Share

Kebodohan

Author: RENA ARIANA
last update Huling Na-update: 2022-11-10 19:41:17

Sudah lebih satu Minggu pak Pramono tidak datang menjengukku, biasanya tiga atau empat hari dia pasti datang. Ini sudah hampir sepuluh hari. Ah! Mungkin masih di Singapura. 

Ingin aku bertanya melalu panggilan telepon. Namun, tidak berani. Entah kenapa, aku kepada pak Pramono terlalu segan. Mungkin karena kewibawaannya atau pembawaannya yang cool layaknya para pemimpin.

Akhirnya aku mencoba menunggu saja kabar darinya atau menunggu kedatangannya. 

Namun, hingga berhari-hari tidak ada kabarnya meski hanya melalui SMS atau W******p.

Aku pun bertanya-tanya, apa yang terjadi dengannya kenapa tidak ada kabar? Kekhawatiranku  semakin menjadi ketika sudah beberapa minggu  tidak juga kunjung ada kabar, apalagi datang.

Tetiba aku di kagetkan dengan adanya suara mobil berhenti di carport kemudian tak berapa lama, terdengar suara ketukan pintu di ruang tamu.

Kubuka pintunya.

Degg!

Begitu kagetnya aku,  dihadapanku sudah berdiri seorang pemuda tampan yang tidak asing lagi bagiku.

Pemuda yang pernah mengisi hari-hari dan malamku.

Ia menenteng sebuah tas kerja, memakai kemeja warna hitam. Tampak semakin menambah ketampanan dan ke-cool-an dia.

"Bolehkah aku masuk?" tanya pemuda itu  tanpa senyum. Padahal ia yang ku kenal selalu tersenyum bila bertemu denganku.

"M-m-mas  Reno, bagaimana bisa Mas  tahu aku di sini?" Aku tergagap bercampur kaget, campur takut seperti ketakutanku bertemu hantu. Iyah! Dia hantu bagiku yang harus aku hindari. Namun, kini malah di depan pintu rumahku.

"Boleh aku masuk?" tanyanya lagi tanpa menjawab pertanyaanku.

"S-s-silahkan Mas," ucapku masih gugup. Gugup karena pasti akan terjadi hal besar nantinya. Jangan-jangan ia mengetahui hubunganku dengan dengan pak Pramono. Duuuuh ... bagaimana ini?

Aku berjalan memasuki ruang tamu sambil memegangi perutku yang sudah sangat besar. Yah! Umur kandunganku sudah berusia jalan 9 bulan, mungkin sebentar lagi akan melahirkan.

"Perutmu semakin besar. Aku kira sebentar lagi akan melahirkan," tanya dia setelah duduk di sofa tamu berhadapan denganku.

"Iya," ucapku sambil mengelus perutku, aku menunduk tak mampu menatap tatapan matanya.

"Aku tahu rumahmu, setelah aku melihatmu kemarin sedang belanja. Aku mengikutimu sampai di sini tanpa sepengetahuanmu, maafkan aku," ucap pemuda itu.

Tuh, kan? Akhirnya ia pernah mengikutiku! Apakah ia pernah mengikuti ku juga saat bersama pak Pramono? Tapi ah!! bukankah beberapa minggu ini ia tak ke sini? Mana mungkin dia tahu!

Hatiku bergolak! Menggelegak! Jangan-jangan ia ingin menyampaikan kabar buruk.

Hatiku semakin berdebar, apakah ia tahu hubunganku dengan papanya. Apakah ketidakhadiran pak Pramono beberapa Minggu ini karena ketahuan. Duh! Gimana ini?!

Ia membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah plastik kresek hitam.

"Aku mau memberikan sesuatu kepadamu," ucap pemuda itu kembali.

"Memberikan apa?" ucapku dengan jantung berdegup kencang. Aku sudah mulai membaca bahwa ada sesuatu yang terjadi.

"Ini ada uang untuk biaya persalinan anakmu nanti." ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Syukurlah, ternyata bukan hal besar! Hatiku kembali mulai normal degub jantungnya.

"Mm-- maaf, Mas, aku tidak bisa menerimanya" jawabku lagi dengan pikiran berkecamuk.

