Share

BAB VI

Penulis: Red Cherries
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-18 16:28:00

Violet menghela nafas entah untuk yang ke berapa kalinya. Ditatapnya isi kertas itu berulang kali, berharap isinya dapat berubah hanya dengan tatapan mata. Tapi tentu saja tidak mungkin. 

Kertas itu berisi kontrak yang harus Violet patuhi jika ingin keinginan tidak masuk akalnya El penuhi. Isinya:

1. Pemohon tidak boleh mati dengan cara apapun, kalau peraturan itu dilanggar maka permohonan akan dibatalkan.

2. Pemohon tidak boleh memberi tahu identitas si pengabul atau akan ada denda yang harus pemohon bayar. 

3. Pemohon tidak boleh menceritakan hal-hal tidak masuk akan yang dialami kepada siapapun kecuali ke pengabul.

4. Kontrak berlaku seumur hidup.

5. Bayarannya adalah kebahagiaan sang pemohon.

El menatap kesal Violet yang masih saja memegangi kertas itu dengan wajah ragu, "Isinya tidak akan berubah meskipun kamu tatap seperti itu. Lagipula kamu sudah mengiyakan tadi dan perkataan kamu tidak bisa ditarik kembali."

"Gue mau tanya," Ucap Violet yang sedari tadi hanya diam, "Maksud dari poin nomor 1 apa?" 

El meneguk minuman dihadapannya, "Kalau kamu mati, otomatis permohonan kamu dibatalkan. Yang artinya orang tua kamu akan mati seperti yang seharusnya." Jelasnya.

Violet meneguk ludahnya susah payah. Mendadak kerongkongannya kering mendengar kalimat terakhir yang El ucapkan. Tidak, dia tidak ingin orang tuanya mati. 

"Ini penanya." Ujar El sambil meletakkan pena di meja.

"Katanya gue nggak bakalan bisa mundur karena udah bilang 'iya' tadi. Gunanya gue tanda tangan apa?" Tanya Violet heran. 

"Saya malas menjelaskan panjang lebar," katanya, "Lagipula bukannya manusia suka membuat kontrak kertas seperti ini? Tak ada salahnya mengikuti perkembangan dari zaman ke zaman, menyenangkan bermain seperti ini." Sambung El, sedikit menyeringai.

Violet sendiri selalu merinding melihat seringaian yang El berikan. Apa sebelum kejadian itu, El memang seperti ini?

"Cepatlah tanda tangan. Masih banyak tugas saya sebagai manusia yang harus saya kerjakan, ingat bukan hanya kamu yang seorang siswa disini." 

Violet menghela nafas panjang. Tidak ada gunanya dia berdebat dengan seorang El. Sekali lagi gadis itu meraup oksigen disekelilingnya, seolah hal itu dapat meyakinkan dirinya. 

Saat tangan lentik itu memegang pena, saat itu pula dia kembali bertanya-tanya apa keputusannya sudah benar? Perasaan negatif menggerogoti hatinya, berkata pilihannya salah. Namun disisi lain dia tidak ingin orang tuanya mati. 

Ah, aku sudah sejauh ini! Katanya dalam hati. Memaksa pilihannya adalah yang seharusnya dia pilih. Lalu ditandatangani nya kertas itu, membuat El tersenyum tipis.

"Sudah." Katanya sambil menyerahkan kertas dan pena kepada lelaki dihadapannya.

El berdiri, lalu menyimpan kertas itu di kamarnya. "Ayo, saya antar kamu pulang." Ajaknya saat berada di ruang tamu. 

Violet menggeleng, "Enggak. Saya pulang sendiri aja." 

"Pilihlah salah satu. Lo-gue atau saya-kamu." 

Violet berkedip pelan, menyadari panggilannya yang tak konsisten, gadis itu lalu berkata "Lo-gue..." 

El mengangguk, "baiklah, silahkan pulang." 

Violet berdiri. Lalu meraba saku celananya, hendak memesan ojek online sebelum keluar. Gadis itu panik mencari ponsel dan dompet di sekitarnya. Namun nihil. Tidak ada!

"Sebab itulah saya mau mengantar kamu. Ayo!" 

Violet menggigit bibirnya, malu. Ternyata dia terlalu panik sampai-sampai lupa membawa dompet dan ponsel yang seharusnya dia bawa kalau pergi keluar. Gadis itu hanya pasrah mengikuti El ke tempat parkir di gedung apartemen tersebut. 

"Masuk!" Suruh El dingin, ketika mereka sudah sampai di parkiran mobil. 

Awalnya Violet tertegun melihat mobil mewah milik El. Darimana anak sekolahan seperti dia dapat tinggal di apartemen mewah dan punya mobil yang tak kalah mewah juga? Tapi lamunannya buyar saat El membunyikan klakson untuk menyuruhnya masuk. Menyebalkan!

