Share

Sangkar Emas

Tertegun serta terpana di saat yang bersamaan, begitulah sikap Adriana ketika pertama kali mobil mewah yang mereka tumpangi masuk ke halaman sebuah rumah megah yang bak istana saja di penglihatannya.

Tadi saat di luar pagar tinggi menjulang berwarna hitam, ia sudah melihat siluet rumah itu dari kejauhan, tetapi begitu satpam membukakan pagar jumbo tersebut, ia semakin melongo dibuatnya.

Rupanya keluarga Danuaji ini begitu kaya raya. Dari pagar masuk menuju ke teras rumah saja Adriana akan merasa butuh waktu belasan menit untuk berjalan mencapainya. Ckckck.

Seketika terbayang rumahnya sendiri di kampung yang hanya sepetak tanah berisi rumah dengan halaman yang barangkali hanya sepersekian dari luas teras rumah ini, bukan halaman ya, tapi teras! Ckckck! Sebuah kesenjangan yang hakiki.

Saat Dante meraih lengannya dengan lembut dan membimbingnya keluar dari mobil, Adriana pun berjalan di samping pria itu dengan pandangan menyapu sekeliling teras yang tampak sangat asri sekaligus mewah dengan banyaknya tanaman hias dalam pot-pot keramik besar yang berjajar seolah menyambut siapa pun yang datang dengan keharuman aroma serta cantik warna-warninya.

"Oh, ya, barang-barang kamu, mana? Apa kita perlu mengambilnya dulu, Sayang?" tanya Dante baru teringat bahwa kekasihnya itu tak dilihatnya membawa koper ataupun tas travel. 

"Eh, nanti akan dikirim oleh pembantunya," jawab Nyonya Wanda mengambil alih. Hal mana membuat Adriana sangat bersyukur sebab ia mana tahu harus menjawab bagaimana.

"Ah, begitu rupanya. Baguslah," pungkas Dante kemudian mengantar Adriana ke kamar kosong yang terletak tepat di sebelah kamarnya.

Sebenarnya ada dua buah kamar tamu di lantai bawah. Tapi tentu saja Adriana harus menempati kamar yang lebih istimewa dibanding dengan kamar tamu, bukan? Dia harus mendapatkan kamar yang sama mewahnya seperti kamar Dante sendiri.

"Boleh, kan, Ma, Zoya di kamar atas aja?" tanya Dante mengkonfirmasi izin dari sang mama tadi sebelum memutuskan menaiki tangga ke lantai atas.

Dengan tanpa daya, Nyonya Wanda mengiyakan saja permintaan sang putra. Toh, ia yakin gadis bernama Adriana itu sepertinya tipe gadis baik-baik yang pastinya tak akan mudah menyerahkan dirinya pada Dante bahkan meskipun putranya itu memiliki pesona pria muda tampan yang kaya raya sekalipun.

Adriana kembali dibuat terperangah saat masuk ke dalam kamar yang diperuntukkan dirinya. Sebuah kamar besar dengan ranjang yang juga besar, bahkan ada sofa dan set TV di dalamnya, kulkas mini, lemari super besar dan meja rias berkaca yang tampak mewah.

Astaga! Kira-kira ia mau isi dengan apa lemari super jumbo itu? Pakaian di rumah kontrakan temannya praktis cuma beberapa helai. Pasti hanya akan menempati sesudut saja, pikirnya sambil meringis terbayang betapa kesenjangan begitu terpampang nyata antara kehidupannya dengan keluarga Danuaji.

"Zoya?" Tanpa terdengar ketukan pintu sama sekali, Dante sudah mendadak saja ada di belakang tubuhnya hingga Adriana sempat tersentak kaget.

"Duh, ka-kamu kalau masuk kamarku tolong permisi dulu, ya, lain kali," pinta Adriana masih dengan nada sangat terkejutnya.

Dante yang mungkin tak terbiasan dengan sikap menjaga jarak Zoya yang seperti itu pun mengernyitkan kening bingung.

"Tapi kenapa, Zoya? Bukankah kita sudah terbiasa tak berjarak seperti ini, Sayang?" protesnya seraya menarik pinggang Adriana mendekat ke arah tubuhnya. Hal mana tentu saja spontan ditepis oleh Adriana. Ia sangat risih, tak pernah sekalipun dirinya berada sedekat itu dengan pria.