"Tolong terimalah, Rini," ucapnya tatap penuh harap.

"Maaf, Mas, Ibu Rosalinda lebih membutuhkan karena ia dalam keadaan sakit juga," ucapku berusaha menolak.

"Mama keadaannya semakin membaik. Sekarang dirawat di rumah sakit Singapura. Papa sekarang yang menunggui mama di sana beberapa minggu ini," jelasnya. Oh, pantes pak Pramono tidak datang-datang, ternyata ia ada di Singapura.

Pikiranku bimbang antara menerima atau tidak. Jika aku menerima, itu sama halnya aku mengakui bahwa anak yang dikandung ini anaknya. Ah! Bagaimana dengan pak Pramono, nanti?

Diantara rasa bimbang dan dilemaku. Tiba-tiba perutku sakit dan mulas.

Aku mengerang kesakitan di depan Reno yang sedang bicara namun aku sudah tidak konsentrasi lagi, ntah apa yang sedang ia bicarakan.

"Kamu kenapa, Rini? Perutmu sakit." Aku tak menjawabnya, aku hanya bisa mengerang. Keringat mulai bercucuran di dahiku.

Kepalaku juga pusing, duniawi serasa berputar. Aku tidak tahu apa-apa, yang aku rasakan ada yang membopongku ke sebuah mobil. Kemudian di atas ranjang beroda. Memasuki lorong-lorong berwarna putih.

Hingga ketika aku sudah sepenuhnya membaik. Tetiba aku sudah berada di atas tempat tidur dengan sprei berwarna putih. Ruangannya berwarna putih, di tangan kiriku terpasang selang yang menjulur keatas menyambung dengan kantong plastik berisi cairan bening.

Kulihat beberapa sosok berpakaiannya putih sedang disampingku. Di pojok ruangan ada seorang pemuda berbaju hitam seperti sedang gelisah.

"Anda banyak fikiran, hingga si jabang bayi bereaksi hebat. Disamping itu, usia kandungan ibu sudah mendekati hari kelahiran. Jadi untuk sementara, ibu melakukan rawat inap di sini sampai ibu melahirkan," seorang wanita berpakaian jas warna putih di dampingi beberapa wanita berpakaian putih menjelaskan kepadaku tentang keadaanku.

"Baiklah, Dok, mungkin waktunya sudah dekat. Saya ikuti saran dokter untuk melakukan rawat inap di sini," ucapku meyakinkan. Mataku kembali berkaca-kaca. Sebentar lagi anak ini lahir. Tapi ayahnya tidak bisa di sini. Siapa yang mau menunggui aku di sini? Siapa yang memperhatikanku selama di sini? Memberi tahu keluarga, rasanya malu! Duh, begini amat perjalanan hidupku, yah? Gumamku gundah gulana.

Inilah resiko jadi pelakor yang hamil! Berat! Melalui hari-hari melahirkan sendiri! 

Padahal orang yang hamil itu butuh pendampingan dari seseorang.

Seseorang yang memperhatikan dengan tulus.

Orang yang selalu menghawatirkan keadaannya.

Orang yang disampingnya disaat-saat butuh pegangan. 

Namun, nasibku jadi pelakor! Harus rela berjuang sendiri. Ihiks!

Aku melirik ke sosok pria yang berdiri dipojokan. Mungkin cuma dia yang masih setia mendampinginya. Namun, aku tidak mungkin menerima sementara ayahnya juga ayah bayi ini.

Seandainya dia tahu ini anak siapa, tentu ia tidak sudi menungguiku seperti ini. Biarlah, rahasia ini akan aku simpan rapat-rapat. 

Jikapun pak Pramono tidak menikahiku. Aku mau memendam rahasianya ini dalam-dalam kepadanya.

Aku tidak tega menyakitinya.

Lihatlah, dia begitu baik. 

Aku saja yang jahat! Kenapa mengikuti kemauan nafsu birahi pak Pramono? Huh!

Aku saja yang tidak tahu diri. Kenapa orang sebaik dan setampan dia dilewatkan begitu saja!

Menyesal? Tentu!

Tapi tidak berguna penyesalan itu.

Huff!!

Bodohnya aku!

