Share

Bab 6

Penulis: Vie Junaeni
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-12 07:41:15

Ap-apa, apa itu, Tante?" tanya Alina seraya menunjuk ke arah kebun belakang.

Tante Maya menoleh ke arah yang ditunjuk Alina. Tidak ada apapun yang ia lihat di sana.

"Kamu lihat apa? Enggak ada apa-apa di sana," ucap wanita itu.

"Tadi aku—"

"Sudahlah, ayo masuk!"

Seorang wanita paruh baya berpakaian daster batik menyambut kedatangan Alina. Asisten rumah tangga itu sudah sejak lama bekerja di rumah besar milik ayahnya sejak gadis itu lahir. Hanya saja di malam kejadian mengerikan itu, Mbok Nah sedang pulang kampung karena ibunya meninggal dunia.

"Non Alina!"

Mbok Nah memeluk gadis itu dengan erat seiring dengan isak tangis yang terdengar. Wanita itu sudah menahannya sedari tadi dan tak sabar bertemu Alina.

"Maafin Mbok, Non, hiks hiks."

Alina hanya terdiam menerima pelukan tersebut. Meskipun tak sadar kalau bulir bening telah bergulir membasahi pipi mulus gadis itu.

"Mbok, kamar Alina sudah disiapkan?" tanya Tante Maya.

"Sudah, Nyonya."

Mbok Nah melepas pelukannya dari Alina saat menjawab. Ia menyeka air matanya lalu ia seka juga air mata milik gadis itu.

"Antarkan Alina ke kamarnya, biarkan dia istirahat dulu, sama tolong siapkan makan siang ya, Mbok," pinta Maya.

"Baik, Nyonya."

Mbok Nah mengantar Alina menuju ke kamarnya. Semua tampak baru kala gadis itu sampai di dalam kamar. Cat dinding yang tadinya warna ungu pastel sudah berubah menjadi warna hijau. Tata letak ranjang dan lemari juga berubah. Semua itu dilakukan Tante Maya agar gadis itu mendapatkan suasana baru.

"Non, silakan istirahat dulu, Mbok mau menyiapkan makan siang, nanti Mbok panggil ya kalau makanannya sudah siap," ucap Mbok Nah.

Alina mengangguk lemah tak mengeluarkan suara. Wanita paruh baya itu lalu meninggalkan gadis itu sendiri di dalam kamarnya.

Kamar Alina berada di lantai dua. Dari jendela kamarnya ia dapat melihat kolam renang dan kebun belakang rumahnya. Masih terbayang jelas kala dia bermain kejar-kejaran dengan Kaila.

Saat itu juga, ia melihat seolah ada ayah dan ibunya yang sedang mengamati sembari bermain dengan adik bayi. Tak terasa tetesan bulir bening itu jatuh lagi membasahi pipi gadis itu. Kini isak tangis keluar juga tak tertahankan.

Alina meraih foto keluarga dari meja rias. Ia mendekap figura itu dengan erat.

"Alina kangen sama kalian, hiks hiks...."

Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang ia kenal betul memanggilnya.

"Kakak."

Suara Kaila terdengar dari luar. Alina menghampiri sisi jendela kamar untuk memastikan suara tadi. Betapa terkejutnya ia kala mendapati sang adik tengah berdiri di dekat tepi kolam renang. Sosok gadis itu tersenyum dan melambai pada Alina.

Sontak saja Alina langsung keluar dari kamarnya. Ia bergegas berlari menuju ke tepi kolam renang. Akan tetapi, sesampainya di sana, ia tak menemukan sosok Kaila.

"Kaila, kamu di mana, Dek?"

Tak ada siapapun yang menjawab.

Percikan air kolam renang mendadak terdengar saat itu juga membuat gadis itu tersentak. Alina menoleh ke arah kolam renang tersebut. Perlahan-lahan ia melihat bayangan di permukaan air kolam renang yang menampilkan sosok wajah yang ia kenal. Kaila tersenyum ke arahnya.

Alina pikir sosok adiknya ada di belakang tubuhnya. Akan tetapi, saat ia menoleh ke belakang, tak ada siapapun di sana. Ia kembali melihat ke arah permukaan air kolam renang. Ia temukan kembali wajah Kaila di sana.

"Kaila," lirihnya.

