Gladis memang wanita yang bar-bar dan urakan. Bahkan dimata sebagian orang dia bisa dikatakan sebagai wanita yang brengsek dan terkesan murahan, tentu saja karena kelakuannya yang suka main ke club bersama laki-laki, minum-minuman beralkohol dan bahkan tekadang ia juga berjudi.
Itu semua karena pengaruh saat dia kecil sampai remaja yang tinggal di lingkungan para mafia. Bahkan tidak hanya itu, dia bisa menjadi pembunuh yang terampil karena saat dia tinggal bersama sang ayah dia mempelajari bela diri dan Gladis juga dilatih bagaimana menggunakan berbagai macam senjata.
"Tidak apa kita di cap orang lain brengsek, lebih baik menjadi diri sendiri dari pada hidup dari bayang bayang omongan orang lain, dan yang terpenting kamu bisa jaga tubuhmu sendiri sebaik mungkin, karna itu bentuk komitmen dan tanggung jawab terhadap dirimu sendiri," kata ayahnya yang akan selalu diingat Gladis.
Dan saat ini Arsen memintanya untuk membantu mengganti pakaiannya, tentu saja hal ini membuat dada Gladis berdebar tak beraturan, karena ini pertama kalinya dia membuka baju pria.
Gladis masih mematung di sisi ranjang Arsen dengan pikirannya sendiri. 'Senakal nakalnya gue, sebangsat bangsatnya gue, belum pernah yang namanya membuka baju cowok.'
"Jadi pulang gak? kok malah diem bengong di situ?" kata Arsen memecah keheningan dan lamunan Gladis.
"Eh, jadi kok jadi," jawabnya setengah kaget.
Posisi Arsen saat ini duduk di atas ranjangnya, kemudian Gladis mendekat dan membuka kancing baju seragam rumah sakit yang di pakai Arsen. Satu per satu dengan detak jantung sudah seperti habis lari maraton.
Di tambah Arsen yang selalu menatap Gladis sambil tersenyum dan membelai lembut pipi tirus itu membuatnya jadi merah merona.
'Tuhan! jangan cabut nyawaku saat ini karena serangan jantung mendadak,' serunya dalam hati.
Seorang perawat yang tiba-tiba masuk membuat mereka terkejut. "Ehem, maaf mengganggu kemesraan kalian tetapi ada administrasi yang harus di selesaikan dan dokter juga berpesan untuk cek-up serta perawatan paska kecelakaan seperti terapi okupasi jika diperlukan."
"Hemm, iya sus, sebentar," jawab Gladis yang buru-buru memakaikan kemeja kepada Arsen.
"Ya, nona, ditunggu di ruang admin," ucap perawat yang dijawab anggukan oleh Gladis, lalu dia keluar meninggalkan kamar mereka.
Arsen yang menggenggam tangan gadis blesteran di hadapannya itu sebenarnya sudah penasaran dari tadi. "Bukannya lebih baik kalau kita masih di sini? kenapa buru-buru dan kalau pekerjaan memang gak bisa dikerjakan dari sini?"
"Umm, jadi gini, kita di kota Bali ini karena liburan menginap sementara di hotel, kita sebenarnya berdomisili di kota jakarta, aku lupa cerita soal ini kemarin," jawab Gladis menjelaskan.
"Liburan? dalam rangka apa?" tanya Arsen lagi yang membuat Gladis menghentikan aktifitasnya yang sedang mengemas barang milik Arsen.
Gladis mendengus kasar dengan batinnya yang mengomel sendiri karena dia harus memutar otak untuk menjawab. 'Please god! orang jenius kalau amnesia tolong deh, kejeniusannya jangan di bawa dong!'
"Memang liburan harus dalam hal apa gitu? kaya orang susah aja dih, gak kan? kita kesini buat nepatin janji kita dulu kalo universary kamu mau ajak aku liburan dan kebetulan ada proyek juga di sini, dan ya ... disinilah kita sekarang," karang Gladis lagi.
Arsen nampak percaya dengan jawaban Gladis, dia juga merasa bersalah karena gara-gara kecelakaan itu membuat mereka tidak bisa liburan seperti yang dibayangkan Arsen, "Oh ya, maafkan aku, seharusnya .... "
"Ssttt, dah gak usah cerewet!" potong Gladis sambil menutup mulut pria berambut lurus itu.
