Airélle beranjak dari posisinya untuk memperjalas suara yang tadi didengarnya.
Dan suara itu terdengar lagi. Airélle mengerjap tak percaya, kuda mana yang tersasar ke pantai begini? Pikir Airélle. Karena tidak memikirkan suatu kemungkinan buruk pun, Airélle mendekati sumber suara ringkikan kuda tersebut. Ia yakin suara kuda itu berasal dari sebuah goa batu yang tak jauh dari posisinya saat ini.
Airélle berjalan pelan— nyaris mengendap-endap tanpa suara agar tidak menakuti kuda tersebut. Berinisiatif karena pencahayaan minim di dalam goa, Airélle pun menyalakan flashlight dari ponselnya. Tentunya dia berhati-hati untuk menyorotkannya.
𝘚𝘳𝘬𝘬!
Airélle spontan diam membatu di tempatnya. Kuda itu tidak lebih jauh dari 5 meter di depannya. Karena sangat gelap, Airélle memberanikan diri untuk menyorotkan flashlight ke arah hewan itu.
𝘒𝘳𝘢𝘬𝘬!
Ponsel itu terjatuh. Airélle menjatuhkan ponselnya saking terkejutnya dia melihat pemandangan di depan matanya.
“P-pegasus...?”
Airélle berani bertaruh. Siapapun yang di posisinya saat ini juga pasti akan syok dan tidak menyangka! Kuda dengan sayap hitam berpadu putih yang membentang di kedua sisi tubuhnya, mata indah alih-alih seperti kuda biasanya.
Kuda itu meringkik lagi. Tubuh Airélle seperti mati rasa saat melihat hewan itu bergerak mendekat padanya.
“Don’t come close!” pekik Airélle panik. Dia ingin berlari meninggalkan goa dan menjauhi hewan mistis itu, tapi tubuhnya tidak bisa. Seperti ada sesuatu yang menahannya.
Kuda bersayap itu menurunkan kepalanya seperti menunduk di hadapan Airélle. Airélle hanya menatap penuh kewaspadaan. Setelah detik-detik berlalu, kuda itu tidak menjauhkan kepalanya bahkan seinci pun, membuat Airélle merasa bingung.
Akhirnya, entah dorongan dari mana, Airélle menggerakkan tangannya. Dengan perlahan ia menyentuh dan mengelus permukaan kepala dan wajah Sang pegasus. Hewan berkaki empat itu kembali meringkik, seakan-akan suara suka cita.
Pegasus itu mengangkat kepalanya kembali, lalu berbalik membelakangi Airélle. Dan di saat yang bersamaan, sebuah spiral abstrak muncul di dinding goa. Airélle terkejut, tentu saja. Tapi sayangnya, rasa penasarannya memenangi rasa takutnya.
Airélle mendekat ke spiral abstrak itu, kemudian beralih menatap pegasus itu penuh tanya. “Portal?”
Tepat setelah kata itu terucap, pegasus hitam-putih itu mendorong Airélle ke dalam spiral abstrak tersebut tanpa aba-aba.
“AIRÉLLE! Where are you??” teriakan teman-temannya adalah yang terakhir kali Airélle dengar sebelum seluruh tubuhnya tertelan portal itu.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ 。 。 。
Airélle mengerjapkan matanya beberapa kali, menyesuaikan cahaya yang masuk menembus retina matanya. Kemudian dengan spontan gadis itu memegang kepalanya yang terasa pusing.
“Sshh... Where am I?” gumam Airélle, samar-samar ia hanya melihat pepohonan di sekitarnya.
Airélle hendak merapikan rambutnya, sebelum sebuah hal baru mengejutkannya.
“MY HAIR!” histerisnya melihat rambut keseluruhannya berwarna light blonde yang terurai indah menyentuh punggung.
Airélle meraba lehernya karena merasa ada sesuatu di sana. “Necklace?” gumamnya. Kemudian ia menarik bandul di kalung tersebut, dan mengernyit.
Bandul berbentuk spiral dengan ukiran pegasus bersayap hitam dan putih. Persis seperti pegasus yang ia temui di goa, dan pegasus yang sama yang mendorongnya masuk ke dalam portal.
“HEY!” pekiknya ketika menyadari satu hal. “I know it's you! Keluar dari bandulnya, dan kembalikan aku ke pantai!” Airélle meneriaki bandul pada kalungnya itu, merasa frustrasi karena kalung itu tidak bekerja sama sekali.
“Kalau kau tidak mau keluar, akan kuhancurkan kalung ini!” ancam Airélle akhirnya.
𝘚𝘳𝘬𝘬! 𝘚𝘳𝘬𝘬!
