"Maaf, Pak. Tolong jangan mempersulit saya! Saya harus bertanggungjawab atas Kai dan memastikan Kai sampai di rumah dengan selamat."
"Iya, nanti akan saya antar ....""Maaf, Pak. Saya tidak bisa."Tak ingin berdebat, Mang Udin menyudahi percakapan dengan menunduk hormat, memberi kode agar Mahendra mengerti maksudnya. Lalu, si tukang ojek itu menarik tangan Kai.Melihat sikap tanggung jawabtersebut, Mahendra merasa tidak punya pilihan lain selain menyerah. Dia pun tak mau membuat Hana kesal karena mengajak Kai menghabiskan waktu istirahat tanpa sepengetahuannya.Selain itu, dia merasa salut dan mengacungkan jempol dengan kegigihan yang dimiliki sang tukang ojeg untuk menjaga Kai. Dalam hati, ia pun tersenyum lega.***"Bro, siapa nama lengkap cewekmu itu? Kamu tahu?"Berdiri sambil menyelipkan satu tangan ke saku, Aldo memasang wajah serius bertanya saat mereka sudah berada di ruangan Mahendra. Satu tangan AMasih belum puas, Pak Bambang terus melempar protes. Ia tak tahu jalan pikiran Mahendra. Ia tak percaya seorang direktur yang selalu disegani dan bersikap dingin akan memperlakukan calon karyawan itu dengan sangat spesial. "Kerjakan sesuai yang aku berikan, jangan bertanya lagi. Semua risiko akan saya tanggung dan aku tidak akan melibatkanmu. Jadi, lakukan saja apa yang sudah aku putuskan."Tegas, Mahendra menutup perdebatan dengan elegan."Baik, Pak.""Oh, ya, lakukan interview besok. Kamu hubungi dia sekarang dan besok juga dia sudah harus ada di sini. Dan pastikan dia menerima tawaran itu. Kamu paham?""Apa tak terkesan buru-buru, Pak?""Lebih cepat lebih bagus. Bila mungkin juga, tadinya saya mau sore ini dia sudah mulai bekerja di sini.""Tapi sepertinya sulit jika harus besok. Saya khawatir wanita itu akan menolak menerima tawaran pekerjaaan ini. Lantaran saya baca isi kontrak kerja ini ....""Pakai kemam
"Maaf, Pak. Kalau saya lancang. Tapi saya butuh uang itu sekarang untuk menyelamatkan anak dan ibu saya. Tapi saya janji akan bekerja dengan baik. Lembur pun akan saya lakukan untuk membayar pinjaman saya."Hana terpaksa melelangkan harga diri untuk mempertahankan rumah kontrakannya. Istri Bang Togar mengamuk dan memaki ibu sehingga wanita senja itu tertekan dan langsung menghubungi Hana beberapa kali. Meski ibu tahu putrinya sedang menjalankan interview panggilan kerja."Saya tidak bisa memberi wewenang itu sendiri, Bu Hana. Anda belum kerja sedetik pun di perusahaan kami tetapi Anda sudah mengajukan pinjaman. Sungguh, Anda sangat berani."Sang HR menggeleng dengan senyuman tipis di bawah kumis tebalnya. Tadinya ia menduga kalau Hana pasti ada hubungan pribadi dengan atasannya. Pasalnya dengan hanya berbekal ijasah SMA, Hana bisa mendapat posisi khusus. Bahkan, ia disuruh oleh atasannya, harus berhasil membuat wanita itu mau bekerja di perusahaan minuman yang sudah
To the point ia mengutarakan keinginannya. Tadi ibu mengatakan istri Bang Togar akan datang lagi sore ini untuk menagih utangnya. Jika uang tersebut belum dia dapatkan, siap-siap mereka berkemas dan mengangkat kaki dari tempat tersebut.Tak berkata apapun, Pak Bambang mengangguk menyetujuinya. Lalu, tanpa berpikir panjang lagi, ia mengambil pulpen dan membubuhi tanda tangan. Wajah ibu dan Kai memenuhi pikirannya, itulah yang menyebabkan dia terpaksa menerima posisi tersebut dengan syarat yang tak masuk di akalnya. Kontrak kerja dengan masa yang akan ditentukan atasannya. Siapa memangnya atasan itu? Dia saja belum pernah melihatnya."Selamat bergabung dan bekerja di perusahaan kami. Semoga Bu Hana betah dan bisa bekerjasama dengan karyawan lain."Sebuah uluran tangan hangat dari Pak Bambang dan Hana menyambutnya. Pemilik tubuh sedikit gendut itu lega karena tugas yang diberikan sudah terselesaikan dengan baik yaitu membuat Hana menerima pekerjaan yang sudah
Baru saja Kai dan Mahendra berhenti di depan dua anak lain, mereka mendapatkan serangan aksara yang sangat memilukan hati Mahendra. Bagaimana bocah seperti mereka sudah mengerti kalimat bully-an seperti itu? Namun, jika diperhatikan dengan seksama, umur mereka sedikit berbeda dengan umur Kai. Bisa dilihat dari wajah dan ukuran tubuhnya."Ini dia orangnya. Papa yang selama ini aku ceritakan ke kalian. Papaku baru pulang dari luar negri seminggu yang lalu. Jika kalian masih belum percaya, kalian bisa tanyakan langsung kepada papaku." Kai membalas ocehan mereka sambil menunjuk Mahendra dengan tangan masih menggenggam jemari Mahendra yang jauh lebih besar dari miliknya. Mahendra masih diam menyimak apa yang diinginkan ketiga anak tersebut."Ah, kami tak percaya. Kau kira kami bodoh? Dasar anak haram, ya, tetap anak haram!" Makian itu menyentil hati Mahendra sedangkan bagi Kai, makian itu sudah biasa ia dengar."Hai, anak kecil. Jaga ucapan kalian. Ka
