Menjelang hari bahagianya, Livi dihantam kenyataan pahit—tunangan yang selama ini ia cintai ternyata berselingkuh. Dikhianati setelah lima tahun pengorbanan, Livi memilih satu hal: bangkit, dan membalas. Dengan reputasi keluarga jadi taruhannya, ia menikah diam-diam dengan Arch—pria asing yang ternyata punya luka serupa. Namun hidup baru tak pernah sederhana. Mantan yang belum move on, problematika keluarga, dan perasaan yang mulai tumbuh dalam diam membuat Livi mempertanyakan segalanya. Ketika dua orang 'asing' memilih menikah karena keadaan, bisakah cinta tumbuh dari luka yang sama? "Terlihat asing, tapi terasa dekat." – Livi "Dari dulu, aku tidak berubah, pun dengan kamu." – Arc
ดูเพิ่มเติม"Di mana kamu? Acara akan dimulai sebentar lagi!"
Satu pesan masuk ke ponsel Livi, seorang gadis yang tampak cantik mengenakan kebaya press body warna putih. Pesan itu datang dari Axel, tunangannya. Pria yang seharusnya menikah dengannya. Namun Livi hanya menatap layar itu dengan tatapan kosong. Ponsel bergetar beberapa kali, tapi Livi sama sekali tidak ingin meresponnya. Axel tidak tahu, kalau empat puluh menit lalu. Livi yang tampak lelah disarankan untuk beristirahat di kamar hotel oleh WO, sembari menunggu acara dimulai. Akan tetapi begitu dia berdiri di depan pintu kamar hotel, dia mendengar suara tidak biasa dari balik pintu. "Ah... pelan dikit, Axel. Nanti ketahuan." "Aku tidak tahan, San. Kamu nikmat banget." Walau tidak bisa melihat, Livi mengenali suara itu. Hati Livi mencelos. Orang yang ada di balik pintu tidak lain dan tidak bukan adalah Axel. Tunangannya dan Sandra, sahabatnya. Livi memilih tidak masuk. Tidak pula meneriaki mereka. Apalagi sampai melempar barang untuk meluapkan emosi. Dia hanya berdiri di sana selama beberapa detik, lalu pergi dengan langkah gontai. "Mereka berselingkuh!" Tubuh Livi hampir rubuh, disertai hati hancur berkeping-keping. Air mata seketika luruh membasahi pipi. Fakta menyakitkan baru saja dia ketahui. Lima tahun bersama. Lima tahun menjalin hubungan dengan Axel. Livi telah berkorban banyak untuk Axel. Baik waktu, uang, juga pikiran. Demi Axel, Livi sampai menjauh dari pria lain. Livi beralasan pria tersebut akan jadi suaminya. Jadi dia harus menjaga perasaan Axel. Tidak ingin membuat pria itu cemburu. Gadis itu boleh dibilang cinta mati pada Axel. Livi adalah budak cintanya. Untuk Axel, Livi akan melakukan segalanya. Tapi, justru ini yang dia dapat sebagai balasan. "Dasar brengsek!" Maki Livi sepanjang jalan, nyaris tanpa henti. Axel berselingkuh dengan Sandra. Sahabat Livi sejak SMA yang dia perlakukan layaknya saudara kandung. Sandra yang awalnya dia ajak tinggal bersama karena diusir dari rumah orang tuanya. Air mata menetes lagi saat Livi mengingat semua itu. Sandra malah menusuknya dari belakang. Perempuan itu berselingkuh dengan calon suaminya. "Tidak tahu diri. Murahan!" Kali ini umpatan Livi tertuju pada Sandra. Tak terhitung pengorbanan yang Livi lakukan untuk Axel. Termasuk bersitegang dengan keluarganya sendiri. Sang ayah tidak pernah setuju Livi berhubungan dengan Axel. Papa Livi beranggapan, Axel tidak cukup pantas untuk putrinya. Ditambah lagi papa