Istri Buta 100 Juta Tak Tertandingi

Istri Buta 100 Juta Tak Tertandingi

last updateLast Updated : 2025-08-22
By:  Donat MblondoUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
10Chapters
15views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Dibeli dengan harga 100 juta yuan, Anli si gadis buta itu hanya dianggap sebagai istri kontrak untuk melancarkan rencana Qin Yuze yang ingin menenangkan neneknya. Namun, takdir berkata lain. Di malam ketika Yuze nyaris kehilangan nyawa, Anli, istri yang selalu diremehkan itu justru menyelamatkannya dengan kemampuan luar biasa yang ia dapatkan dari darah keturunan ibunya (Sang Master Herbalis, Sua Luqi) #SquelTabibCantikMilikPangeran

View More

Chapter 1

1. Transaksi

"Cepat masuk! Hujan akan bertambah deras," suara berat seorang pria berjas hitam memecah keheningan.

Anli berdiri di tengah jalan kecil yang berlumpur, matanya yang pucat memantulkan kilatan abu-abu samar. Itulah batas pandangannya, siluet buram yang tak punya warna. Ia menunduk sedikit, meraba jalan dengan ujung sepatu sebelum melangkah. Butiran air terjatuh menetes di pipinya, membasahi rambut panjang yang digelung seadanya.

Ia tidak tersandung. Langkahnya terlatih. Dulu, bertahun-tahun lalu, ada seseorang yang menanamkan dalam dirinya bahwa mata bukan satu-satunya cara untuk melihat dunia. Bahkan ketika tubuhnya terluka, ia tahu bagaimana menjaga keseimbangan, membaca arah angin, dan mengandalkan suara.

Di lehernya tergantung sebuah liontin kecil dari perak kusam, berbentuk oval dengan ukiran satu kata: Anli. Itulah satu-satunya petunjuk tentang identitasnya ketika sepasang suami istri tua menemukannya tujuh tahun lalu, tergeletak di tepi sungai Beishan dengan kepala berlumuran darah. Hal inilah yang membuat mata gadis itu rusak dan ingatannya terhapus.

Keduanya adalah pemulung, hidup dari sisa-sisa yang ditinggalkan orang lain. Meski sering kekurangan makan, mereka memberi gadis itu tempat berteduh di gubuk reyot, membagi semangkuk bubur tipis, dan memeluknya ketika mimpi buruk datang di malam-malam musim dingin.

Namun kemiskinan selalu lebih kuat daripada rasa iba. Hutang menumpuk, dan jalan keluarnya adalah menjual gadis itu. Anli tahu. Baginya, keputusan itu bukan pengkhianatan. Hanya kenyataan pahit yang tak bisa diubah.

Pagi itu, gerimis pelan. Anli berdiri di ambang pintu gubuk, memegang botol kecil berisi salep herbal beraroma pahit-manis. Satu-satunya benda yang ia buat dengan tangannya sendiri dari daun-daun kering yang ia kenali lewat sentuhan dan bau. Ia bahkan tak ingat siapa yang mengajarinya, hanya samar-samar merasakan bayangan tangan halus seorang perempuan dan suara lembut yang membisikkan nama-nama tanaman di telinganya.

“Akan ada yang memberimu makan di sana,” suara bapak angkatnya serak, bergetar di antara batuknya yang tua.

“Dan atap yang tak bocor,” sambung istrinya, mencoba tersenyum meski matanya sembab. Jemari keriputnya meraih liontin di leher Anli, mengusapnya seolah ingin menanamkan kehangatan terakhir.

Anli mengangguk pelan. “Kalian sudah memberiku tujuh tahun hidup. Itu lebih dari cukup,” ucapnya lirih. Tidak ada air mata. Hanya suara yang tenang, tapi menyimpan berat yang membuat dada mereka sesak.

Ia melangkah menuju tanah becek menyerap jejak kakinya. Di belakang, mereka berdiri mematung, terlalu berat untuk mendekat, terlalu sakit untuk melihatnya pergi.

