Para murid kelas 1A berhambur keluar dari kelas Herbiologi, mereka kini berbondong-bondong menuju gedung kelas elemen.
Di saat para murid terlihat antusias untuk menunjukkan elemen-elemen mereka, berbeda dengan Airélle yang merasa khawatir dan tidak nyaman. Kareen bahkan Amatera pun turut mencemaskan gadis itu.
“Mungkin Mr. Radolf akan memberitahu bagaimana cara memunculkan elemenmu, Airélle.” ujar Kareen, berusaha menenangkan.
Tapi Airélle tidak mengindahkannya. Pikirnya, ia adalah manusia biasa. Ia berbeda dengan orang-orang di sini. Ia tidak memiliki elemen apapun, tentu saja.
Mereka memasuki ruangan luas, seperti lapangan di dalam ruangan. Terdapat kursi-kursi di tepi ruangan, menyisakan ruang luas di tengah.
“Selamat siang. Silakan duduk terlebih dulu.” pria dewasa yang terlihat masih muda dan bugar itu berbicara di kursi khusus yang melayang di depan ruangan.
Murid-murid pun berhambur untuk mencari kursi mereka. Begitu pun Airélle, Kareen, dan Amatera. Mereka duduk berderetan.
“Pangeran Aaric!” Lyra berseru heboh lalu bergegas duduk bersebelahan dengan Aaric. “Aku mau duduk di sisimu.”
Aaric tidak menanggapi. Ia hanya merotasi mata malas dan menatap lurus datar ke satu titik.
“Bukankah dia mirip benalu?” Kareen yang duduk di antara Airélle dan Amatera berbisik, kalimatnya tentu saja ia tujukan untuk Lyra yang berlaku centil ke Aaric— bahkan saat kelas berlangsung.
“Sudah jadi rahasia umum, 'kan, kalau gadis centil itu tergila-gila dengan Aaric. Cih,” Amatera berdecih.
Sementara Airélle tidak terlalu fokus dengan obrolan kedua teman sekamarnya itu, ia membenarkan tali sepatunya yang melonggar.
“Ekhm. Baiklah, perkenalkan saya adalah Radolf Hemsmith, pengajar elemen di Victorieux Academia.” Mr. Radolf memperkenalkan dirinya. “Seperti yang kalian tahu, ini adalah kelas elemen. Di sinilah kalian akan menguji elemen kalian sendiri. Kalian juga bisa mengetahui jika tingkatan elemen kalian bertambah dengan bantuan papan score otomatis di atas sana.”
Pria itu melayang-layang di udara dengan kursinya. Ia kemudian melayang ke arah meja untuk mengambil sebuah buku yang berisikan daftar murid kelas 1A.
“Sebagai permulaan, hmm...,” manik Mr. Radolf bergerak membaca satu persatu nama murid. “Aaric Casperion. Silakan maju, dan tunjukkan elemenmu.” panggilnya.
Semua murid di dalam kelas itu bersorak. Nyatanya, Aaric Casperion dengan jati dirinya sebagai pangeran dari Kerajaan Orion yang berparas tampan menjadikannya salah satu ‘Most Wanted Boy’ di akademi, tentu banyak gadis yang tertarik dan tergila-gila dengan pesonanya. Meski laki-laki itu selalu bersikap acuh tak acuh.
“Aaric!!” sorakan Lyra yang paling ketara di antara murid perempuan lainnya. “Fighting!”
Aaric berdiri dari kursinya dan berjalan ke tengah-tengah ruangan. Melihat Aaric yang sudah siap di tempat, Mr. Radolf memunculkan sebuah manekin khusus yang dapat mendeteksi tingkat kekuatan yang menyerangnya.
“Silakan.” Mr. Radolf menjauh, memberi ruang lebih agar Aaric merasa lebih leluasa mengeluarkan elemen miliknya.
Tanpa banyak bicara, Aaric langsung memfokuskan pikirannya. Suasana kelas pun mendadak menjadi hening, mereka menanti-nantikan kekuatan dari Aaric. Tak terkecuali Airélle.
Airélle tidak pernah melihat seseorang mengeluarkan elemen dari diri mereka selama ia hidup. Dan sekarang ia akan menyaksikannya!
Suhu ruangan mendadak menurun. Rambut silver itu bergerak-gerak kecil karena hembusan angin yang diakibatkan dari tekanan elemen yang akan ia keluarkan.
