Share

13. Kafe dan Heroz

"Ma," panggil Diva menuruni tangga.

Mama Githa yang sedang menonton televisi pun menoleh.

"Ada apa, Sayang?" tanyanya lembut.

"Diva mau ke kafe," ucap Diva memberi tahu.

"Jangan pulang terlalu malam ya, Sayang," ucap Githa memperingati.

"Siap, Nyonya," jawab Diva dengan gerakan hormat.

Githa terkekeh melihat tingkah putrinya.

Tin

"Ma, Adit sudah jemput. Diva berangkat ya," pamit Diva mencium tangan serta pipi Mama Githa.

"Iya, hati-hati, Nak," pesan Githa yang di jawab dengan acungan jempol.

**

"Berangkat sekarang?" tanya Diva saat sudah berada di dekat Adit.

Adit memperhatikan pakaian yang di kenakan Diva.

Sweater berwarna biru dipadukan dengan  jeans putih dan sepatu putihnya. Sederhana memang namun sangat pas jika dipakai Diva. Cantik.

"Kamu cantik," ungkap Adit jujur.

Diva memalingkan wajah guna menutupi semburat merah yang muncul di kedua pipinya.

Namun tak ayal dirinya juga tersenyum. Ada kebahagian tersendiri baginya karena di puji oleh Adit, sang kekasih.

"Kenapa kamu melihat ke arah sana?"  tanya Adit mendengkus geli.

"Enggak papa kok," jawab Diva berusaha tenang.

"Diva," panggil Adit dengan memutar kepala Diva lembut agar menghadap ke arahnya.

"Kok pipinya merah?" tanya Adit pura-pura bingung dengan menatap lekat wajah Diva.

"I - ni panas, nah iya panas," jawab Diva gugup.

"Help me please! Tatapannya astaga." Batinnya berteriak.

"Ini kan mendung, Sayang," ucap Adit dengan menekan kata sayang.

Muka Diva semakin memerah, jantungnya berdebar, dan seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di perutnya.

Rasanya Diva ingin berteriak untuk meluapkan rasa bahagianya.

"Malu," rengeknya memeluk Adit erat.

"Hahaha."

Tawa Adit pecah melihat tingkah Diva yang sangat menggemaskan.

Diva terpaku sejenak kala mendengar tawa lepas dari Adit. Dengan perlahan Diva melepas pelukannya, melihat Adit yang masih tertawa.

Diva terpesona. Untuk pertama kalinya dia melihat tawa Adit yang begitu lepas.

Mungkin Adit tidak sadar bahwa dirinya tertawa.

Merasa ada yang memperhatikan, Adit menghentikan tawanya.

"Khem," deham Adit menyadarkan Diva.

"Wow, kamu ketawa?" tanya Diva dengan polos.

Adit mendatarkan wajahnya. "Enggak, lagi nyangkul."

"Hahaha kamu bisa ngelawak juga ternyata," ejek Diva tertawa.

"Ayo berangkat," ajak Adit sebelum Diva mengejeknya lagi.

"Let's go!" seru Diva setelah menaiki motor Adit.

**

Sepasang kekasih baru saja sampai di parkiran kafe. Sesuai janji Adit sewaktu di kantin tadi, bahwa dia akan mentraktir para sahabatnya.

Adit dan Diva beriringan memasuki kafe dengan bergandengan tangan.

"Mereka mana?" tanya Diva celingukan mencari para sahabatnya. Karena, kondisi kafe saat ini terbilang cukup ramai.

Adit risih mendapati beberapa pasang mata menatap kagum ke arah dirinya dan Diva.

"Nah, itu mereka," tunjuk Diva ke arah pojok kanan kafe setelah mendapat lambaian tangan dari Bara.

Tanpa menjawab Adit segera menarik Diva menuju sahabatnya berada.

"Lama banget sih kalian," celetuk Bara mendengkus kesal.

"Sorry ya," jawab Diva meminta maaf.

"Enggak papa kok, Va," sahut  Daniel kalem.

"Diem lo," bisik Tika menginjak kaki Bara.

"Aws, sakit tahu," protes Bara meringis.

"Gue aduin ke Mira nih," ucap Tika dengan nada mengancam.

"Iya iya," jawab Bara pasrah.

"Pesen gih," ucap Adit.

Dengan semangat Bara langsung memanggil waiters.

"Permisi, mau pesan apa?" tanyanya ramah.

"Saya pesen nasi goreng seafood sama jus mangga," ucap Diva.

"Kita samain sama dia, Mbak," sahut Nisa mewakili Mira dan Tika.

"Spaghetti sama jus jeruk," timpal Adit tanpa menatap ke arah weatersnya.

"Samain, Mbak," sambung Daniel tersenyum tipis.

"Saya pizza, burger, spaghetti, nasi goreng seafood, dan minumnya jus mangga," ucap Bara semangat.

Mereka yang mendengarnya melongo.

"Saya sama," sambung Revan tersenyum lebar.

"Baik, mohon tunggu 10 menit, Kak," ucapnya sebelum pamit.

"Banyak banget pesanan kalian," celetuk Mira.

