#25Tok tok tok!Aku mengetuk pintu rumah Deni, rumah yang masih terlihat sama seperti saat terkahir aku berkunjung ke sini.Tak ada yang berubah sedikitpun, bahkan tanaman hias yang aku tanam bersama Deni saat kami SMA pun masih tumbuh subur di pekarangan rumah ini.Jelas, mereka merawatnya dengan sangat baik sehingga tanaman masih hidup sampai saat ini. Tak ada jawaban dari dalam rumah ini, suasana nampak sangat sepi.Aku lirik jam di tanganku yang sudah menunjukan pukul sebelas malam. Andai saja taksi online tadi tidak kehabisan bensin, mungkin aku bisa sampai tiga puluh menit lebih cepat.Sudahlah, yang penting aku sudah ada di depan rumah Deni. Aku hanya perlu menunggu beberapa saat hingga mereka membukakan pintu untukku.Tok tok tok!Aku kembali mengetuk pintu, kali ini dengan suara yang lebih keras. Aku benar-benar tidak ingin menunda untuk menemui Indah.Malam ini juga aku ingin membawanya pergi dari rumah ini. Entah apa yang membuat aku begitu ingin memeluk Indah saat ini.Mu
#26#DeniMalam itu keadaan antar aku dan Indah terasa sedikit canggung. Mungkin karena aku baru saja mengungkapkan perasaanku padanya.Meski begitu, aku merasa jika kami tidak harus merasa canggung jika memang Indah tidak memiliki perasaan yang sama denganku.Usai makan malam, tiba-tiba mengutarakan niatnya untuk menyewa kontrakan."Kenapa mendadak sekali Nak?" tanya ibuku."Bu, sekarang kan Indah udah dapet gaji. Indah cuma mau belajar mandiri, Indah nggak mungkin terus-menerus jadi beban buat Ibu sama Mas Deni. Lagipula, takut jadi fitnah Bu karena Indah sudah terlalu lama tinggal disini," ungkap Indah.Namun, bagiku pernyataan Indah sangat tidak masuk akal. Apakah ia sedang berusaha menghindar dariku?"Tapi Nak, ibu tidak pernah merasa direpotkan sama kamu. Kamu jangan pergi ya, ibu merasa punya teman dirumah ini. Ya, ya!" mohon wanita yang sudah melahirkan aku beberapa puluh tahun yang lalu itu.Dengan lembut, Indah menatap lekat wajah ibuku. Ia mengatakan bahwa semua ia lakukan
#27#IndahAku segera mendorong pintu dan menguncinya dengan sekuat tenaga tidak ingin jika Mas Bayu kembali masuk dan menghancurkan semuanya.Entah bagaimana lagi aku menghadapi mantan suami yang begitu menyebalkan. Ia tidak hanya menyakitiku, tapi dia juga menuduh ku telah melakukan apa yang sebenarnya ia lakukan.Sedikitpun ia tidak pernah merasa bersalah atas apa yang dia lakukan. Setelah memastikan jika Mas Bayu tidak akan pernah kembali, aku segera pergi ke dalam untuk melihat keadaan Deni."Deni, bangun Nak ...," teriak ibu seraya terisak dalam tangis.Segera aku menelpon pihak rumah sakit untuk mengirimkan ambulance. Setelah itu aku dan ibu bekerja sama untuk membuat Deni tetap tersadar meskipun matanya sudah terpejam."Mbak, tolong ambilkan air hangat untuk mengompres luka dan membersihkan darah ya," titahku pada Mbak Sari.Segera wanita paruh baya itu menjalankan apa yang aku perintahkan, setelah itu aku kembali memastikan apa saja yang akan di bawa ke rumah sakit karena dok
#28Susah payah aku memberikan pembelaan kepada kedua adikku agar mereka terbebas dari tuduhan yang terus dilakukan oleh seorang wanita paruh baya.Meskipun wanita itu terus meronta dan tidak peduli dengan permohonanku akan tetapi lambat laun wanita itu mau memaafkan kedua adikku dan pergi dengan perjanjian adikku menjauhi suaminya.Setelah wanita paruh baya itu pergi aku memilih untuk masuk ke dalam kamar yang dulu aku gunakan sebelum menikah dengan Indah.Malam ini aku memutuskan untuk istirahat dan tidak mau bahasa apapun masalah tentang kedua adikku. Aku ingin menenangkan pikiran terlebih dahulu sebelum membahas semuanya.Satu yang tidak aku inginkan adalah emosiku semakin memuncak dan membuat mereka justru akan menjadi sasaran kemarahan ku.Saat ini pikiranku sangat kacau apalagi setelah kejadian di rumah Deni tadi aku benar-benar tidak bisa lagi berpikir dengan jernih.Pagi harinya aku bangun tetap pukul jam enam pagi, masih sangat sepi karena belum ada yang bangun diantara kedu