𝘞𝘶𝘴𝘩𝘩 !
Dalam sekejap, sesuatu melesat ke arah manekin itu. Airélle dan murid lain mengerjap takjub saat melihat manekin itu telah menjadi patung es dan langsung hancur berkeping-keping.
Suara sorakan dan tepuk tangan memenuhi ruang kelas. Bahkan Mr. Radolf pun terkagum dengan kekuatan Aaric. Ia kembali menggerakkan kursinya melayang mendekati Aaric. Tangannya bergerak menunjuk ke papan score yang menampilkan detail dari elemen beserta tingkatan Aaric.
“Es abadi tingkat 12. Bukankah itu terlalu hebat, Aaric?” Mr. Radolf menepuk bahu pemilik manik silver itu beberapa kali. Ia tahu latar belakang Aaric, tapi sebagai pengajar ia hanya tidak ingin membeda-bedakan muridnya.
“Es abadi? Apa es itu tidak akan bisa mencair?” tanya Airélle berbisik.
“Tidak, kecuali atas kehendak si pemilik elemen sendiri.” jawab Kareen.
“Tapi kudengar api biru bisa mencairkannya.” sambar Amatera. “Yah, meskipun benar, jarang sekali ada pengendali elemen api biru.”
“Kau juga salah satu pengendali elemen langka, Ame,” imbuh Kareen.
Amatera mengangguk, membenarkan. “Ya, begitulah, aku menuruni kakekku.”
Mr. Radolf kembali melihat buku daftar muridnya dengan seksama. “Selanjutnya, Lyra Megalia.”
Gadis itu berdiri dengan semangat. “Aaric! Kau harus melihatku.” katanya.
Airélle menatap Lyra dengan sedikit perasaan aneh. Ternyata di dunia seperti ini bisa juga mencari perhatian laki-laki. Dulu, Airélle dan teman-teman perempuannya suka sekali membicarakan adik kelas yang senang mencari perhatian laki-laki. Apalagi jika ada yang mencari perhatian pada Axton, Chelsea tidak akan tinggal diam dan akan melabrak perempuan itu.
Demi apapun, Airélle merindukan teman-temannya.
“AIRÉLLE, AWAS!”
ㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤ〔 TO BE CONTINUE 〕
ㅤ
“Aku tidak jadi izin ke Mr. Grevin.” putus Airélle.Sontak saja dua sahabatnya itu menoleh padanya.“Kau serius?” Amatera memastikan, dan dijawab dengan anggukan kepala Airélle.“Tidak takut jadi santapan singa itu?” tanya Kareen, sedikit menggoda Airélle. Setidaknya ia harap bisa menggoyahkan Airélle, karena bagaimana pun, dia juga cemas akan keselamatan sahabatnya itu.Menanggapi pertanyaan Kareen, Airélle bergidik. Semoga saja dia tidak benar dijadikan santapan sarapan singa itu.“Itu sihir, ya? Singanya tidak habis-habis.” celetuk Airélle.Kareen di sebelahnya terkekeh. “Iya, itu ilusi mata.”“Menyenangkan....” gumam Airélle.“Bagaimana kau akan membunuh singa itu nantinya?” Amatera bertanya lagi.Airélle mengendikkan bahunya. “Aku tidak berpikir akan membunuhnya.”
