucu Pak Adam, ketika hendak nikah dulu sangat mudah saja dibarengi senyuman. Sekarang meski ke sini dan membeberkan aib suami serta diadili seperti kriminal!" jawab spontan Zeira serta dengan cepat keluar dari pengadilan. "Zeira!"
Nizam yang ditanya Tommy yang menjawab, "Mister, I'm his friend!" Kemudian dengan cepat menghampiri dan menjabat tangan Sander penuh paksaan kendati Sander berekspresi seperti kurang menyukainya. "Okey, Nizam. Ayo ikut saya!" ajak Sander sembari lebih dahulu berjalan. Ya, Tommy sudah ada di Belanda dan langsung akrab dengan Mark Dunhe. Dari Tommy inilah Mark tahu alasan Nizam kenapa tidak jadi bekerja padanya. Sehingga Tommy dibawa oleh Mark ke perusahaan milik Aldert. Mark yang sedang menunggu di parkiran mobil tepatnya di lobi ikut penasaran pada keluarga Angel lalu dia pun ke luar mobil serta cepat sekali masuk ke dalam lobi. "Pantesan Nizam bisa berubah dalam beberapa bulan, orang dia hidup berkecukupan di sini!" ucap Tommy serta saat bersamaan pintu lift pun terbuka, karena setelah berbicara pada Sander langsung masuk ke dalam lift tanpa menghiraukan Nizam yang masih terpaku oleh tamparannya. "Tommy, kamu sudah bertemu dengan Nizam?" tanya Mark yang sudah berdiri di depannya.