“Memilih itu susah, tetapi lebih sulit bertahan pada pilihan”
Hidup adalah pilihan. Membuat pilihan adalah hal yang tidaklah mudah. Namun, bertahan pada pilihan jauh lebih susah. Setiap pilihan apapun yang kita buat dalam hidup tentunya memiliki risiko, baik risiko kecil maupun yang besar. Masa depan layaknya penting untuk dipikirkan dan dirancang sedemikian rupa agar kita mengetahui apa yang seharusnya kita lakukan dan siap dengan pelbagai peluang yang datang. Karena kesempatan tidak datang untuk kedua kalinya.
Beberapa orang mengikuti arus untuk mencari zona aman. Jika dikulik lebih dalam berpegang pada prinsip merupakan bentuk optimis dan rasa percaya diri terhadap diri kita sendiri. Menjadi sama akan terasa biasa saja, tetapi jika kamu ingin menjadi luar biasa jadilah beda. Berbeda bukanlah suatu kesalahan atau ketidaklaziman. Justru hal tersebut yang mendorong dan meningkatkan kapasitas maupun kapabilitas. Kemampuan dan kualitas dir
“Di luar tangguh, di dalam rapuh Di luar tegar, di dalam ambyar Di luar tataq, di dalam kratak” [POV Alana] Selepas senja tenggelam, Alana duduk termangu menatap tiap sudut di ruang kamarnya. Terasa sepi, sunyi, dan dingin. Pikiran Alana saat ini seperti tidak tentu arahnya. Dalam benak, selalu muncul berbagai pertanyaan yang belum menemukan sebuah jawaban. “Mengapa semua ini terjadi padaku? Mengapa kisah hidupku sangat berliku? Mengapa aku tersakiti berkali-kali? Aku lelah, benar-benar lelah” batin Alana dalam hati Arga, Alfa, Arka, Andra, Angga, Arya. “Hidupku sudah terlalu rumit, di tambah lagi dengan persoalan tentang cowok yang sampai sekarang selalu memenuhi pikiranku. Selama ini aku selalu menghindar ketika menghadapi cowok, dan selalu mengalihkan pembicaraan ketika sudah melibatkan perasaan” batin Alana dalam hati Sembari mendengarkan lagu yang membawa suasana sendu, Alana mengisi waktu luangnya u
“Bermimpilah besar dan terus bermimpi besar, karena apa yang kamu nikmati saat ini, berasal dari mimpi yang pernah dianggap tidak mungkin di masa lalu” Pagi hari di depan ruang komputer, Alana bergegas menemui sensei Aika. Dalam langkahnya, begitu was-was, khawatir jika Alana berbuat salah yang tidak dia sadari selama ini. “Bagaimana jika nantinya aku akan dimarahi sensei Aika?” tanya Alana dalam hati Dengan sigap Alana menaiki tangga “Sudahlah itu urusan nantu. Semoga semuanya baik-baik saja” Alana mencoba meyakinkan dirinya sendiri “Assalamualaikum, selamat pagi sensei” ucap Alana sambil mengetok pintu ruang komputer “Waalaikumsalam. Iya, Alana. Masuk saja” jawab sensei Aika Alana memasuki ruangan dengan pelan “Duduk sini, Alana” Sensei Aika mempersilakan Alana duduk di kursi depan sensei “Kalau boleh tahu, ada apa ya sensei?” tanya Alana dengan nada lembut dan perasaan was-was Sensei Ai
“Orang yang kita suka, pergi karena cinta, apakah bisa kembali karena rasa yang tersisa?” Travel yang membawa Albi dan Alana pun sampai pada kampus tujuan, tepatnya di salah satu kampus ternama di kota Surabaya. “Mas, mbak, kita sudah sampai” kata sopir dari instansi Albi dan Alana “Ini dimana pak?” tanya Alana yang tiba-tiba terbangun dan merasa kebingunan “Di depan gerbang kampus mbak, saya menunggu di area parkiran ya mas mbak, karena di dalam kampus area khusus untuk lomba kata satpamnya” terang sopir travel tersebut “Baik pak, tidak apa-apa, kami nanti akan jalan kaki ke dalam, sepertinya akan lama acaranya, kalau bapak mau berkeliling dulu tboleh pak, nanti akan saya kabari jika sudah selesai” kata Alana pada pak sopir “Iya mbak, itu temannya sekalian dibangunkan” pinta pak sopir travel Albi yang awalnya berkata akan membangunkan Alana jika sudah sampai, ternyata dia yang jauh lebih terlelap, dan membuat Al