Guyuran rintik air dari langit mulai deras ketika pintu mobil terbuka. Seorang pria berjas hitam berdiri di sampingnya, memegang payung besar yang sama sekali tak melindungi tanah di bawahnya dari genangan.

“Ayo! Hujannya semakin deras!” suaranya datar, tak memberi ruang untuk penolakan.

Anli meraih pintu dengan hati-hati, jarinya meraba tepian logam yang dingin. Di balik rintikan air deras yang meredam dunia, ia masih bisa mendengar suara napas orang tua angkatnya dari kejauhan. Berat, terputus-putus, seperti sedang menahan sesuatu yang tak boleh pecah.

Liontin di lehernya terasa dingin, menempel di kulit lembab. Jemarinya mengepal di atasnya, untuk mengunci semua yang pernah ia miliki di tempat itu: aroma bubur jagung di pagi hari, suara batuk bapak angkatnya, dan sentuhan lembut ibu angkatnya saat membetulkan selendang di bahunya. Semua itu akan ia tinggalkan, bukan karena mau, tapi karena hidup memaksanya berjalan.

Mobil melaju pelan di jalan licin. Dari jendela, ia menangkap siluet samar gubuk reyot itu untuk terakhir kalinya, lalu kabut hujan menelannya.

Kilatan lampu kota menyapu wajah Anli ketika mobil melaju menembus malam. Suara mesin yang stabil seperti detak waktu yang membawa dirinya jauh dari satu dunia ke dunia lain. Tapi di kepalanya, potongan suara yang ia dengar malam sebelumnya masih bergema.

Malam itu, hujan juga turun. Di dalam gubuk reyot, hanya ada cahaya redup dari lampu minyak yang berkelip setiap kali angin menyusup dari celah papan. Bapak angkatnya duduk di kursi, tangan kasarnya menggenggam amplop tebal. Jemarinya bergetar, entah karena usia atau karena beban uang di tangannya. Di seberangnya, seorang pria muda berdiri dengan jas hitam licin, rapi tanpa setitik pun debu. Qin Yuze.

“Seratus juta yuan,” ucapnya dingin sedingin suasana malam itu. “Anggap lunas semua hutang kalian. Setelah malam ini, kalian tak punya urusan lagi dengannya.”

Bapak angkat Anli menelan ludah, matanya mencari wajah istrinya yang duduk di sudut, memeluk lutut erat-erat. “Tuan Qin… dia anak yang baik. Dia bisa bekerja. Tidak perlu—”

“Kalau bisa bekerja, dia sudah melunasi hutang kalian sendiri,” potong Yuze, nadanya tetap datar, seperti sedang membacakan laporan cuaca. “Aku tidak tertarik pada pekerjaannya. Aku hanya butuh status pernikahan untuk menghentikan ocehan Nenek.”

Kalimat itu jatuh seperti batu ke lantai kayu, dingin dan berat, tanpa sedikit pun rasa bersalah.

Ibu angkat Anli mendongak, matanya berkaca-kaca. “Dia… buta, Tuan Qin.”

“Aku tahu,” jawab Yuze singkat. Tatapannya tidak goyah. “Justru itu membuatnya sempurna. Dia tidak akan menghalangi hidupku. Tidak akan menuntut cintaku. Dan yang terpenting—” bibirnya bergerak sedikit, “—tidak akan menimbulkan skandal.”

Ia tidak menunggu reaksi. Hanya melirik jam di pergelangan tangannya, lalu menambahkan, “Besok pagi, sopirku akan datang menjemput. Pastikan dia siap.”

Suara langkah kakinya menghilang di luar gubuk, berganti dengan raungan mesin mobil yang cepat menghilang dalam hujan.

Di sudut gelap ruangan, Anli duduk diam. Ia tak pernah melihat jelas wajah Yuze, hanya siluet tegap dan suara yang menusuk tanpa emosi. Tapi ia mendengar setiap kata. Dan di tengah dinginnya malam, ia tahu satu hal: lelaki itu tidak membelinya untuk dicintai.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
10 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status