***

Di perjalanan, mereka tak banyak bicara. Tapi canggung tidak menyelimuti perjalanan mereka, melainkan rasa nyaman. Ntahlah, bagaimana Violet harus menjelaskan hal ini?

Kerumunan yang terbentuk di depan pekarangan rumah membuat Violet merasa panik. Apa saja yang terjadi selama dirinya pergi?

Gadis itu langsung turun sesaat mobil yang ia tumpangi berhenti, tanpa mengucapkan terima kasih kepada sang pengemudi. Dengan panik menghampiri kerumunan itu lalu bertanya, "Ada apa?" Berulang kali dengan wajah pucat dan tubuh gemetar.

Perasaan lega menyelimuti dirinya saat melihat kedua orang tuanya yang terduduk lemas di teras.

"Mama! Papa!" Teriaknya sambil berlari ke arah sepasang suami istri itu, lalu memeluk mereka erat.

"Kalian nggak apa-apa? Enggak ada yang luka kan?" Tanyanya khawatir yang dibalas gelengan pelan oleh orang tuanya. 

"Kami nggak apa-apa kok, sayang. Jangan panik, ah." Ujar sang ibu, berusaha menenangkan. "Benar, Vio. Kami nggak apa-apa." Sambung sang ayah.

Air mata mulai memaksa untuk turun kala mengingat kejadian semalam. Violet tidak tahu apa pilihannya membuat kontrak dengan El adalah hal yang tepat atau tidak. Tapi hati yang lega luar biasa melihat orang tuanya selamat, membuatnya terus berkata pilihannya sangat tepat. 

"Sebenarnya mereka kenapa?" Tanya Violet, lagi. Melihat beberapa pria yang terlihat babak belur dan diikat oleh teman-teman sekelasnya, sepertinya benar-benar ada sesuatu yang tidak beres. 

"Mereka perampok." Jawab Erik, ayah Violet. 

"Sudah, Vio. Kami nggak apa-apa. Jangan menangis, dong. Kami nggak suka lihat kamu menangis." 

Violet menyeka air matanya kasar. "Untung kalian nggak apa-apa." Gumamnya terus, membuat hati ibu dan ayahnya sedih. 

"Sudah-sudah. Sekarang kami tidak apa-apa." Lalu ayahnya memeluk dirinya dan sang ibu. 

Ya, ini adalah pilihan yang tepat. Lihatlah, pengorbanan kecilnya berdampak sangat besar untuk dirinya dan keluarganya. Tidak apa-apa dia mengorbankan kebahagiaannya. Tidak apa-apa.

"Ingatlah. Bayarannya akan dimulai besok." 

Violet melepaskan pelukan kedua orangtuanya. Melihat ke kanan dan ke kiri. Suara apa itu barusan? Suara itu seperti bisikan. Menyeramkan, sampai membuat bulu kuduknya berdiri. 

Di sisi lain, El sedang menatap Violet dengan seringaian lebar. "Ini bakalan menyenangkan, Violet." Gumamnya. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • A Wish   Dari El untuk Violet

    Dear Violet,Saya tidak tahu harus menulis surat yang bagaimana. Tapi saya tahu ajal saya tidak akan lama lagi. Jadi saya memutuskan untuk menulis surat.Saya hanya ingin kamu bahagia selalu dan juga tetap sehat. Jangan terlalu sering melamun dan makan yang banyak karena saya sering memperhatikan kalau kamu jarang sekali makan.Perlu kamu ketahui, saya benar-benar ingin kamu bahagia. Terlepas kamu adalah mawar atau bukan. Bagi saya, kamu hanyalah Violet sekarang. Tapi saya harus mengakui kalau saya mencintai kamu dari dulu sampai sekarang.Mungkin kamu tidak akan menemui saya lagi kalau sudah membaca surat ini. Karena mungkin saja saya sudah mati, atau mungkin kita berdua akan sama-sama mati? Yang jelas saya ingin menulis surat ini untuk kamu.Saya tidak pernah menulis sepanjang ini, jadi maklumi saja kalau isi surat ini aneh.Saya tah

  • A Wish   EPILOG

    "Kak caramel macchiato satu, dong."Violet tersenyum dan mengangguk menerima pesanan yang datang. Dengan lihai gadis itu membuat pesanan."Terima kasih, silahkan menikmati." Violet tersenyum seraya memberikan cup gelas itu kepada pembeli.Gadis itu kemudian membersihkan gelas-gelas yang kotor di meja. Dan mengelapnya agar lebih bersih. Apalagi terdapat bekas embun air yang jatuh ke meja, tentu harus dilap kan?"Oi, Violet!"Violet menoleh saat mendapati suara yang familiar di telinganya. Senyuman lebar Violet berikan pada orang itu."Lucy,"Lucy langsung saja duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan meja barista. Agar dapat lebih leluasa berbicara dengan Violet."Lagi di sini, ya?"Lucy mengangguki pertanyaan Violet, "Aku sedang bertugas 'lagi'." jawabnya