Sedetik kemudian, hawa dingin merasuk menusuk permukaan kulit halus Alina. Bulu kuduk miliknya mulai meremang. Gadis itu merasakan ada sesuatu yang menempel di punggungnya dan terasa berat. Ia juga melihat ada kedua tangan yang melingkar di lehernya.

Kedua tangan itu pucat dan penuh luka berongga. Alina terperanjat dan tak bisa menggerakkan tubuhnya. Kedua kakinya bagai terpaku di lantai tersebut. Tubuhnya mulai gemetar saat ia mencoba menoleh si empunya tangan yang menggantung di bahunya tersebut.

Kedua tangan itu terlihat pucat dan di bagian permukaan kulitnya penuh dengan luka berongga. Ketakutan langsung menghinggapi gadis itu. Kedua kakinya terasa gemetar seolah tak mampu lagi menopang tubuhnya. Ia menoleh ke arah belakangnya.

Alina berusaha memberanikan diri menoleh ke arah belakang untuk mencari tau wajah tersebut yang merangkul tubuhnya dari belakang. Saat ia menoleh, ia mendapati wajah itu tertutup rambut hitam. Hawa dingin

"Si-siapa, siapa kamu?" tanya Alina dengan nada ketakutan.

Rambut yang menutupi wajah itu perlahan tersibak dan memperlihatkan sosok wajah yang menyeramkan. Wajah itu mirip dengan Kaila hanya saja ia tersenyum menyeringai.

"Aaaaaaaa!"

Alina berteriak sekuat tenaga lalu jatuh ke lantai pinggir kolam. Gadis itu tak sadarkan diri kemudian.

*

*

*

Alina terbangun di atas ranjangnya. Dua orang wanita terlihat mengamatinya. Raut wajah mereka tampak khawatir.

"Lin, kamu enggak apa-apa, kan?" tanya Tante Maya penuh kecemasan saat ia melihat Alina mulai membuka mata.

"Tante, tadi aku lihat—"

"Lihat apa, Non?" tanya Mbok Nah seraya menyeka bulir keringat dingin di dahi Alina dengan handuk hangat.

"Hantu, aku lihat hantu Kaila," ucap Alina.

"Ngaco kamu! Kamu jangan ngomong sembarangan, mungkin kamu masih lelah. Tante udah bilang jangan terlalu memikirkan kejadian waktu itu!" seru Tante Maya.

Wanita itu terlihat kesal.

"Tapi—"

"Sudah! Tante enggak mau dengar kamu lihat macam-macam lagi, ayo kita makan siang!" seru Tante Maya.

Wanita itu melangkah ke luar dari kamar Alina. Tak ada bantahan lagi tercipta dari gadis itu. Ia menoleh pada Mbok Nah.

"Mbok, percaya sama aku, kan?" tanya Alina.

"Iya, Mbok percaya. Sudah jangan dipikirkan lagi, ayo kita makan siang, Mbok udah masak soto ayam kesukaan Non."

Wanita paruh baya itu tersenyum hangat pada Nona majikannya. Alina akhirnya bangkit, tetapi ia melangkah kembali menuju jendela kamarnya. Ia lihat tepi kolam renang dan kebun belakang.

"Kenapa aku bisa lihat hantu Kaila, ya? Apa ada yang mau dia sampaikan ke padaku?" gumam Alina.

Hantu Kaila kembali terlihat. Ia tertawa menyeringai memandang Alina.

"Hiyyy... jangan ganggu Kakak, Dek!" seru gadis itu seraya menutup tirai jendela tersebut.

Gadis itu lalu melangkah cepat menuju ruang makan.

*

*

*

Malam itu, Alina tak mau memandang ke arah jendela lagi. Setelah Tante Maya memberi wejangan padanya. Sejak kejadian tadi siang tirai jendelanya selalu tertutup. Gadis itu mencoba membuka buku novel petualangan empat sekawan kesukaannya. Mendadak terdengar suara ketukan dari pintu kamarnya yang membuat gadis itu tersentak.

"Masuk!" seru Alina.

Tidak ada jawaban maupun gerakan daun pintu kamarnya yang terbuka. Hanya terdengar suara ketukan kembali.

"Masuk aja, Tante, Mbok Nah!" seru Alina lagi.

Tetap tak ada jawaban sampai gadis itu merasa kesal dan bangkit menuju pintu kamarnya. Ia membuka pintu kamarnya itu kemudian.