“Aku pernah mencintai sepenuh hati, tetapi ternyata dia hanya mencintai setengah hati”Suasana di lantai 5 menjadi semakin sengit, antara Albi dan cowok tersebut belum ada yang mengalah dan terus mendesak dengan melempar pertanyaan serupa kepada masing-masing lawan bicara. Pusat perhatian menjadi tertuju ke arah mereka. Banyak sekali pasang mata yang memperhatikan tingkat kedua cowok tersebut di tengah keramaian Bunkasai atau yang biasa dikenal sebagai Festival Jepang“Katakan, siapa kamu?” tanya Albi“Alfarion” jawab singkat“Lalu, apa hubunganmu sama Alana?” desak Albi“Tidak ada” jawab Alfa singkat“Jawab atau ...” ucapan Albi menggantung“Atau apa?” tantang AlfaSuara kerumunan orang-orang disekitar, menjadikan aura menjadi semakin memanas“Atau aku akan mem ...” kata Albi sambil mengepalkan tangan kanannya,
“Selangkah aku melupakanmu, seribu langkah kenanganmu menghujamku. Bagaimana aku bisa lepas? Jika bayangmu masih jelas membekas” “Alana, bangun Alana” teriak Albi “Katanya kamu yang bertanggungjawab atas Alana, tetapi kenyataannya kamu biarkan dia jatuh pingsan” bentank Alfa “Aku juga tidak mengerti mengapa tiba-tiba dia jatuh” balas Albi “Padahal kamu yang dari tadi bersama Alana, tetapi kamu tidak tahu dia kenapa?” tanya Alfa “Aku lupa” kata Albi tiba-tiba “Apa?” tanya Alfa penasaran “Alana belum makan dari tadi pagi, seminggu ini selama masa karantina, dia banyak berlatih pidato bahasa Jepang dan terkadang lupa makan” terang Albi “Alana itu punya penyakit maag” balas Alfa “Sejak kapan?” tanya Albi “3 tahun yang lalu, sejak dia berorganisasi di SMA, dia banyak kegiatan dan lupa memperhatikan kesehatannya sendiri” jelas Alfa “Kamu teman SMAnya Alana?” tanya Albi memastikan
“Mencintai kembali orang yang pernah melukai seperti membuka luka yang baru saja diobati. Perih, pedih, dan menyakitkan” Di dalam kamar di sebuah klinik, kini hanya ada Albi, Alfa, dan Alana. Hening dan sunyi mendominasi atmosfer disekitar mereka. Saling menatap tanpa ucap Saling bertemu dalam untaian rindu Saling memandang untuk mengenang “Ehem” ucap Albi memecahkan suasana “Kenapa bi? Kalo tersedak minum” tanya Alana yang polos “Obat nyamuk” kata Albi “Oh iya baru ingat kita lagi bertiga. Sini bi” Ajak Alana pada Albi “Mengapa mengalihkan perhatian?” tanya Alfa spontan “Gapapa” jawab Alana “Kenapa menangis?” tanya Alfa kembali Akan tetapi kali ini Alana tidak menjawab Alfa. Alana lebih memilih untuk merespon ucapan Albi “Aku beri tahu sensei tidak?” tanya Albi “Tidak, jangan ya, Bi” bujuk Alana “Okey, aku jaga rahasia ini” kata Albi “Terima
“Semakin kita dewasa, semakin sulit menemukan arti kebahagiaan sesungguhnya” [POV Alana] “Dahulu sewaktu aku kecil, aku tertawa hanya karena melihat pesawat melintas di angkasa, itu sudah sangat membuatku bahagia. Dan menangis karena balon yang pecah, bukan hati yang patah. Serta bimbang ingin tidur atau bermain dengan teman, bukan karena memilih perasaan di antara dua pilihan” bisik Alana dalam hati sambil melamun di depan deretan cookies “Melamun terus, aku tinggal nih” Alfa mencoba menyadarkan Alan dari lamunannya “Jangan dong. Iseng banget sih” desak Alana sebal “Takut aku tinggal?” tanya Alfa sambil memicingkan sebelah alisnya “Terserah” Alana sudah malas bermain-main dengan cowok tersebut “Banyak banget beli cookies sampai 3 kotak” kata Alfa “Karena aku suka” jawab Alana singkat dan segera memasukkan ke keranjang belanja “Suka aku ya?” tanya Alfa tiba-tiba, menyambungkan da
“Jika cinta dipelihara, maka bahagia yang terasa. Jika luka dipupuk, maka air mata yang menumpuk” Albi yang dari kejauhan menyaksikan drama perselisihan diantara Alana dan Alfa menjadi mengurungkan niatnya untuk menghampiri mereka. Albi yang sudah mengenggam sebuah bouquet bunga mawar yang segar, memilih untuk menyembunyikan dibalik punggungnya. Kini, Albi mengerti alasan Alana begitu benci dengan cowok yang ada dihadapannya saat ini. Sebenarnya Albi merasa sakit hati melihat mereka yang dengan mudahnya memiliki banyak sekali topik obrolan, akan tetapi kini Albi merasa Alana lah tokoh yang paling merasa tertekan akibat sakit hati yang mendalam “Kenapa kamu menahan semua itu selama bertahun-tahun?” tanya Alfa “Lalu harus kepada siapa aku bercerita?” Alana membalikkan pertanyaan “Bukankah selama ini temanmu banyak dan cowok yang dekat denganmu juga banyak?’ tanya Alfa kembali “Seaindainya mudah menerima orang baru, aku su