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Wr Rahardja
ga punya koin
goodnovel comment avatar
Ama Mose Zamili
koin terus
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • AKIBAT HASRAT TAK TERBENDUNG   BAB 63

    Bab 63POV DONA"Dona, hari ini Papa mau ngajak kamu ke rumah Pak Heryawan," ucap papa pagi itu."Siapa pak Heryawan, Pa?" tanyaku."Papanya Reyhan, papa mau memperkenalkan kamu dengan mereka. Sebelum kamu mendekati Reyhan kamu harus mendekati orang tuanya dulu terutama mamanya ibu Mardiyanti," ucap Papa."Wah, ide bagus tuh, Pa," ucapku."Tenang, nanti papa yang bicara. Kamu cukup diam saja. Kamu harus menunjukkan pribadi kamu yang kalem, baik dan sopan," ucap Papa."Siap Pa, ucapku bergembira.Bagus! Aku harus bisa mengambil hatinya Bu Mardiyanti. "Nanti kita berangkat agak selepas siang jadi sampai Bandung sudah menjelang malam biar kita menginap dirumahnya. Saat menginap itulah. Kamu tunjukkan bahwa kamu calon menantu idaman," ucap Papa."Soal itu gampang, Pa," ucapku."Bagus, ya sudah kamu siap-siap sana, dandan yang cantik agar orang tua Reyhan terkesima dengan calon menantunya," ucap Papa penuh semangat.Sore itu kami akhirnya melajukan mobil ke Bandung. Memang Reyhan asli p

  • AKIBAT HASRAT TAK TERBENDUNG   Bab 62

    Bab 62"Mas, tidur di kamar ini yah sama Andika. Rini biar tidur sama Rena, Maafkan, Mas, jika rumah Rini seperti ini. Jauh berbeda dengan rumah mas," ucapku ketika mengantarkan mas Reyhan yang membopong Andika ke dalam kamar setelah terlihat tertidur di pangkuanku. Mungkin kelelahan."Tidak, apa-apa, loh, Dek. Mas bahagia tak terkira akhirnya kamu mau memperkenalkan Mas kepada keluargamu," ucap Mas Reyhan setelah membaringkan Andika."Terima kasih banyak, Mas," ucapku."Loh, terima kasih buat apaan. Justru mas yang terima kasih bisa bertemu dengan ibu dan adik kamu," ucap Mas Reyhan."Iya, Mas, kalau begitu, Mas istirahat jika sudah cape. Rini mau ngobrol dulu dengan Biyung dan Rena. Kangen banget sama mereka, Mas," ucapku."Ya, sudah, tapi kamu perlu istirahat juga. Yah," ucap Mas Reyhan."Iya, Mas, Rini tinggal dulu, Mas," ucapku."Iya, Dek," ucap Mas Reyhan. Aku kemudian meninggalkan Mas Reyhan dalam kamar Rena. Sedangkan aku ngobrol di kamar Biyung bersama Rena. Kami tidur berti

  • AKIBAT HASRAT TAK TERBENDUNG   Bab 61

    Bab 61Apa? Dia ....? Dia ada di sini?Gawat! Bisa kacau!Bergegas aku menuju kamar atas dimana aku tinggal.Wah, aku dikamar saja lah dari pada panjang urusanya jika ketemu orang itu.Yah, ternyata Dona yang datang bersama ayahnya kemungkinan.Bergegas aku menuju kamar, aku harus menghindari masalah dulu sekarang. Terlalu banyak masalah yang sudah aku hadapi. Lebih baik aku menghindar. Bukan takut menghadapi Dona, tapi ini di rumah orang, gak enak ada keributan. Aku paham betul watak Dona. Ia kadang berbicara tidak lihat tempat.Dikamar aku coba pejamkan mata.Tidak berapa lama aku terlelap. tiba-tiba sayup-sayup aku mendengar pintu diketuk beberapa kali. Aku yang baru bangun mendengar ketukan tidak langsung menyahut. Tak berapa lama aku bangun untuk membuka pintu. Namun ternyata Mas Reyhan. Namun ia sudah turun menuruni tangga.Ada apa ia mengetuk pintu? Apakah mungkin ia memanggilku untuk bertemu Dona? Duh! Bagaimana ini.Aku kemudian masuk kembali ke kamar. Ingin tidur lagi tapi