"Kan udah aku bilang ma—"

Betapa terkejutnya Alina kala mendapati tak ada siapapun di depan pintu kamarnya. Gadis itu menutup kembali daun pintu berbahan kayu gelatik tersebut. Tak lama kemudian, suara ketukan itu kembali terdengar.

Alina makin tampak kesal dan langsung membuka pintu kamarnya. Sesuatu menggantung mengejutkan gadis itu sampai membuatnya berteriak.

Sosok bayi itu tiba-tiba saja tergantung di antara pintu kamar Alina yang terbuka. Wajah bayi itu lalu menoleh ke arah gadis itu dan kedua matanya mendadak terbuka. Terdengar tawa yang mengerikan dari balita berusia satu tahun itu.

******

To be Continue…

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • AFRAID   Bab 140

    Bab 140 AfraidTeriakan Nyi Asih nyaring terdengar, rupanya Rossa menusuk bola mata Nyi Asih dengan tusuk konde di tangannya."Rossa!" seketika Alina merasa dapat menggerakkan tubuhnya."Lari, Lin! Cepat lari!" pekik Rossa.Dengan mata berkaca-kaca, Alina masih enggan beranjak. Dia ingin lari bersama Rossa."Kita lari bareng!" ajak Alina."Aaaarrgghh, kalian kurang ajar! Aku akan habisi kalian berdua!" Nyi Asih mencabut tusuk konde di bola matanya. Wanita iblis itu lalu bergerak menghampiri Alina dan Rossa. Ia bersiap menghunuskan tusuk konde tersebut ke Alina. Tetapi Rossa menepisnya. Ia mengorbankan tangan kanannya dan tertusuk tusuk konde tersebut."Rossa!" teriak Alina seraya memegangi tangan Rossa.Darah mengucur dengan deras dari lukanya."Lari, Lin! Kamu harus lari! Selamatkan dirimu!" pinta Rossa."Nggak, aku nggak akan pergi tanpa kamu," lirih Alina.Nyi Asih semakin tertawa puas. Ia beranjak menghampiri dan kini hendak mencekik Alina. Tiba-tiba, sosok pria hadir dan mengha

  • AFRAID   Bab 139

    Bab 139 Afraid"Makhluk jadi-jadian, Do," bisik Indra."Aku juga tahu kalau itu mah. Jelasnya itu makhluk apa? Mana badannya gak lengkap gitu," bisik Aldo ketakutan.Indra dan Aldo yang sama-sama ketakutan akhirnya memutuskan untuk berteriak. Beberapa warga yang mendengar langsung menoleh dan menghampiri. Mereka lantas mengejar Ningsih.Anto terlihat kebingungan. Dia masih tak menyangka kalau yang dia pikirkan selama ini benar. Ningsih adalah makhluk yang meneror warga kampung selama ini. Hatinya sangat kalut. Namun, dia begitu mencintai Ningsih.Tubuh Anto gemetar hebat. Lemas dan tiada berdaya. Namun, lagi-lagi Anto menyerah. Dia tak bisa memburu sang istri. Dia tak akan meninggalkan sang istri, dia tak bisa.Malam itu, Anto menjerit dalam hati. Dia memaksa diri untuk mengejar sang istri. Dia mau melindunginya. Meskipun dia masih tetap ngeri dan ketakutan. Akan tetapi, Anto tetep nekat berlari."Ningsih, ingin rasanya aku pergi malam ini. Aku ingin pergi jauh dari tempat ini. Sung

  • AFRAID   Bab 138

    Bab 138 Afraid"Kita harus segera pergi dari sini, Lin. Tidakkah desa ini mengerikan jika ada kutukan seperti itu?" bisik Rossa pada Alina."Iya, kamu bener, Sa. Aku ingin segera pergi dari sini," sahut Alina."Tolong! Tolong! Tolong! Aaaaaaaaaa!" teriakan seorang wanita terdengar di kebun belakang dekat dengan arah Laras tadi berlari.Beberapa warga langsung datang mendekat. Mereka menemukan hal mengerikan lainnya. Rupanya, Laras yang tengah kerasukan baru saja menarik seorang wanita hamil dan membuatnya melahirkan. Laras merebut paksa bayinya lalu kabur."Apa yang terjadi dengan Laras?" pekik ibunya Laras."Dia pergi, Bu," jawab salah satu warga yang tengah membopong wanita korban yang baru saja kehilangan bayinya."Memangnya apa yang Laras lakukan?!" tanyanya lagi."Bu, dia bukan Laras yang kamu kenal. Dia sudah berubah seperti iblis," ujar kepala desa."Laras ditemukan, Pak Kades! Dekat sungai di sana. Katanya dia lagi makan ari-ari bayi dan menghisap darahnya," ucap salah satu w