#29Setelah sampai di rumah sakit, aku langsung membawa ibu ke ruang UGD. Sepintas ujung mataku seperti melihat Indah disini. Entah karena ini rumah sakit tempat ia bekerja atau ia sudah membawa Deni untuk di rawat disini."Dok, tolong ibu saya. Tolong Dok," mohonku."Pak Bayu kan?" tanya beliau nampak heran.Mungkin beliau bingung karena beberapa waktu yang lalu aku masih menemani Nindy di ruangannya. Tanpa membuang waktu, dokter itu langsung memeriksa keadaan Ibu dan segera memberikan pertolongan pertama.Sementara itu, aku dan kedua adik perempuanku menunggu di luar untuk keputusan dari dokter tentang keselamatan ibu kami."Ini semua gara-gara kamu Mas!" lirih Lintang."Kalau aja kamu nggak sibuk sama istri baru kamu, mungkin kami nggak harus jual diri untuk memenuhi kebutuhan kita dan kemauan ibu!" imbuh Wulan.Aku hanya diam, apapun yang mereka katakan aku benar-benar tidak habis pikir. Sampai kapan mereka akan merasa benar atas perbuatannya.Entah bagaimana mereka bisa berpikir
#30Segera aku pergi ke ruang gawat darurat untuk mengurus pemindahan ibu ke ruang rawat inap."Lama banget Mas?" tanya Lintang."Udah yuk!" ajakku.Kami membawa ibu dengan di bantu dua perawat untuk mendorong ranjang tempat ibu berbaring.Setelah semua selesai, aku meminta kedua adik perempuanku untuk duduk bersama. Aku rasa, kami memang harus membicarakan semuanya."Mas udah ketemu sama Indah, tapi dia kayaknya udah nggak mau balik sama Mas. Apalagi dia sekarang sudah dekat dengan seorang pria artinya Kami tidak akan bersatu kembali," jelasku.Kedua adik perempuan ku hanya diam mereka seolah tidak menanggapi apa yang aku katakan bahkan sedikit pun merasa bersalah mereka tidak melakukannya.Apalagi untuk meminta maaf atas kehancuran rumah tanggaku yang ada andil mereka di balik semua ini."Kalau nanti Mas di tangkap polisi, Mas tolong kalian jadi ibu baik-baik."Lintang mendongak ia seolah tidak percaya dengan apa yang aku katakan barusan."Ditangkap polisi emang? Emang Mas ngapain?"
#31"Sudah Yu, kami pasti memaafkan kamu. Sudah," ucap ibunya Deni seraya mengangkat tubuhku dari posisi duduk.Aku benar-benar tidak menyangka jika semua akan menjadi seperti ini. Emosi sesaat yang aku turuti menjadikan luka yang pedih di wajah Deni.______"Jadi, kamu menikahi Nindy?" tanya Deni saat kami hanya berdua di ruangan tersebut.Aku mengangguk, tapi sepertinya Deni tahu jika ada sesuatu yang aku rasakan. Ia memang selalu bisa menebak sesuatu yang aku sembunyikan. "Iya begitulah, tapi aku benar-benar nggak tahu kalau dia punya suami Den, dia mengaku gadis padaku, tapi belakangan ini banyak kejadian aneh."Aku berusaha mengungkapkan semua pada Deni. Selama ini, teman curhat paling baik bagiku memang hanya Deni. Ia selalu bisa memberikan solusi dan saran di setiap masalahku."Aneh gimana?" tanya Deni."Dua hari lalu, dia tiba-tiba ngeluh sakit perut. Sampe akhirnya dia nabrak tiang listrik depan rumah, cuma yang bikin aneh. Hasil USG menyatakan luka di bagian perutnya sepert
#32"Pertama, aku pengen banget minta maaf sama kamu. Ya, aku tahu aku udah egois banget selama ini. Aku terlalu mementingkan kedua adikku dan ibuku," ucapku mengawali permintaan maaf.Indah, Deni, Nindy dan Ibunya Deni seakan menatapku penuh selidik. Mungkin mereka tak mengerti apa yang membuat aku seperti ini."Aku belajar dari Deni, hanya saja aku salah menempatkan semuanya. Dulu, Deni selalu berkata bahwa orangtua dan keluarga adalah yang utama. Aku lupa, bahwa Deni belum memiliki tanggung jawab sebagai seorang suami.Bahkan, aku selalu mengutamakan ibu dan kedua adikku hanya karena aku tidak ingin terlihat menjadi anak yang durhaka. Indah, aku benar-benar minta maaf, karena sikap aku itu kita harus kehilangan anak kita.Aku juga nggak pernah nemenin kamu v ibuku selalu bilang kalau wanita itu tidak selalu harus menjadi beban buat suaminya.Namun, aku benar-benar salah mengartikan semuanya. Aku tak tahu kalau manjanya seorang istri adalah sebuah jalan menuju rumah tangga yang baha