  • AKIBAT HASRAT TAK TERBENDUNG   Bab 60

    Bab 60POV REYHAN"Oh, ya ini berhubung sudah malam jadi kami mau permisi kepada bapak dan ibu. Boleh tidak jika kami menginap di sini. Pak?" tanya pak Agus kepada Papa.Papa memandang aku dan mama untuk meminta pendapat. Mama malah memandangiku minta pendapat.Aku hanya melebarkan kedua tanganku sebagai tanda terserah karena yang tuan rumah adalah Mama dan Papa."Duh, Bagaimana ya, Pak, kamar terisi semua. Kamar yang kosong tinggal satu itupun kamar bagian luar samping garasi mobil," ucap Mama."Oh, begitu ya, Bu. Bagaimana jika saya yang menempati kamar luar. Nanti anak saya ini dikamar calonnya Pak Reyhan. Sebab mereka kan belum resmi pasti ia tidur sendiri di kamarnya. Ya, hitung-hitung buat nemenin calonnya pak Reyhan dikamar," ucap Pak Agus."Tapi dia udah tidur kayaknya, Pak, kasihan kalau di ganggu," ucapku menimpali."Ya, sudah, biar putri saya yang tidur kamar luar samping garasi. Kalau saya biar tidur di hotel dekat sini, saja, maksudnya nanti putri saya pulang ke Jakarta i

  • AKIBAT HASRAT TAK TERBENDUNG   Bab 59

    Bab 59POV ReyhanSungguh tidak ada kebahagiaan tak terkira sebelumnya kecuali Rini mau aku ajak ke rumah Mama dan Papa untuk aku kenalkan sebagai calon istri.Tersirat di wajah Andika juga sangat begitu senang ketika mendengar Rini mau ke rumah eyangnya.Seperti yang sudah disepakati, weekend itu aku menjemput Rini untuk aku ajak ke Bandung tentunya bersama Andika, anak kesayanganku.Sesampainya di rumah mama aku bawa Rini langsung kehadapan Mama. Ternyata mama menanggapinya dengan sangat positif. Bahkan Rini langsung ditest untuk membuat kue dan camilan.Mama ternyata langsung menyukai Rini begitu ia melihat sosok Rini dengan senyumannya yang menawan.Mama malah langsung menanyakan kapan akan menikahi Rini. Padahal perjanjian dengan Rini ingin melihat respon kedua orang tuaku. Jika orang tuaku menerima Rini maka ia bersedia menjadi istriku.Ternyata mama menerima Rini, meski sudah aku sampaikan bahwa Rini bukan dari keluarga berada. Bersyukur, Mama bukan tipe wanita yang memandang

  • AKIBAT HASRAT TAK TERBENDUNG   Bab 58

    Bab 58Antara Aku, Majikanku dan Anaknya"Ma, Pa, inilah yang kemarin Reyhan bicarakan sama mama dan papa. Kenalkan namanya Rini Amanda Tyas," ucap Mas Reyhan begitu kami berada dihadapan mereka berdua. Jantungku semakin berdegup tak karuan. Kira-kira apa penilaian mereka kepadaku?Haduh! Kok jadi nervous gini yah!Aku lalu menyalami seorang perempuan berumur namun masih keliatan cantik dan berpenampilan elegant. Aku cium punggung tangan kanannya sambil sedikit menunduk."Perkenalkan Bu, nama saya Rini," ucapku dengan grogi. "Oh, ini, Reyhan, yang kamu ceritakan kemarin. Duh, cantiknya. Kalau begini ya, mama mau lah kalau dijadikan menantu," ucap Mamanya Reyhan sambil memegang pundakku. Terlihat Reyhan hanya senyum-senyum saja menatap mamanya. Sungguh jantungku hampir copot tadi, tapi akhirnya lega juga setelah mendengar tanggapan hingga akhir."Biasa saja kok, Bu, saya hanya wanita kampung, Bu," ucapku."Baru menjadi wanita kampung saja cantik. Apalagi jadi wanita modern, ya, tamba

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status