Arsen hanya mesem melihat tingkah Gladis yang kembali serius merapikan barang milik Arsen ke dalam tas.
"I love you," tiga kata sederhana mengalir begitu saja membuat wanita cantik di hadapannya terkekeh geli.
"Ih, apaan coba kaya bocah aja."
"Aku cuma jadi bocah kalo sama kamu aja kok, tapi bener gak sih, kamu cinta sama aku dari dulu?"
"Aku rasa bukan hanya dulu tapi sekarangpun aku mencintaimu" gombal Gladis yang membuatnya geli sendiri, tetapi tidak di pungkiri memang itu yang dia rasakan.
Setelah menyelesaikan adminitrasi Lalu mereka bergegas meninggalkan rumah sakit dan kembali ke hotel.
Sementara itu suasana di hotel sudah ricuh karena mendapat mandat untuk memindahkan barang dari kamar Gladis ke kamar Arsen. Serta didekorasi ulang seperti orang sedang bulan madu dan tentu saja membuat para karyawan hotel terheran, terutama karyawan wanita.
Karena mereka hafal betul kalau Arsen ke sini pasti karena ada urusan bisnis, dan bisa di pastikan juga, karyawan yang sedang cuti saja jadi ikut masuk hanya untuk sekedar melihat Arsen.
"Kau tau siapa wanita yang akan bersama tuan Arsen?" tanya salah seorang karyawati hotel yang mulai bergosip.
"Tidak, tuan Arsen belum pernah membawa seorang wanita dari mana pun," jawab salah seorang karyawati lain yang ikut nimbrung.
"Oh aku iri dengan wanita yang beruntung mendapatkan tuan Arsen yang cool dan macho serta menawan dan kharismatik itu."
Reska yang melihat barang barang Gladis di pindahkan ke kamar lain merasa heran dan bingung. Dia menghampiri karyawan yang tengah bertugas memindahkan barang tersebut.
"Ini siapa yang nyuruh pindahin barang di kamar ini?"
"Maaf tuan kami hanya di suruh manajer hotel ini" jawabnya.
'Ini gak bisa di biarin, aku harus tanya sama orangnya langsung' guman Reska.
Lalu dia langsung menelfon Gladis tetapi tidak ada respons, kemudian pesan masuk dari Gladis Mebuat Reska semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.
[Gak usah telfon terus, gue gak ilang dan gue bakal balik ke hotel hari ini]
"Ini anak emang ya, seneng banget buat orang jengkel sendiri, ngeselin banget, udah yang satu suka bikin teka teki yang ini ngeselin, duh punya temen kek gini amat yak," Reska merasa kesal sendiri.
Selang beberapa jam. Sesampainya di hotel, mereka lalu bergegas menuju ke kamar Arsen yang sudah di dekor sedemikian rupa, tetapi saat di lobi hotel, Gladis jadi bahan pembicaraan para karyawan hotel.
"Eh liat tu, ternyata dia cewek yang bersama tuan Arsen," omong salah satu karyawan hotel sambil melirik ke arah Gladis.
"Kalo gak salah itu assistennya bos Reska, kok bisa sama tuan Arsen, jangan jangan ada politik dibalik ini."
"Tuan Arsen juga berbeda dari biasanya, duh kalo orang ganteng mau di apain juga tetep ganteng, auranya emang beda."
Gladis tak ambil pusing dengan sorotan mata para karyawan, karena dia tau pasti jadi bahan gosip orang di sekitarnya terutama para wanita. Karena penampilan Arsen yang terlihat cool walau dia hanya memakai kaos lengan panjang dan ripped jeans, berbeda sekali dengan Arsen yang selalu menawan dengan setelan jas.
Dia lebih khawatir dengan 2 pria yang harus dihindarinya, sambil memperhatikan sekiar Gladis bergumam, 'Jangan sampai gue ketahuan Reska atau Kevin di sini, apa lagi kalau lagi sama Arsen kek gini, bisa jadi gue kaya tersangka yang lagi di wawancarai wartawan.'
Dan benar saja dia melihat Reska keluar dari pintu lift.
Gladis mulai panik, 'shit! baru aja ngebatin eh, dia nongol beneran,' teriaknya dalam hati.