Airélle menghadap cermin, menguncir rambutnya dengan sedikit tricky sehingga hasilnya terlihat lebih cantik.“Wow, bagaimana kau menguncirnya seperti itu, Airélle? Lebih tinggi dan cantik.” Kareen berkomentar.“Mau kulakukan juga ke rambutmu?” tawar Airélle. Maka, Kareen tidak akan menyia-nyiakan dengan menolaknya.Airélle meminta Kareen duduk menghadap cermin rias, lalu ia akan mengambil alih rambut coklat dengan sedikit helai berwarna hijau bergelombang itu.Amatera baru selesai dengan seragamnya. Ia mengamati Airélle yang menguncir rambut Kareen. Sedikit lebih menyusahkan dilihat dari caranya, tapi hasil tidak mengkhianati usaha.“Kalian berdua tampak lebih segar dengan bentuk kuncir itu.” Amatera berkomentar tepat setelah Kareen memekik senang atas hasil rambutnya.“Ame!” Kareen berseru, masih senang. “Kau juga harus mencoba ini. Ayolah, kita bertiga
Gadis itu melangkah dengan tergesa - gesa menyusuri rak demi rak buku menjulang yang memadati perpustakaan.Karena ia tidak bisa berteleportasi seperti penduduk Fantasia lainnya, dengan bermodalkan ilmu komunikasinya yang menanyai setiap orang yang ia temui di koridor mengenai keberadaan Pangeran Orion akhirnya membuahkan hasil.Langkah itu semakin cepat ketika melihat punggung familiar di depan sana tengah membolak - balikkan lembar tiap lembar buku usang.“Aaric!” Airélle berseru.Laki-laki itu menoleh. “Ada apa?”Airélle mencebik. “Kau bilang untuk menemuimu—”“—jika kau sadar ada sesuatu yang kau butuhkan. Jadi, apa yang hilang dan kau butuhkan?” sela Aaric dengan wajah tanpa dosanya.Airélle menggeram kecil. “Kalungku hilang! Kalung yang kutunjukkan padamu hari itu. Aku butuh... siapa tahu kalung itu bisa membawaku kembali lagi ke Chicago!&rdqu
“AIRÉLLE!!”Kedua gadis itu, Kareen dan Amatera, berseru bersamaan ketika melihat satu bagian dari mereka menunjukan pergerakan pasti.Kelompak mata itu perlahan terbuka. Maniknya yang segelap malam justru seakan berkilauan diterpa sinar mentari.Airélle kembali mengerjapkan matanya.“Oh Gods! Airélle, akhirnya kau sadar!” Kareen langsung berhambur memeluknya.Amatera dengan sigap menarik Kareen agar melepaskan pelukannya pada Airélle.“Jangan membuatnya sesak napas, Reen.” katanya, sukses mengundang kekehan dari Airélle.“Kau sudah tidak apa-apa?” Amatera bertanya, mengabaikan gerutuan Kareen yang merajuk padanya.“Badanku... terasa lemas.” jawab Airélle pelan.“Serius, Airélle!” Kareen menatap lekat-lekat pada Airélle, memberitahu ia tak ingin dibantah. “Jangan tinggalkan sarapanmu, maka
Azrival akhirnya izin pamit undur diri, dia beralasan akan menemui Panglima Fantasia, meskipun niat sebenarnya adalah memberikan waktu berdua kepada dua orang yang paling dihormati di Fantasi, Raja dan Ratu.Sepeninggal Azrival, Raja Galant berjalan lebih mendekat lagi pada Ratu Eliza. Di jarak dekat, beliau bisa melihat wajah khawatir istrinya yang belum pernah Eliza tunjukkan padanya lagi selama belasan tahun.Raja Galant menyampirkan lengannya pada pundak Ratu Eliza. Mengusapnya, menghantarkan ketenangan di sana.“Kau akan menemuinya?” tanya Raja Galant, pelan dan dalam.Ratu Eliza menggeleng sekali lagi. “Tidak, suamiku. Aku belum siap.”“Berikan dia pengertian perlahan. Kau harus menemuinya, Eliza.” Raja Galant memberitahu.“Aku hanya takut, dia tidak bisa menerimaku sebagai ibunya. Dia sangat menyayangi Giovany dan Federick, dia pasti sulit menerima kenyataan ini.” ungkap Ratu Eliza.
Aaric memutuskan untuk benar - benar pergi dari sekitar air mancur halaman sisi barat akademi ketika melihat Airélle beranjak dari duduknya. Gadis light blonde itu menepuk-nepuk bagian belakangnya yang ia pikir kotor. Aaric membalik badannya, berniat berjalan dengan arah yang berlawanan dengan Airélle. Memberikan waktu sendiri bagi gadis itu. Tentunya, sebelum insting istimewanya menyala. Aaric kembali berbalik, dan melihat Airélle tengah kewalahan menjaga keseimbangannya. Gadis itu tumbang. Hampir jatuh dan merasakan sakit di badannya apabila Aaric tidak segera menangkap tubuhnya. “Airélle? Kau mendengarku? Hey, bangun.” Aaric menepuk - tepuk pelan pipi itu, tetapi Airélle hanya diam menutup mata rapat. Dia pingsan. Dengan segera Aaric mengangkat tubuh Airélle di gendongannya. Membawa Airélle sesegera mungkin ke unit kesehatan. Koridor - koridor akademi nampak sepi. Dan tiba - tiba suara gadis menyerukan namanya. Aaric melihat di depa