Airélle bergerak waspada. “Apa ada orang di sana? Tolong aku! Aku... Aku tersesat.”
Seorang pria dewasa keluar dari arah semak-semak. “Kau tersesat, Nona?”
Airélle meneguk salivanya. Ia mengamati penampilan pria dewasa itu dari atas hingga kebawah. Pakaian yang— err, dimana ia akan menemukan pakaian itu di Amerika? Tidak, tapi mungkin di tempat wisata Hogwarts.
“Ya, dimana ini?” Airélle kembali bersuara.
“Ini di Negeri Fantasia. Dari mana kau berasal?”
Negeri Fantasia?
Apa-apaan ini?!
“Aku... Aku....”
Pria dewasa itu mengernyit mendapati kegaguan Airélle. Dengan penuh pertimbangan, ia menyeletuk. “Mau ikut denganku? Kau bisa beristirahat di sana.”
Airélle terdiam untuk beberapa saat hingga akhirnya ia menganggukkan kepala tanda setuju.
“Ayo, ikuti aku.”
Airélle menurutinya. Ia berjalan di belakang pria dewasa asing yang memimpin jalannya. Pikirannya berkecamuk. Apakah pilihan yang benar ia mengikuti pria ini? Seketika kegelisahan menyelimuti Airélle.
“Tenang saja, Nona. Kau tidak perlu khawatir, ada sebuah akademi di dekat sini dan itu adalah tujuan kita.” pria itu berucap, membuat Airélle tersentak kaget.
Pria dewasa itu terkekeh, “Maafkan aku. Aku bisa membaca pikiranmu.” katanya, membuat Airélle melotot. “Ah, aku lupa. Namaku Ernest Vraident. Aku bekerja di Victorieux Academia, tujuan kita.”
“Aku... Namaku Airélle Panemorfi.” balas Airélle.
Mereka berjalan dan terus berjalan. Airélle mengamati apapun yang mereka lalui. Tumbuhan-tumbuhan unik di sekitarnya begitu menarik perhatian.
“Kita hampir sampai. Dan biar kutanya satu hal apa kau melihat—”
Ernest menggantung kalimatnya saat ia melihat ekspresi terperangah Airélle.
“Siapa yang mendirikan bangunan semegah ini di tengah hutan??” tanya Airélle tanpa mengalihkan pandangannya.
“Kau bisa melihatnya?” Mr. Ernest bertanya.
“Ya, aku bisa. Kenapa tidak?” balas Airélle.
Sedetik kemudian Mr. Ernest tersenyum. “Baiklah, selamat datang di Victorieux Academia. Akademi khusus para murid yang terlahir dengan berbagai keistimewaan, elemen sebagai jati diri mereka.”
ㅤㅤㅤㅤㅤ〔 TO BE CONTINUE 〕ㅤ“Aku tidak jadi izin ke Mr. Grevin.” putus Airélle.Sontak saja dua sahabatnya itu menoleh padanya.“Kau serius?” Amatera memastikan, dan dijawab dengan anggukan kepala Airélle.“Tidak takut jadi santapan singa itu?” tanya Kareen, sedikit menggoda Airélle. Setidaknya ia harap bisa menggoyahkan Airélle, karena bagaimana pun, dia juga cemas akan keselamatan sahabatnya itu.Menanggapi pertanyaan Kareen, Airélle bergidik. Semoga saja dia tidak benar dijadikan santapan sarapan singa itu.“Itu sihir, ya? Singanya tidak habis-habis.” celetuk Airélle.Kareen di sebelahnya terkekeh. “Iya, itu ilusi mata.”“Menyenangkan....” gumam Airélle.“Bagaimana kau akan membunuh singa itu nantinya?” Amatera bertanya lagi.Airélle mengendikkan bahunya. “Aku tidak berpikir akan membunuhnya.”