  • A Wish   BAB LVIII

    "Sudah lama ya, El."El langsung saja menolehkan kepalanya kaget. Pria itu langsung menyembunyikan Violet di balik punggungnya yang lebar. Violet tidak dapat melihat ekspresi dari El, yang jelas dia tangan El gemetaran.Dengan tangan yang berada di belakang memegangi Violet, El berteriak marah pada lelaki yang baru datang itu. "Apa yang kau lakukan di sini?!"Violet merinding mendengar kekehan yang pria itu keluarkan. Dalam hati gadis itu bertanya-tanya, siapa yang datang secara tiba-tiba itu? Apakah dia seorang iblis juga? Violet tidak sempat melihat wajahnya karena keburu ditarik ke belakang oleh El, tapi dia tahu kalau itu bukan Amon.Terutama aura yang sangat mencekam yang pria itu keluarkan. Amon memang menyeramkan tapi dia tidak mengeluarkan aura seperti ini."Tentu saja aku datang untuk membunuhmu."El semakin mengeratkan

  • A Wish   BAB LVII

    Kamar El sudah tak terlihat sebagai tempat yang dapat untuk ditiduri lagi. Pasalnya begitu banyak barang yang hancur, sudah tidak terbentuk lagi karena El melempar semua benda yang ada di ruangan itu.Mulai dari lampu, meja, lemari, bahkan pakaiannya. Semuanya dia hancurkan. Guna untuk melampiaskan amarahnya yang bahkan tidak bisa ia salurkan dengan teriakan.Otaknya terus dipenuhi dengan pikiran-pikiran jahat. Pikiran untuk melenyapkan siapapun yang membocorkan hal itu pada Violet. Dan ya, Lucy akan menjadi yang pertama. Lalu mungkin Bunga akan menjadi yang selanjutnya."Sialan!" makinya entah untuk yang ke berapa kali.Siapa yang harus dia salahkan kini? Siapa yang harus menjadi sasaran amarahnya kini? Violet sudah mengetahui semuanya, semuanya sudah hancur! Hancur menjadi leburan.El memukul-mukul kepalanya, lagipun bagaimana bisa dia tidak mengetahui k

  • A Wish   BAB LVI

    Suara kaki Violet yang beradu dengan tanah karena terseret-seret mengikuti langkah kaki El yang terburu-buru begitu jelas terdengar. Ditambah lagi jalanan yang sepi, malah hampir tidak dilalui orang membuat suara itu kian jelas terdengar. Ringisan juga tak luput berhenti Violet keluarkan, karena El yang terus menarik lengannya dengan kasar.Violet berusaha menggoyang-goyangkan tangannya agar terlepas dari genggaman El, namun yang ada lengannya malah dicengkeram semakin erat. "El! Lepasin! Gila ya lo?!"Bagai tersadar, El pun berhenti berjalan dan melepaskan cengkeramannya. Tertangkap oleh indera penglihatannya kalau lengan Violet membiru.Nafas pria itu tampak memburu, seperti menahan sesuatu yang hendak meledak dari dalam dirinya. Padahal seharusnya Violet lah yang kini mengamuk padanya."Kenapa kamu menemui dia?!"Violet yang sedari tadi mengelus pergelangan tangann

  • A Wish   BAB LV

    Selama perjalanan pulang, Violet hanya diam dan menatap keluar jendela mobil. El sebetulnya heran dengan sikap diam itu, tapi tidak mau bertanya lebih jauh. Sampai mobil mereka yang sudah sampai di basement apartemen pun, Violet masih tidak sadar dan terus melamun."Kita sudah sampai." ucap El pada Violet beserta tepukan pelan ia beri di bahu gadis itu.Violet langsung terperanjat, "O-oh udah sampai."Karena rasa penasaran yang tak dapat dia bendung, akhirnya El pun bertanya. "Kamu melamun kan apa?""Enggak, kok." kilahnya, "Yuk, turun." Violet berusaha mengalihkan perhatian El dengan mengambil barang-barang yang baru saja El bawa. Dan El pun membantunya untuk membawa bungkusan-bungkusan pakaian itu, karena memang lumayan banyak.Di dalam lift pun suasana di antara mereka kian canggung. Padahal sebelumnya mereka bersenang-senang dengan riang gembira

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status