Winter in London
Setelah melakukan perjalanan hampir seharian, akhirnya Vincent dan Stela tiba di London. Beruntung mereka berangkat menggunakan jet pribadi milik keluarga Oliver, sehingga bisa tiba lebih cepat di negeri Queen Elizabeth, karena tidak perlu lagi transit di Amsterdam berlama-lama.
Stela semakin memantapkan hati untuk melanjutkan terapi agar ingatan Vincent pulih kembali, seperti yang disarankan oleh Dokter Donny dua hari yang lalu. Apalagi sekarang sang Suami masih ingat dengannya.
Kini mereka berdua telah tiba di apartemen yang ada di daerah Mayfair. Rencananya Stela dan Vincent akan stay di London selama tiga hari dan sisanya di Dunster.
“Pegal?” tanya Vincent saat Stela selesai menata pakaian di lemari.
“Dikit sih. Mungkin karena nggak terbiasa perjalanan jauh,” jawabnya sambil memijat bahu hingga lengan.
“Sini saya pijat,” kata Vincent mengulurkan tangan.
“
Sepasang masa elang langsung terbuka lebar. Terdengar deruan napas memburu keluar dari hidung dan mulut secara bersamaan. Pandangannya beralih ke samping kiri, tampak seorang wanita dengan rambut sebahu sedang tidur.Vincent segera mengusap wajah hingga kening yang berkeringat setelah mengalami mimpi yang aneh. Seorang pria mengenakan tuxedo memegang besi panjang berlumuran darah duduk di sofa sebuah flat apartemen mewah.Setelah menenangkan diri, dia beranjak dari tempat tidur, kemudian bergerak ke kamar mandi. Vincent membasuh wajahnya dengan air dan memandang dirinya di wastafel. Kening tampak berkerut dalam.“Kenapa mimpi itu terasa nyata? Rasanya benar-benar terjadi,” gumam Vincent masih melihat pantulan wajahnya di cermin.“Tapi wajah orang itu nggak jelas dan buram,” sambungnya lagi.Semakin dirinya memikirkan mimpi itu, kepalanya mulai terasa pusing. Vincent menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya pe
Stela menjepit bibir beberapa saat setelah mendengar cerita dari Vincent tentang mimpinya. Dia mengamati pria itu lamat-lamat.“Ciri-ciri wanita itu gimana?” tanya Stela pelan nyaris tak terdengar oleh Vincent.“Apa, Sayang?”“Ciri-ciri wanita yang ada di mimpi kamu gimana?” ulang Stela lagi.Vincent menggelengkan kepala. “Wajahnya buram, jadi saya nggak bisa melihat dengan jelas. Hanya saja dia memiliki rambut yang panjang.”Stela menelan saliva mendengar jawaban suaminya.Kirania? Mungkinkan mimpi yang dialami Vincent berhubungan dengan kematian Kirania? bisik Stela dalam hati.“Pria yang mengenakan tuxedo itu gimana? Kamu lihat wajahnya?” tanya Stela lagi.“Sama, buram. Saya nggak bisa lihat wajah orang itu dengan jelas. Dia hanya minta saya hentikan berita dan investigasi yang kami lakukan. Pria itu juga mengucapkan kalimat yang sama dengan malam seb
Stela menyelipkan rambut di belakang telinga, sebelum memasang kuda-kuda. Dengan sigap dia melompat dua kali sebelum melayangkan Aidan Dollyo Chagi (tendangan depan ke arah perut, istilah Taekwondo) pada pria yang ingin menyerang Vincent. Dia juga menarik tangan pria satunya yang ingin menyerang dirinya, kemudian menerjang dengan teknik Dwi Chagi (tendangan belakang). Saat pria lainnya mendekat, Stela kembali membonggol dengan memberikan Pyojeok Jireugi (pukulan dengan target) di hidung.Meski sudah lama tidak berlatih Taekwondo, kekuatan tendangan dan pukulan Stela masih kuat. Coba bayangkan kaki pendeknya sekarang naik ke leher pria pertama dan memutar tubuhnya, sehingga pria itu terhempas lagi ke tanah. Beruntung hari itu dia mengenakan celana jeans, sehingga gerakannya masih bisa leluasa.Vincent ternyata tidak tinggal diam melihat istrinya mulai kewalahan menghadapi tiga orang pria. Bagaimanapun yang dihadapinya saat in