"Nggak papa dong, lagian ini ditraktir juga," jawab Revan enteng.

"Betul tuh, selagi gratisan ya, Rev?" sahut Bara bertanya.

"Udah nggak papa kok," ucap Diva menengahi.

"Tau tuh, Bu Bos aja enggak masalah," jawab Bara mengejek Mira.

"Adit enggak bakalan bangkrut kok," timpal Revan.

Mira memutar bola matanya malas. "Terserah kalian."

"Permisi, silahkan dinikmati kak," ucap waiters mengantarkan pesanan mereka.

"Terima kasih, Mbak," jawab Diva tersenyum manis.

Setelah waiters pergi, mereka mulai melahap makanan masing-masing.

**

"Kita duluan ya," pamit Nisa mewakili Mira dan Tika.

Tadi mereka berangkat menggunakan satu mobil.

Ya, setelah menghabiskan makanannya mereka memilih pulang. Karena, hari sudah semakin malam.

"Hati-hati kalian," pesan Daniel.

"Va, kita duluan," ucap Mira memeluk Diva sesaat di ikuti Tika dan Nisa.

"Iya, hati-hati di jalan," pesannya.

Nisa dkk memasuki mobil.

"Bye," ucap Tika melambaikan tangannya.

"Bye bye cantik!" seru Bara ikut melambaikan tangannya heboh.

"Mending sekarang pulang," usul Revan.

"Iya, kasihan Diva," jawab Bara menyetujui.

Adit menyuruh Diva untuk segera naik ke motornya.

"Lo duluan aja, kita ikutin dari belakang," ucap Daniel.

"Hm," deham Adit menyetujui.

"Adit," panggil Diva sedikit mengeraskan suaranya.

"Apa?" tanya Adit melihat ke arah spion.

"Perasaan aku enggak enak," terang Diva memberi tahu.

"Ada aku," ucap Adit menenangkan dengan mengelus tangan Diva yang berada di perutnya.

Diva hanya mengangguk.

Mata Adit menajam saat melihat segerombol orang menghadang jalannya.

Motor Adit berhenti tepat di depan segerombol orang tersebut.

"Ada apa?" tanya Diva mengernyit bingung.

Diva mengikuti Adit yang turun dari motor.

"Kamu tetap di belakang aku ya," tegas Adit menatap dalam mata Diva.

Meskipun kebingungan, Diva tetap mengangguki ucapan Adit.

Daniel dkk sampai di tempat Adit. Mereka tadi sedikit memelankan laju motornya untuk memberi ruang kepada sepasang kekasih itu.

Mereka menggeram marah saat tau bahwa geng heroz yang menghadang jalan mereka.

"Mau ngapain lo?" tanya Daniel tenang.

"Gue mau kalian tunduk sama gue," balas Cakra.

"Cih, enggak akan,"  jawab Revan dengan meludah.

Muka Cakra menjadi merah padam.

Saat menoleh ke arah Adit dirinya menyeringai.

"Siapa dia?" tanya Cakra penasaran. Tumben sekali mereka mengajak seorang perempuan, apalagi ini cantik banget.

Tidak ada yang menjawab.

"Oh ... gue tahu, dia mainan kalian kan?" tanyanya lagi dengan nada meremehkan.

Gigi Adit bergemelutuk. Merasa tidak terima dengan apa yang di ucapkan Cakra.

Diva ketakutan seraya menggenggam tangan Adit erat. Dirinya tidak pernah berada di situasi seperti sekarang.

"Enak enggak ya rasanya," ujarnya dengan mata memandang Diva penuh nafsu.

Bugh!

"Jaga mata lo sialan!" geram Adit membogem rahang Cakra.

"Gimana kalau nanti kita main bareng guys?" tanya Cakra ke anggota heroz tanpa menghiraukan ke empat inti dragon yang siap menerkamnya.

Diva menangis dalam diam. Hatinya sakit saat ada yang menatap dan berbicara seperti itu. Hati perempuan mana yang tidak sakit saat harga dirinya di rendahkan.

Tanpa aba-aba Adit segera membogem Cakra membabi buta.

Ke tiga sahabat Adit langsung menerjang anggota heroz.

Badan Diva bergetar ketakutan. Tangisnya semakin deras.

Ke empat inti danger dikuasai oleh emosi hingga membabi buta anggota heroz, mereka tidak terima jika Diva direndahkan.

Mereka tidak sadar kalau wakil heroz saat ini berada di belakang Diva.

Napas Adit tidak beraturan. Melalui ekor matanya dia melihat ada seseorang di belakang Diva.

"DIVA!" teriak Adit berlari ke arah Diva.

Jleb!

Pertarungan berhenti. Mereka kompak menoleh ke arah Adit yang memeluk Diva.

Adit meringis saat pisau menusuk punggungnya.

"Va," panggil Adit mengernyit bingung saat tidak melihat pergerakan apa pun dari Diva.

Daniel dkk segera mendekat setelah melumpuhkan seluruh anggota heroz, kecuali wakil Cakra yang melarikan diri.

Adit melonggarkan pelukannya agar bisa melihat wajah Diva.

Bara melotot kaget.

"I - tu," tunjuk Bara gugup.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status