Nizam seketika berkeringat dingin. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Angel itu adalah keponakan dari lelaki pemilik agensi di mana dirinya diproses. Perasaan kalut membuatnya terdiam di depan tercecarnya spare part yang sedang diteliti olehnya. 'Sial!' ucapnya dalam senyap. "Halo, Nizam! Kamu baik-baik saja 'kan?" Munandar masih mengeluarkan suaranya di ujung telepon. Napas Nizam ditarik kasar, otaknya berpikir keras untuk mengelak dan melepas tanggung jawab pada apa yang telah dilakukan ke Angel. "Aku tak akan menduakan istriku! Kenapa juga Angel seolah sengaja membuatku terangsang!" desisnya dan tak sadar kalau dirinya sedang berbicara di telepon. "Kalau kamu tidak mau menduakan istrimu! Ceraikanlah!" Munandar menjawab desisan Nizam kendati pelan itu terdengar oleh Munandar sangat jelas. "Jangan mimpi! Aku ke sini untuk dia dan anakku!" Nizam bertutur dan langsung menutup teleponnya. Serta langkahnya bergegas ke ruangan Aldert. Tanpa mengetuk pintu Nizam langsung masuk begitu
"Oh, yeah. Love you too!" jawaban Nizam sedang bermain api. Dan inilah yang akan dipermainkannya sekarang. Karena saat bersamaan Azyumardi mengirimkan pesan membuat Nizam bersandiwara. 'Keluargaku ternyata serius tidak menyukai istriku! Padahal mereka telah mempunyai cucu darinya!' Nizam meringis pilu dan dibuatnya wajib memperlakukan Angel dengan baik. Kenapa demikian? Serta setega itukah keluarga besar Nizam berperlakuan? *** -Sukabumi- Arman berdiri di depan rumahnya yang sedang berpikir keras agar keluarga kecilnya tidak ditopang oleh mertuanya. Dia pun sudah bertekad untuk merantau ke Bandung. Tiba-tiba saja terdengar suara nyaring di dalam kamar anak laki-lakinya. "Ayah...Ibu...." Teriakan itu membuat Arman bergegas mehnghampiri. "Ujang! Ada apa?" "Ini uang apa, Pak?" tanya Ujang sembari mengurai-urai perlembar uang dolar yang ada di dalam kotak kayu. Neni langsung memeriksa satu persatu uang tersebut, "Ini uang dollar! Dari mana Zeira dapat uang sebanyak itu? Bagaimana ko
'Jangan-jangan dia yang masuk ke dalam rumah Zeira! Tapi, apa Zeira menaruh barang-barang berharga di dalam rumahnya?' batin Adam sambil langsung berbalik arah untuk kembali ke rumah Zeira diikuti oleh Mang Dodo. Begitu sampai di rumah Zeira, Adam bergegas membuka pintu dan memeriksa ke dalam kamar. Diperhatikan seluruh ruangan dari sudut persudut, matanya tertuju pada satu jepit rambut warna coklat tua yang tergeletak di dekat lemari. Diambilnya jepitan itu dan dimasukan ke dalam saku baju kokonya. Setelahnya, dia memeriksa kembali ruangan yang sekiranya mecurigakan. Pikirannya agar segera memberitahukan kejadian ini pada Zeira, dan langsung meneleponnya. "Assalamu'alaikum, Pak!" Sahutan lembut suara wanita beranak satu sudah terdengar di dalam telepon jadul miliknya. "W*'alaikumsalam warrohmatullah!" Adam menjawab salamnya. Kemudian tak menunggu waktu Adam segera membicarakan perihal yang sedang terjadi. Itu membuat Zeira teringat pada uang pemberian Nizam. "Pak, tolong buka lemari
-Bukittinggi- Adityawarman sedang duduk di depan pekarangan rumah mewah milik Munandar. Tangannya memusat jauh ke depan. Dia merasa malu pada tindakan putranya. "Azyumardi telah mengirim pesan ancaman. Lagi, Zeira tahunya kalau Nizam telah berselingkuh. Artinya Zeira sudah pasti enggan hidup dengan lelaki yang telah menyelingkuhinya." Penuturan Adityawarman yang menggema membuat Munandar tertawa kecil. "Ini akan menjadi dilema besar untuk Nizam, dia seorang lelaki kere dan harus bersiap-siap dilupakan anak serta istri yang disayangnya. Akan tetapi, Angel pastinya akan segera menempati ruang yang redup itu. Angel itu selain cantik juga pintar! Cocok dengan karakter Nizam yang berambisi tinggi! Kamu percaya sama hubungan mereka, awalnya tak cinta namun seiring dengan waktu mereka akan berubah!" jawaban Munandar masuk akal Adityawarman. "Lalu, cucuku?" Adityawarman seolah masih memikirkan Zidan yang terkadang terlintas dalam pikirannya berkali-kali. " "Kita buat rencana lain agar Zeira