Stela segera meraih tubuh Vincent yang masih menegang, karena melihat kilatan kenangan dari masa lalu. Erangan masih terdengar keluar dari sela bibirnya.“Kamu harus coba ingat lagi kejadian di sini, Vin. Itu satu-satunya cara agar sembuh. Kamu ingat lagi siapa Kirania dan siapa yang membunuhnya,” lirih Stela meski tak tega melihat suaminya seperti ini.Ya, dia memang melakukan hal gila yang bisa saja memberikan dampak buruk bagi psikologis Vincent. Tapi Stela tidak punya pilihan lain lagi, karena tidak ingin melihat suaminya menderita karena dihantui mimpi buruk setiap hari.Vincent semakin mengerang kuat, tangannya mencengkeram erat Stela. “AARRGGHH.”“Please, Vin. Coba ingat lagi,” pinta Stela pilu.Kilatan kenangan bersama Kirania berputar di pikiran Vincent. Bagaimana mereka bertemu, menjadi dekat, lamaran di Green Park dan peristiwa memilukan yang merenggut nyawa wanita itu. Saat Vincent menyadari
Widya mendelik nyalang menatap sang Menantu. Selama kenal dengan wanita paruh baya itu, tak pernah sekalipun Stela melihat ibu mertuanya semarah ini. Dia tidak berani melihatnya, sehingga menundukkan kepala.“Sa-saya membawa Vincent ke apartemen tempat peristiwa nahas itu terjadi, Ma,” aku Stela di sela gugup yang mendera.Tubuh Widya lunglai seketika. Candra segera menyambut, lalu mendudukkannya di bangku yang ada di depan ruang ICU. Tarikan napas berat terdengar dari hidung wanita itu. Tak lama berganti isakan pilu menangisi keadaan putranya saat ini.“Aku minta kamu menjaga Vincent dengan baik, Stela,” lirih Widya melihat Stela masih dengan tatapan penuh amarah.“Ma-maafkan saya, Ma. Saya hanya ingin ingatan Vincent kembali lagi.”“Ingin ingatannya kembali??” Nada suara Widya kembali meninggi. “Kamu lihat sekarang apa yang terjadi kepadanya? Hah?!”Widya menangkup kedua tangan di
Tiga hari kemudianStela berdiri tak jauh dari ruang ICU tempat Vincent dirawat intensif. Dia baru bisa melihat suaminya, setelah Widya pergi dari sana.Selama tiga hari belakangan, seperti inilah wanita itu berkunjung ke rumah sakit. Candra mengirimkan jadwal berkunjung Widya, sehingga Stela bisa leluasa melihat Vincent.Setelah memastikan Widya pergi, Stela bergegas berjalan menuju pintu masuk tempat Vincent dirawat. Beruntung dirinya kenal dengan perawat yang ditugaskan menjaga pria itu, jadi lebih memudahkan baginya berkunjung.“Selamat pagi, Dokter Stela,” sapa perawat begitu Stela memasuki ruang perawatan Vincent.“Pagi, Suster. Gimana keadaan suami saya pagi ini?” tanya Stela melangkah mengambil perlengkapan pengunjung ICU sebelum mendekati Vincent.Stela mengambil pakaian khusus untuk pengunjung ruang ICU dan mengenakannya. Tak lupa juga menutupi kepalanya dengan topi khusus dan memasang masker.Perawat
Stela meringis kesakitan terjatuh dari tempat tidur. Dia kembali berdiri saat mendengar Vincent meneriakkan nama Kirania. Hatinya terasa tersayat ketika nama itu keluar dari bibir suaminya begitu terbangun setelah hampir satu bulan tidak sadarkan diri.Perawat segera menelepon dokter Donny begitu melihat Vincent sadar.“Vin? Kamu nggak pa-pa, ‘kan?” tanya Stela panik saat melihat Vincent mencengkram kepalanya kuat.Dia membelai wajah Vincent sambil menatap netra yang sangat dirindukan. Sesaat Stela tersentak tidak mendapati sorot cinta yang diperlihatkan oleh pria itu kepadanya. Hanya tatapan dingin, seolah tidak mengenal siapa dirinya.“Kamu siapa?” Vincent bertanya setelah menepis tangan Stela yang berada di wajahnya.Pertanyaan itu bagaikan jarum yang menusuk relung hati, terasa perih namun tak terlihat bekasnya.“Aku Stela, istri kamu,” jawab Stela dengan pandangan tidak tenang.“Ist
Flashback ONSeorang pria tampak berdiri di depan flat apartemen. Sebuah senyuman terukir di wajahnya menanti pintu dibuka dari dalam. Tak perlu menunggu lama, pintu itupun tersingkap.Mata elangnya segera menangkap sesosok wanita cantik berwajah mungil dengan mata hitam pekat kecil. Sepasang gigi berukuran besar dan panjang di bagian tengah terlihat saat senyuman terulas di paras cantiknya. Sesaat kemudian wanita berambut panjang tergerai indah itu berkacak pinggang.“Udah dibilang jangan datang, masih datang juga,” protesnya tanpa diiringi raut wajah kesal. Wanita itu malah tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Habis rindu, nggak tahan ingin bertemu dengan calon istri,” goda Vincent sambil melangkah memasuki flat.“Besok masih bisa ketemu, Pin-pin. Bandel banget dibilangin.” Wanita bernama Kirania itu melangkah menuju ruang tamu. “Lagian pamali ketemu di malam pernika