"Selamat siang, apa Anda Ibu Hana?"Lelaki itu berjalan dan berhenti tepat di depan kursi, tempat Hana duduk tadi. Lalu, ia mengulurkan tangan dan menunggu sambutan Hana yang langsung berdiri."Iya, benar, Pak. Saya Hanami Ramadhani."Wanita tersebut menampilkan lesung pipi kiri seraya berjabat tangan dengan pria keriting tersebut. Pria itu pun membuka masker dan menampakkan gigi putih bak model iklan pasta gigi."Perkenalkan, saya Aldo, general manager di perusahaan ini. Maaf karena telah membuat Anda menunggu lama.""Aldo? Kak Aldo?"Jari telunjuk Hana tertuju pada wajah orang yang dipanggil Aldo. Menautkan kedua alis, wanita bergigi ginsul itu mencoba mengembalikan sepenuhnya ingatan tentang lelaki yang sedang mengangguk. Pria itu tidak menjawab tetapi dengan anggukan cukup mengiyakan kalau dugaan Hana adalah benar."Apa kabar, Hana?""Baik, Kak. Kakak kerja di sini juga atau jangan-jangan Kak Aldo adalah ata
Baru saja Hana membuka helm, suara istri Bang Togar melengking dengan menengadahkan tangan. Wajahnya tidak bersahabat menatap Hana dengan sengit. Bibir merona mencolok pun terlihat komat-kamit tak jelas. Belum lagi alis tebal yang melengkung begitu menantang. Entah apa yang menarik dari wajah itu, tetapi Bang Togar sangat takut dan manut kepadanya.Tidak menyahuti, Hana merogoh tas dan mengeluarkan amplop yang berisi uang merah, hasil pinjaman dari kantor. Dia sudah tahu maksud kedatangan kedua orang yang tak diundang itu. Amplop cokelat langsung direbut kasar wanita tersebut dengan wajah berbinar.Dengan cepat, ia membuka isi amplop dan bibir menor itu membentuk bulan sabit lalu memamerkan gigi kuning dengan lebar. Mulut mulai menghitung jumlah lembaran merah yang ada di genggamannya. Sementara Hana dan Bang Togar masih berdiri di dekatnya. Sesekali tampak Bang Togar melirik, serasa bersalah kepada Hana. Dia memberi tempo tiga hari, tetapi baru sehari is
Emosi Hana meluap ketika deretan aksara istri Togar berenang dalam ingatannya. Sebal tadi dia mendengar semua ocehannya di teras. Hanya saja tadi tubuh Hana sudah lelah karena perjalanan macet memakan waktu satu jam lebih hingga tenaganya sudah terkuras hampir habis."Sudahlah, Nak. Hidup memang begitu. Yang berkuasa akan merasa sombong dan menghimpit kita yang lemah. Kita perlu ingat, suatu saat jika kita yang ada di atas, jangan mencontoh seperti yang dilakukan mereka. Tetap rendah hati dan saling membantu."Sang ibu yang selalu lemah lembut memberi petuah. Wanita tangguh tersebut selalu mengisi semangat Hana yang hampir kosong. Orangtua yang selalu ada saat Hana membutuhkan. Single parent yang ikut banting tulang untuk memenuhi hidup Kai dan Hana.Tidak menyahutinya lagi, Hana memeluk ibu dengan hangat. Dekapan yang sangat diperlukan saat hatinya diserang kegundahan, kesedihan, kejengkelan dan kekecewaan."Oh, ya, kamu tahu besok Kai ada studi
Pagi itu, setelah menyiapkan bekal untuk Kai seperti biasa, Hana bersiap-siap di depan cermin dengan blouse terbaiknya. Atasan cokelat dan celana kulot hitam. Dia hanya punya outfit itu, yang terbaik, menurutnya. Wanita itu memang jarang belanja online atau offline untuk kebutuhan fashion. Toh, biasanya ia hanya mengenakan kaos oblong dan celana jeans panjang. Baginya, itulah outfit yang paling nyaman.Namun sekarang bekerja di perusahaan berkelas, tak mungkin rasanya ia mengenakan pakaian santai tersebut. Selesai merapikan diri, Hana pun pamit kepada ibu yang sedang mencuci perkakas perangnya dalam membuat kue pesanan."Bu, kotak kuenya aku bawa, ya!" Nada sedikit teriak dari pintu, Hana membawa kue dengan hati-hati. Lumayan, ada pesanan kue basah sebanyak dua ratus buah dari langganan ibu. Sebelum ke kantor, Hana harus bertolak ke sekolah Kai dan mengantar kue tersebut. Mendingan diantar sendiri daripada harus keluarkan biaya tambahan untuk ongkos kirim