  • AFRAID   Bab 137

    Bab 137 AfraidTiba-tiba, saat pencarian tengah berlangsung tadi, terdengar bunyi gemerisik dari daun kering yang terinjak sesuatu. Cepat-cepat salah satu penduduk mengarahkan obor."Suara apa itu?" tanya Tarno."Babi, No!" sahut Andi."Biasa aja ngomong babinya jangan sengaja banget muncrat ke muka aku," sungut Tarno. Sontak saja Indra dan Aldo menahan tawa mereka. Rupanya memang ada seekor babi hutan yang merasa terganggu muncul di sekitar mereka. Dua babi hutan yang induk dan anak itu, melarikan diri karena merasa terancam akan kedatangan manusia."Ahh... hanya babi, biarkan ia pergi. Ayo, kita harus secepatnya membawa Laras ke rumahnya. Soalnya nanti biar Pak Ustaz yang kasih air untuk menenangkan," kata salah satu penduduk. Indra akhirnya mengerti setelah dijelaskan karena memang sudah biasa para penduduk yang kesurupan atau diganggu hal di luar nalar yang mistis, mereka akan minta air kepada Pak Ustaz atau Kyai setempat. Mereka yakin kalau ada yang sakit atau kerasukan roh jah

  • AFRAID   Bab 136

    Bab 136 Afraid"Kamu kenapa, Istri?" tanya Indra cemas."A-aku, aku lihat–"Belum sempat Alina menjawab pertanyaan Indra seutuhnya, bus yang mereka kendarai menabrak sesuatu diikuti jeritan semua penumpang yang ada di dalamnya. Indra dengan sigap memegangi Alina. Ia melihat sekeliling dan mendapati para penumpang lainnya terhenyak di tempat duduknya. Lalu, seorang wanita berteriak ke arah jendela. "Ada yang ditabrak! Ada yang ditabrak!" serunya panik.Dua laki-laki di depan Indra dan Alina tadi segera melangkah turun dari dalam bus guna melihat siapa yang baru saja tertabrak. Beberapa penumpang lainnya mengikuti. Sementara itu, Indra tetap menemani Alina dan berusaha menenangkannya. Di depan bus tersebut langsung dipenuhi kerumunan orang yang penasaran dengan kejadian barusan. Setelah memberanikan diri, Alina mengajak Indra untuk turun. Saat itu lah mereka melihat seorang wanita tersungkur dengan darah tergenang dari tubuhnya. Tulang tangan serta kakinya patah. Perempuan ini pastil

  • AFRAID   Bab 135

    Bab 135 AfraidLastri dirawat di rumah sakit tempat Indra bekerja. Kejadian yang berlangsung di rumah kepala desa, Kakek Anjas, menggemparkan Kampung Hijau. Semua penghuni rumahnya meninggal dunia. Hanya Lastri yang tersisa. Namun sayangnya, wanita itu mengalami gangguan jiwa."Sa, aku kok deg deg an, ya?" tanya Alina pada Rossa saat menemaninya untuk cek ke dokter kandungan."Namanya juga mau liat dedek bayi. Terus Kak Indra mana? Katanya dia mau nyusul, kan?" tanya Rossa. "Harusnya udah dateng."Tak lama kemudian, Indra yang masih mengenakan jas putih seorang dokter, berlari kecil menghampiri Alina. "Nah, berhubung Kak Indra udah datang, aku mau kasih makan siang ke Aldo, ya. Sekali lagi aku ucapkan selamat buat kalian. Yeaaayy bentar lagi ada yang panggil aku aunty cantik hihihi," ucal Rossa lalu pamit menemui Aldo.Alina dan Indra pun masuk ke ruang dokter ginekolog, rekan kerja dari Indra juga di Rumah Sakit Pelita. Indra dan Alina melihat sang jabang bayi yang berusia hampir

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status