Airélle menghadap cermin, menguncir rambutnya dengan sedikit tricky sehingga hasilnya terlihat lebih cantik.“Wow, bagaimana kau menguncirnya seperti itu, Airélle? Lebih tinggi dan cantik.” Kareen berkomentar.“Mau kulakukan juga ke rambutmu?” tawar Airélle. Maka, Kareen tidak akan menyia-nyiakan dengan menolaknya.Airélle meminta Kareen duduk menghadap cermin rias, lalu ia akan mengambil alih rambut coklat dengan sedikit helai berwarna hijau bergelombang itu.Amatera baru selesai dengan seragamnya. Ia mengamati Airélle yang menguncir rambut Kareen. Sedikit lebih menyusahkan dilihat dari caranya, tapi hasil tidak mengkhianati usaha.“Kalian berdua tampak lebih segar dengan bentuk kuncir itu.” Amatera berkomentar tepat setelah Kareen memekik senang atas hasil rambutnya.“Ame!” Kareen berseru, masih senang. “Kau juga harus mencoba ini. Ayolah, kita bertiga
Gadis itu melangkah dengan tergesa - gesa menyusuri rak demi rak buku menjulang yang memadati perpustakaan.Karena ia tidak bisa berteleportasi seperti penduduk Fantasia lainnya, dengan bermodalkan ilmu komunikasinya yang menanyai setiap orang yang ia temui di koridor mengenai keberadaan Pangeran Orion akhirnya membuahkan hasil.Langkah itu semakin cepat ketika melihat punggung familiar di depan sana tengah membolak - balikkan lembar tiap lembar buku usang.“Aaric!” Airélle berseru.Laki-laki itu menoleh. “Ada apa?”Airélle mencebik. “Kau bilang untuk menemuimu—”“—jika kau sadar ada sesuatu yang kau butuhkan. Jadi, apa yang hilang dan kau butuhkan?” sela Aaric dengan wajah tanpa dosanya.Airélle menggeram kecil. “Kalungku hilang! Kalung yang kutunjukkan padamu hari itu. Aku butuh... siapa tahu kalung itu bisa membawaku kembali lagi ke Chicago!&rdqu
“AIRÉLLE!!”Kedua gadis itu, Kareen dan Amatera, berseru bersamaan ketika melihat satu bagian dari mereka menunjukan pergerakan pasti.Kelompak mata itu perlahan terbuka. Maniknya yang segelap malam justru seakan berkilauan diterpa sinar mentari.Airélle kembali mengerjapkan matanya.“Oh Gods! Airélle, akhirnya kau sadar!” Kareen langsung berhambur memeluknya.Amatera dengan sigap menarik Kareen agar melepaskan pelukannya pada Airélle.“Jangan membuatnya sesak napas, Reen.” katanya, sukses mengundang kekehan dari Airélle.“Kau sudah tidak apa-apa?” Amatera bertanya, mengabaikan gerutuan Kareen yang merajuk padanya.“Badanku... terasa lemas.” jawab Airélle pelan.“Serius, Airélle!” Kareen menatap lekat-lekat pada Airélle, memberitahu ia tak ingin dibantah. “Jangan tinggalkan sarapanmu, maka
Azrival akhirnya izin pamit undur diri, dia beralasan akan menemui Panglima Fantasia, meskipun niat sebenarnya adalah memberikan waktu berdua kepada dua orang yang paling dihormati di Fantasi, Raja dan Ratu.Sepeninggal Azrival, Raja Galant berjalan lebih mendekat lagi pada Ratu Eliza. Di jarak dekat, beliau bisa melihat wajah khawatir istrinya yang belum pernah Eliza tunjukkan padanya lagi selama belasan tahun.Raja Galant menyampirkan lengannya pada pundak Ratu Eliza. Mengusapnya, menghantarkan ketenangan di sana.“Kau akan menemuinya?” tanya Raja Galant, pelan dan dalam.Ratu Eliza menggeleng sekali lagi. “Tidak, suamiku. Aku belum siap.”“Berikan dia pengertian perlahan. Kau harus menemuinya, Eliza.” Raja Galant memberitahu.“Aku hanya takut, dia tidak bisa menerimaku sebagai ibunya. Dia sangat menyayangi Giovany dan Federick, dia pasti sulit menerima kenyataan ini.” ungkap Ratu Eliza.
Aaric memutuskan untuk benar - benar pergi dari sekitar air mancur halaman sisi barat akademi ketika melihat Airélle beranjak dari duduknya. Gadis light blonde itu menepuk-nepuk bagian belakangnya yang ia pikir kotor. Aaric membalik badannya, berniat berjalan dengan arah yang berlawanan dengan Airélle. Memberikan waktu sendiri bagi gadis itu. Tentunya, sebelum insting istimewanya menyala. Aaric kembali berbalik, dan melihat Airélle tengah kewalahan menjaga keseimbangannya. Gadis itu tumbang. Hampir jatuh dan merasakan sakit di badannya apabila Aaric tidak segera menangkap tubuhnya. “Airélle? Kau mendengarku? Hey, bangun.” Aaric menepuk - tepuk pelan pipi itu, tetapi Airélle hanya diam menutup mata rapat. Dia pingsan. Dengan segera Aaric mengangkat tubuh Airélle di gendongannya. Membawa Airélle sesegera mungkin ke unit kesehatan. Koridor - koridor akademi nampak sepi. Dan tiba - tiba suara gadis menyerukan namanya. Aaric melihat di depa