Saat Gladis melihat Reska keluar dari lift, dia buru-buru mengalihkan perhatian Arsen. Dia langsung berbalik badan agar tidak ketahuan oleh Reska, mereka beruntung karena kondisi hotel lebih ramai dari hari biasanya. 'Tuh kunyuk satu pasti nyariin gue, karena gue bilang bakal balik ke hotel hari ini,' batin Gladis. Dan benar saja, ponsel Gladis kemudian berdering, telfon masuk dari Reska. Gladis tidak menggubrisnya, dia hanya melihat sekilas layar ponselnya itu. Wanita berambut coklat itu masih berdiri di depan Arsen sambil menhalau jalan sambil cengengesan. Setelah Reska pergi, Gladis menghembuskan nafas terasa lega. Tetapi dia masih was-was. 'Semoga gak ketemu si asisten itu, sudah cukup Reska yg bikin jantungan,' Gladis bermonolog sambil memasukkan ponselnya kedalam tas kecil yang di bawanya. Arsen kebingungan melihat gelagat aneh wanit
"Kenapa? sudah sampai di sini loh, ini tadi juga resto kamu yang pilih kan?" ucap Arsen membuat Gladis kehabisan kata-kata. "I-itu ... anu." Dia mencoba mencari alasan, melihat Arsen sambil tersenyum seperti bocah yang kehabisan akal. Sepertinya hari-hari yang akan datang Gladis tidak bisa tenang, karena kebohongan yang dia buat sendiri. Mulai dari dikejar Reska dan juga takut ketahuan Kevin, dan parahnya lagi saat ini mereka sedang diburu oleh Mr. X dan tentunya mata-mata Mr. X sangat banyak di luar sana. Entah apa yang akan terjadi padanya jika salah satu dari mereka behasil mengetahuinya. "Baiklah, tapi aku ingin duduk di situ," ujar Gladis sambil menunjuk meja kosong dengan posisi tertutupi tirai di bagian belakang kursi sehingga tidak terlihat dari tempat duduk Kevin. Jika ketahuan oleh Kevin, dia bisa langsung lari keluar karena posisi mereka dekat dengan
Dengan Reska yang kekeh masih ingin masuk, dan dengan sigap Gladis menghalangi di depan pintu agar Reska tak bisa masuk. Pintu yang sedikit terbuka dan di halangi oleh badan Gladis, Reska tetap mencoba mendorongnya tetapi tetap tidak bisa membukanya. "Apaan sih? mau masuk juga gak boleh," keluh Reska. "Udah mau bilang apa, cepetan di sini aja, mau masuk juga mau ngapain?" kata Gladis yang masih menahan pintu dengan badannya. Reska mulai menyelidik, dia terus bertanya, "Itu siapa sih?" "Apaan? kagak ada." "Terus yang ngomong di dalam itu tadi siapa? setan? atau anak jin?" ucap Reska sambil cemberut sudah seperti anak yang merajuk minta mainan. "Gak ada, kalo gak ada yang penting mending sana deh pergi jauh jauh, hush hush," usirnya kepada Reska dengan gerakan seperti mengusir anak itik. Tetapi pria bertubuh jangkung it
Pesan singkat masuk ke ponsel pria yang masih membuntuti Kevin. [Lenyapkan juga karyawan itu agar tidak menjadi beban saat dia kembali ke Jakarta nanti!] Setelah dia melihat isi pesan itu kemudian dia bergegas untuk melancarkan aksinya. Dia mulai mempercepat laju mobilnya, menyalip Kevin dan membunyikan klaksonnya bertubi-tubi dan aksinya itu membuat Kevin terkejut. Seketika dia membanting stirnya ke kiri. Pada saat itu kondisi jalanan sedang senggang, jadi aksi salip menyalip yang dilakukan pria tersebut berjalan dengan mulus. Naasnya Kevin malah terperosok ke jurang di kiri jalan, dia mencoba mengejar si pria tersebut tetapi ban mobil sudah terlanjur terlalu masuk ke kiri jalan. Dia mencoba menginjak rem, tetapi malah keliru pedal gas yang diinjak karena saking paniknya. Kemudian mobil Kevin menabrak pepohonan dan seketika itu mobil mengluarkan asap yang berasal dari depan b