"Ma-maaf, tapi tolong mulai sekarang kita lebih—ehm, lebih menjaga sikap kita, ya," pinta gadis itu dengan tatapan memohon.

Dante semakin heran dengan sikap aneh Zoya yang baginya sama sekali tak seperti biasanya itu.

"Ck, kamu kenapa sih, Zoya? Kayak berubah banget deh! Kamu kenapa-kenapa ya pas kita hilang kontak belakangan ini?" selidik pria tampan dengan tubuh atletisnya itu.

Adriana kebingungan kini. Tapi yang jelas ia harus segera mencari alasan yang bagus untuk bisa membuat Dante jaga jarak dan sikap terhadapnya. Soalnya sepertinya pasangan Dante-Zoya biasanya sangat mesra. Astaga! Seketika bulu tengkuk Adriana merinding bila ia sampai terpaksa harus bersikap seintens itu dengan pria yang hanya akan jadi kekasih pura-puranya itu. Rugi di dia gak enak juga di dia, dong, pikirnya membatin kesal.

"A-aku ... agak susah jelasinnya. Tapi aku mohon sama kamu, ya. Kita harus jaga sikap mulai sekarang. Nanti aku akan jelasin alasannya, ya," ucap Adriana kemudian. Yah, entahlah, nanti saja ia akan bertanya pendapat Nyonya Wanda soal itu. Yang jelas ia tak akan sudi bermesraan dengan Dante, bahkan meskipun hasrat dalam dirinya sungguh tergoda untuk merasakan juga kedekatan intens dengan sosok yang mulai semakin membuatnya terpesona itu.

Tapi, please, siapa juga yang mau hanya jadi bayang-bayang dari identitas gadis lain. Ia hanya akan berpura-pura sebagai kekasih Dante sampai pria itu sembuh dari halusinasi atau amnesia parsial atau entah apa istilah medisnya tadi. Dan selama masa kepura-puraan itu, ia akan bertekad dengan sepenuh hati untuk tidak melibatkan hati dan juga tetap menjaga kesucian dirinya dari sentuhan pria ini.

"Aku jadi ingin mengajak kamu periksa ke Dokter, Sayang. Jangan-jangan yang amnesia itu kamu, loh. Kamu lupa apa yang udah kita lakuin bareng, hm? Masa' kita udah sedekat itu kok malah sekarang kamu minta kita jaga jarak?"

"Dante ... aku nggak bisa jelasin ini sekarang. Tapi aku bisa yakinin kamu kalau aku baik-baik aja, kok. Aku sehat. Aku hanya—"

"Hanya gak ingin deket sama aku lagi? Betul gitu, Zoya?" sela Dante sedikit histeris. Nada suaranya meninggi. Hal mana membuat Adriana khawatir pria ini akan kenapa-kenapa. Sebab, menurut sepengetahuannya, orang dengan gejala amnesia harusnya tidak boleh sedikit pun dibuat stres pikirannya karena hal itu akan sangat mempengaruhi kestabilan mentalnya.

"Bu-bukan, kok. Aku cuma ... pengen jadi gadis yang baik karena peringatan dari papaku, Dante." Akhirnya kobohongan meluncur dari mulutnya. Ya, tentu saja ayahnya di kampung memang akan membunuhnya kalau sampai tahu dirinya tinggal di rumah pria dan terancam selalu diajak beradegan mesum dengannya, apalagi kalau itu hanyalah kepura-puraan semata!

Membayangkan ekspresi ayah ibunya kalau sampai tahu apa pekerjaan yang sedang dilakoninya kini membuat Adriana bergidik ngeri. Tak bisa tidak, ia harus merahasiakan ini semua dari siapa pun, termasuk teman yang ditumpanginya tinggal selama ini. Karena ia sungguh yakin kalau pekerjaan ini sangat beresiko baik dari segi mana pun. Ia akan menyimpan rahasia ini seorang diri. Hanya harapannya adalah agar Dante segera sembuh dan pulih total dari amnesianya sehingga ia tak lagi harus meneruskan peran absurdnya sebagai Zoya palsu!

Dante tampak terperangah mendengar alasan yang diungkap oleh Zoya. Kini dia lebih yakin lagi kalau gadis kekasihnya itu telah mengalami sesuatu yang buruk belakangan ini hingga ia seperti lupa akan dirinya.

"Loh? Bukankah papa kamu sudah lama meninggal, Zoya?"

***

Dian Apriria

Nah, loh! Alasannya malah bikin makin curiga, nih!

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status