"Ma fi qalbi gairullah...tiada ada di dalam hatiku selain Allah..." Zulkarnain seolah mengingatkan Zeira pada sakit hatinya. "Ini makanya enakkan menikmati serabi yang Abang bawa!" jawabnya ketus dengan mimik wajah yang seperti hendak menangis. "Ya sudah nangis saja!" Jubaedah yang turut memperhatikan raut wajah Zeira ikut mengeluarkan suaranya. "Nggak mau! Kenapa harus pada orang yang sudah menduakan Zeira!" ucapan dengan air mata berderai. Yulita yang baru selesai berdandan serta bersiap-siap untuk pergi bekerja penasaran pada handphone Zeira. Dia yakin Zeira menerima pesan-pesan yang membuatnya menangis. "Maaf Zeira, aku lancang!" desisnya serta membuka layar handphone. "Tidak ada apa-apa!" ucapnya berbicara sendiri setelah memeriksa isi pesan-pesan. Lalu, dibawanya handphone dan diberikannya pada Zeira. "Mbak, kenapa?" tanyanya penasaran lalu duduk di sebelah abangnya sedangkan tangan meraih gorengan. "Kemarin telah dikirimnya foto-foto Bang Nizam sama Angel. Malam tadi Bang
Pikiran Zulkarnain memang sedang terganggu. Dia pun tak ingin melihat kepergian Zeira. Setelah menikmati secangkir kopi langsung pamitan untuk pergi ke tempat bengkel miliknya yang sebagai penopang kebutuhan keluarganya. "Pergi ke bengkelnya. Cepat sarapan sini, biar ibu yang antar kamu hingga Sukabumi!" ucapan Jubaedah membuat Yulita melongo. "Ibu yang mau antar Zeira?" tanyanya terkejut. "Salah apa ikut anak sendiri?" jawab ketus Jubaedah sembari bergegas masuk ke dalam kamarnya demi mempersiapkan diri. Yulita terpaku sejenak lalu mengikuti ibunya, "Ibu di sana berapa lama? Apakah Zeira tak keberatan?" tanyanya meyakinkan. "Mana ada pasal keberatan ibu mau ikut Zeira. Lagi, biar ibu merasakan suasana kampung. Tapi, rumah Zeira tak bagus, ya Bu. Hanya bersih dan alhamdulilah kalau hujan tidak kebocoran." Tiba-tiba saja Zeira berbicara serta sudah berdiri di tengah-tengah pintu kamar Jubaedah. Yulita masih bingung dibuatnya kenapa ibunya tiba-tiba saja mau ikut Zeira, dia pun segera
Mendengar penuturan dari Jubaedah membuat Zeira terdiam dan menjawab, "Tunggu beberapa saat ya, Bu!" Jubaedah menimpali, "Putraku sepertinya sudah menyukaimu!" Zeira menundukan kepalanya dan tak menjawab apa-apa. 'Aku tidak menyukaimu, Bang Nain. Hanya saja aku jatuh cinta pada ayat yang kamu lantunkan jauh ketika aku memilih menikah Bang Nizam. Bagiku ayat-ayat itu sebagai penyempurna jiwa dan raga. Tapi kenapa ayat itu kembali terdengar dan darimu, Bang Nain?' batin Zeira menjelaskan akan tatapan pada Zulkarnain seminggu yang lalu. *** Di depan imigrasi Jakarta Selatan, Tommy berpose sembari mengacungkan paspornya. "Life is journey! Find your own way to make your journey wonderful!" Entahlah itu kata-kata motivasi siapa yang buat atau Tommy sendiri yang membuat itu demi memotivasi dirinya. Jelasnya, Tommy termotivasi karena cinta dan cinta itulah yang membuatnya nekad pergi ke Belanda. "Aku harus beritahu ini pada Zeira!" ucapnya penuh semangat. "Yakin Zeira akan menyukaimu?"
"Aku akan ambil Zidan dari Zeira!" ungkap Nizam seolah dirinya telah yakin kalau Zeira berubah dan bisa terbeli oleh uang. Angel mendadak membisu. "Pastinya tak akan mau membesarkan anak yang bukan anakmu 'kan?" Nizam meyakinkan. Angel menatap wajah Nizam sangat lekat. "Yakin Mbak Zeira mau memberikan Zidan pada Abang?" tanyanya kemudian. "Bukan lebih baik berikan biaya perbulan dan adakan pertemuan setiap bulan?" Seolah perencanaan itu akan diterima oleh Zeira dengan mudah. Setidaknya diskusi panjang harus dilakukan oleh kedua belah pihak di ruang sidang. Terlebih lagi Zidan masih bayi serta masih butuh asi. Nizam terdiam sembari memutar-mutar sendok di dalam cangkir susu hangat yang sudah dipesannya. Sementara Angel seperti memiliki beban lain kalau lelaki di depannya ini hatinya sudah ditempati oleh lainnya. Ya, begitulah konsekuensi mencintai lelaki yang telah memiliki anak dan istri. Istri boleh diceraikan, akan tetapi posisi anaknya tetap ada selamanya. *** -Bukittinggi-