Livi menilai Axel tidak mencintainya. Kini sepertinya yang dikatakan ayahnya jadi kenyataan. Kenyataan itu melukai Livi begitu dalam. Sakit, sedih, kecewa, juga patah hati menyerang Livi bersamaan. "Papa," sebut Livi lirih. Gadis itu beberapa kali menarik napas dalam lantas menghembuskannya. Dia coba berpikir tenang, meski kepalanya sejak tadi sibuk meneriakkan, "Aku tidak mau menikah dengan pria seperti itu!" Namun setelahnya kepanikan melanda gadis itu. Kalau Livi membatalkan pernikahan sepihak, media akan menyorot keluarganya. Nama orang tuanya bisa tercemar. Terlebih ayahnya adalah seorang pengusaha dari keluarga ternama. Semua perhatian tengah terarah pada acara ini. Ditambah tamu undangan dari kalangan atas sudah banyak yang datang. Livi kembali menghela napas. Dia tidak takut kehilangan Axel. Tapi, dia tidak mau orang tuanya menanggung malu. Apa yang harus Livi lakukan? Livi bingung. Saat itu tiba-tiba satu teriakan membuyarkan lamunan Livi. "APA MAKSUDMU TIDAK BISA MENIKAH?!" Seorang pria berjas hitam berdiri tak jauh dari tempat Livi duduk, di tengah taman hotel. Tindakan sosok tadi menarik perhatian Livi. "Semua tamu sudah hadir! Bagaimana mungkin dia malah menghilang? Halo? Halo!” Pria itu menatap ponselnya, tampak panggilannya telah diputus. “Astaga." Dia menghela napas sambil memijit pelipis. Setelah itu lelaki tadi menoleh pada pria di sebelahnya, sosok dengan jas pengantin yang dikenakan rapi di tubuh tegapnya. Wajahnya layaknya pahatan Tuhan yang nyaris sempurna. Garis rahang tajam, hidung tinggi, mata dalam yang memancarkan karisma dingin. Setiap gerakannya menunjukkan bahwa dia pria yang terbiasa memegang kendali. "Bagaimana ini, Arch?" Pria tadi bertanya dengan panik. "Pengantin wanitanya hilang. Tidak bisa ditemukan. Padahal lima menit lagi acara dimulai. Semua tamu sudah menunggu. Kita tak punya waktu." Arch, pria tampan itu hanya menarik napas pelan. Tidak marah. Apalagi panik. Sorot matanya tidak terbaca, tapi satu yang pasti dia seperti sedang memikirkan sesuatu. Kondisinya hampir mirip seperti Livi. “Tidak ada cadangan?” Tanya Arch. Asisten Arch menghela napas kasar. “Cadangan bagaimana? Ini pernikahan! Bukan permainan! Mana mungkin aku sediakan mempelai wanita cadangan!” Saat itu juga, ide gila mendadak muncul di benak Livi. Dia berdiri. Langkahnya mantap saat menghampiri dua pria itu. "Permisi," sapa Livi dengan bibir tersenyum samar. Walau begitu jejak sembab dan air mata masih tampak jelas di wajah Livi. Kedua pria tadi menoleh. Asisten Arch terlihat heran, tapi Arch tidak. Tatapan matanya berubah saat melihat Livi. Netra kelamnya sedikit melebar, menampilkan keterkejutan di sana, samar—namun nyata. Livi mencoba bersikap ramah dan tenang. Walau detak jantungnya tak karuan. "Maaf kalau saya lancang, tapi saya dengar kalian butuh mempelai wanita," ujar Livi terus terang. Dia menunduk sebentar, lalu menatap lurus pada Arch. "Kebetulan, saya perlu mempelai pria. Tunangan saya berkhianat. Dia tidur dengan sahabat saya tepat sebelum pernikahan kami dimulai." "Tapi saya tidak bisa membatalkan pernikahan ini begitu saja. Reputasi keluarga saya bisa hancur jika saya melakukannya." Livi menggigit bibir bawahnya, menampilkan kegugupan yang luar biasa. Dua tangannya terkepal, teringat perbuatan Axel dan Sandra. Namun setelahnya, Livi kembali bicara dengan suara pelan tapi penuh keyakinan. "Kalau Tuan bersedia, bagaimana kalau Tuan menikah dengan saya?""Tunggu di sini sebentar. Satria baja hitam minta tanda tangan."Livi terbahak ketika Arch meninggalkannya di lobi DL Grup. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Tapi Arch masih harus setor satu tanda tangan pada sang asisten yang menunggu di meeting room lantai satu.Satu yang kembali membuat Livi ngap-ngapan adalah aksi Arch mencium keningnya sebelum beranjak. Sederhana tapi sangat bermakna. Selain itu Arch juga menyerahkan kunci Maybach yang sudah diambilkan satpam pada Livi.So di sinilah dia, memainkan kunci mobil sambil chattingan dengan adiknya. Gadis itu sempat menggulung senyum mendengar Ken curhat kalau dia tidak bakal dapat warisan kalau main cewek terus."Mbak, mereka yang nguber, bukan aku.""Tapi kamu kan tepe-tepe ke mereka. Siapa yang tidak salah paham. Dikiranya kamu kasih sinyal ke mereka. Anteng gitu bisa gak sih, Ken.""Aku petakilan saja mereka masih ngejar. Gimana kalau aku cosplay jadi Kak Lio. Bisa antri yang melamar ke rumah."Livi terbahak. Dia tahu maks
"Lagian Vi. Kalau dia beneran menganggap kamu teman. Dia akan selalu membalas pesanmu. Kalau tidak saat itu, begitu ada peluang, pasti dibalas.""Kalau dia beralasan sibuk, itu basi. Pasalnya sibuk itu hanya dalih, yang terjadi sebenarnya adalah kamu bukan prioritas dalam hidupnya.""Kayak dia dong," sindir Livi."Aku meeting, habis meeting aku langsung ke tempatmu. Bukannya ketemu kamu aku malah melihat Axel, nyebelin!"Itu adalah rangkaian percakapan terakhir sebelum Livi terlelap dalam dekapan sang suami. Sama seperti Livi, kualitas tidur Arch juga membaik sejak beberapa waktu terakhir.Pria itu bahkan tidak perlu teh Valerian lagi. Asal waktunya tidur, dia tidur. Pria itu bisa pulas sampai pagi.Mengikuti saran semalam, maka hari ini Livi berniat menemui Stacy. Sang teman sudah bekerja dua bulan di DL Grup, tapi tak sekalipun membalas pesan Livi. Gadis itu jadi sanksi kalau yang diucapkan Arch adalah benar.Dari ruangan Arch, Livi turun ke kafe yang berada satu lantai dengan tempa
Livi beberapa kali melirik ke arah Arch yang masih tekun bekerja. Tampilan sungguh menggoda iman Livi yang lumayan tebal. Iyalah tebal, kalau tidak sudah habis Livi sama Axel sejak lama.Nyatanya lima tahun pacaran, Livi masih utuh. Sentuhan mereka hanya sebatas ciuman, itu pun tidak seperti yang Arch lakukan padanya. Ciuman suami Livi begitu dalam, lembut, penuh cinta dan puja. Sekali beraksi Arch mampu menyedot waras Livi sampai habis. Tidak heran kalau gadis itu kerap hilang kendali tiap kali bertaut bibir dengan Arch."Dia benar-benar bahaya," gumam Livi dari balik ponselnya. Sesaat kemudian dia heran kenapa dia dulu bisa tergila-gila pada Axel. Tampan sih, tapi kalau dibanding Arch ... jauh. Bahkan dengan Kai saja, Axel tidak secermerlang itu."Dia ini definisi mengalihkan duniaku.""Mbak mulai cinta ya sama Kak Arch?" Arion mengejek dari seberamg melalui pesan di grup chat mereka.Grup rusuh dengan empat anggota online tapi cuma tiga yang sibuk mengetik."Gak boleh ya jatuh ci