Pelukan Arsan semakin erat, dan kini wajah arsen menjadi menempel ke tengkuk Gladis membuat dia semakin gusar tidak karuan. 'Ya Tuhan Tolong Aku! ini dia beneran tidur kan? kenapa nempel gini sih?' ucap Gladis dalam hatinya sambil mengayunkan tangannya di depan wajah Arsen, untuk memastikan dia memang sudah tidur atau hanya pura-pura saja. Sebenarnya dia juga takut, karena ini kali pertamanya ia tidur satu ranjang dengan seorang pria. Jika sebelumnya dia sering bersama pria tapi tidak merasakan hal aneh yang mengusik hati dan pikirannya, seperti saat ini. 'Ini jamnya kenapa juga jadi lama banget sih? Kenapa nggak cepet-cepet ke pagi aja,' Gladis yang masih bermonolog dengan dirinya sendiri, sambil menatap jam dinding yang sepertinya lama sekali untuk berdetik. Yang semakin cepat berdetak adalah jantung Gladis, sudah seperti orang yang sedang lomba lari maraton. Karena lelah dengan
'Duh, dia Kapan bangunnya? tahu nggak ya, apa yang gue omongin?' batin Gladis takut kalau kebohonganya diketahui oleh Arsen. Gladis yang pikirannya sudah kalut, takut kalau Arsen marah. Dia mencoba menghampirinya, "Hei, morning." Sambil memeluk Arsen dari belakang, saat lelaki bertubuh kekar itu masih menyeduh kopi kemudian berbalik badan. Arsen mencium kening Gladis, seketika membuatnya terkejut dan heran. 'Kalau gue es krim ya, gue udah meleleh kalau kayak gini,' gumannya dalam hati. "Morning kiss," kata Arsen sambil menyodorkan segelas kopi kepadanya. "M-makasih." "Tadi siapa? kok, kaya marah-marah ke kamu," tanya Arsen yang kini mereka tengah duduk di meja makan. "Oh, itu tadi bosku, emang kamu dengar apa?" tanya Gladis memastikan. "Enggak sih, cuma denger sekilas aja terus pas aku keluar dia u
"Di mana arsen?" bentaknya dengan keras membuat Kevin seketika menjauhkan ponselnya dari telinga. Melinda adalah tunangan Arsen yang sebenarnya, tapi Arsen tidak mencintainya sama sekali. Mereka dapat tunangan karena perjodohan dari almarhum Ayah Melinda, dia salah satu Profesor di Universitas Indonesia. Guru sekaligus sahabat Arsen. Meski selisih usia mereka cukup jauh, namun mereka disatukan dengan kejeniusan yang mereka miliki. Karena sang Profesor hanya memiliki anak semata wayang Melinda, jadi dia menginginkan yang terbaik untuk anaknya termasuk menjodohkan Melinda dengan Arsen. 'mampus lo vin, badan masih sakit ; mobil remuk, tambah kuping bakal panas nih,' gerutunya dalam hati. Telepon dari wanita bermata sipit tersebut dapat dipastikan bahwa dia hanya akan memarahi Kevin, karena pria yang dicarinya tidak bisa dihubungi berhari-hari.
Setelah dia kembali ke meja untuk melanjutkan makan bersama Arsen, sebuah pesan masuk ke ponsel Gladis. [Dia siapa? biar aku cari tau] isi pesan masuk dari Steve. [Arsen Mahavir Putra, CEO Adyatama Group, tahu kan?] balas Gladis, tetapi sudah tidak mendapat balasan lagi. Sementara itu, Steve yang mengetahui siapa orang yang ditolong oleh adiknya. Dia merasa kesal dan kecewa, "Hah, si dosen gila itu? anak ini kenapa belum melepaskan seseorang yang membuatnya tersiksa sih." Lelaki bertato itu langsung tau dari namanya, karena dulu dia pernah berselisih dengan Arsen. Saat Gladis kuliah, jika tugasnya mendapat nilai nol pasti dia akan mengadu sambil menangis karena merasa dirinya yang paling bodoh. Tetapi mau tak mau, Steve harus melaksanakan perintah yang di berikan oleh Gladis. Karena dia tidak mau jika adik kesayangannya itu kecewa.