"Aduh, tolong minggir! Berapa kali aku bilang, kita jaga jarak naik motornya. Kagak ada nempelnya sama sekali, suerrr."Penjelasan Livi hanya dibalas tatapan super tajam dari Arch. Oh tolong, mendadak Livi rindu dengan kehadiran Satria. Pria itu paling bisa mencairkan suasana. Kalau mood Arch super bad, Satria paling bisa balikin suasana hati bosnya."Kagak percaya.""Astaga. Kamu cemburu sampai segitunya."Livi merepet ke sudut sofa ketika Arch mendesaknya. "Tergantung bujukannya," bisik Arch.Pria itu menjauh dengan mata kembali fokus pada laptop. Di mana beberapa data sedang diperiksa."Aku bantu input data. Gratis deh.""Gak ada lowongan.""Mau aku pijitin?""Pijatanmu gak enak, lebih enak pijatanku," balas Arch judes.Livi nyengir lebar. Teringat momen dia yang niat mijit tapi berubah haluan jadi cabut bulu kaki. Sebagai bule mix oriental sedikit, bulu kaki Arch memang lebat. Dan Livi dengan antusias menawari Arch buat waxing.Alhasil pria itu misuh-misuh sebab dia kesakitan. Pad
Deru mesin moge terdengar memekakkan telinga. Andai Livi tidak terbiasa dengan hal itu mungkin dia akan budeg dalam sekejap. Tapi dia sudah mendengar, bahkan sempat belajar menaiki motor dengan body tinggi besar plus berat itu.Arion, Ken dan Lio punya di The Mirror, jadi kalau dia luang dia akan menggeber salah satu motor koleksi mereka, atau tak jarang motor milik papanya sendiri.Kali ini Livi tidak sendiri naik motor besar itu. Di depannya ada Irfan, yang dengan lihai menyalip beberapa kendaraan yang menghalangi laju motornya.Mengenakan jaket kulit Irfan juga helm cadangan yang selalu ada di loker pria itu, Livi sukses mengelabui Axel yang berjaga di depan pabrik."Kasih tahu suamimu. Bilang kalau mantanmu nongki di depan pabrik. Aku gak mau kalian salah paham."Livi mengangguk sambil mengetik pesan pada sang suami. Dan di sinilah Livi berada. Memegangi ujung jaket Irfan dengan canggung, Livi berusaha menjaga jarak dengan rekan kerjanya.Herannya lagi, Livi yang biasa ngantukan t
Axel memicing mendengar nama Livi disebut oleh Sandra juga seorang perempuan yang dia tidak tahu namanya. "Kenapa dengan Livi?""Tidak ada. Kami tidak membicarakan dia, kamu pasti salah dengar."Meisya menatap pria yang dia akui tampan. Tapi dalam penilaiannya masih lebih rupawan bosnya di kantor. Perempuan itu berdecih, laki modelan begini dijadikan rebutan. Berarti Livi lebih pintar.Langsung melepas Axel yang meski tampan tapi masih ada yang lebih di atasnya. Bahkan dibandingkan dengan Irfan, keduanya bisa dikatakan imbang.Tentu saja, Irfan aslinya tuan muda, cuma sedang cosplay jadi rakyat jelata. Kalau Irfan didandani jadi tuan muda, niscaya pesonanya akan lebih cetar dibanding Axel."Dia mantannya Livi. Tidak salah kamu rebutan laki model beginian?" Cibir Meisya yang seketika dapat pelototan tidak terima dari Sandra.Meisya melambaikan tangan, mengakhiri topik yang baginya jadi tidak penting. "Ganti rugi. Gara-gara kamu aku dipecat.""Kok aku. Kan kamu yang lakuin itu." Sandra
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
ความคิดเห็น