Semalaman aku nggak bisa tidur gara-gara memikirkan pesan-pesan yang masuk di ponsel Mas Hanan. Entah siapa perempuan itu. Kenapa dia panggil Mas Hanan dengan sebutan sayang? Apa hubungan mereka sebenarnya?Nyaris jam dua dini hari aku baru bisa memejamkan mata. Itu pun gelisah hingga sebelum adzan subuh berkumandang, aku sudah bangun dan duduk saja di tepi ranjang.Mas Hanan juga tak terlihat membuka ponselnya. Dibiarkan tergeletak begitu saja di atas nakas. Padahal aku begitu ingin dia membuka dan membaca segala pesan yang masuk ke sana. Semalam aku hanya membaca beberapa pesan itu dari notifikasi di layar. Tak berniat membuka dan membaca semua isinya. Sengaja membiarkan Mas Hanan menceritakan sendiri siapa perempuan itu atau dia justru akan menyembunyikannya dariku atau pura-pura tak tahu. "Dek, kopinya sudah?" tanyanya mengagetkanku setelah mengucap salam. Mas Hanan baru saja pulang dari masjid untuk melaksanakan salat subuh berjamaah, sementara aku masih termenung di meja maka
Sedikit gemetar Wita mengambil ponsel Hanan di nakas. Perlahan dia mulai membuka layar benda pipih hitam itu. Seketika kedua matanya tertuju pada aplikasi hijau dengan beberapa pesan yang belum terbaca.Tak lagi mengintip dari notifikasi handphone seperti sebelumnya, kini Wita langsung membuka aplikasi itu karena telah mengantongi izin dari suaminya. Hanan tahu jika sebenarnya Wita tengah dilanda gelisah dan cemburu, makanya dia sengaja meminta Wita untuk membalas pesan-pesan dari Nesya. Setidaknya agar bisa mengurangi rasa cemburu dan curiga yang sedari tadi dirasakan istrinya. Iya, Nesya. Dia adalah salah satu calon yang pernah dikenalkan Sarah pada anak sulungnya, Hanan beberapa tahun silam. Anak semata wayang Rahmi yang tak lain sahabat Sarah saat SMA. Sayangnya, saat itu Nesya menolak perjodohan yang Sarah tawarkan. Alasannya karena dia ingin meniti karir terlebih dahulu. Bahkan Nesya juga ingin mengembangkan karirnya di dunia modeling hingga go internasional. Ada banyak cit
|Seorang perempuan harusnya memiliki malu. Tapi sepertinya anda tak memiliki rasa itu. Kasihan. Sekolah tinggi bahkan sampai luar negeri tapi minim adab. Pantas jika Mas Hanan menolak perempuan sepertimu| Wita buru-buru menghapus tiga foto dengan pakaian minim itu dari galeri ponsel suaminya. Tak hanya itu saja, dia juga membalas pesan itu dengan kalimat menohok. Sengaja agar perempuan itu tersinggung dan sakit hati dengan ucapannya. Dengan begitu, Wita berharap Nesya tak enak hati sebab tahu bukan Hanan yang membalas pesannya, melainkan istrinya. Namun dugaan Wita salah besar. Nesya bukan perempuan yang menyerah begitu saja sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan. Ponsel kembali berdering. Nesya benar-benar membuat Wita geram dan naik darah. Emosi yang sejak tadi berusaha dibendungnya telah pecah. Setelah mengirimkan foto tak senonoh dan mendapatkan balasan menohok dari Wita, ternyata perempuan itu tak jua jera. Bahkan kini terang-terangan mengajak Wita perang. "Hallo ... be
Wita masih shock mendengar permintaan Mayang untuk segera pulang. Tak biasanya Mayang seperti itu. Tak biasanya pula dia menelpon saat Wita dan keluarganya liburan. Namun kali ini cukup membuat Wita curiga dan bertanya-tanya. Apalagi panggilan Mayang terputus begitu saja.Wita buru-buru menelpon Mayang kembali, sayangnya nomor Mayang sudah tak aktif. Berulang kali memanggil tetap saja hanya operator yang menjawab. Tak menyerah, Wita mencari kontak Henny, saudara Aris yang kini menjadi salah satu karyawan di toko busana miliknya. Panggilan dari Wita pun diangkat. Terdengar keributan di seberang sana, tempat dimana Henny berada. Suara berisik yang membuat Wita semakin penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Dia menatap jam dinding besar di ruang tengah, jarum jam menunjuk angka sembilan lebih pertanda para karyawannya baru saja masuk kerja. Pertanyaan demi pertanyaan kembali lalu lalang dalam pikiran Wita. Apa yang sebenarnya terjadi di tokonya? Mungkinkah ada kebakaran atau pencurian?
"Sayang, aku mau ke toko dulu. Kamu mau ikut atau langsung ke kantor?" tanya Wita saat menyiapkan sarapan untuk Hanan. "Ke kantor, Sayang. Ada sedikit urusan dengan Pak Agus. Sepertinya beliau sudah menemukan kunci perampokan kemarin," balas Hanan kemudian. Wita cukup kaget mendengar jawaban suaminya. Dia pun duduk bersebelahan dengan Hanan lalu ikut menikmati nasi goreng seafood buatannya sendiri. "Pak Agus sudah tahu siapa dalang perampokan itu, Mas?" tanya Wita lagi. Hanan terdiam sejenak lalu menatap istrinya beberapa saat. "Belum pasti sih, Sayang. Cuma Pak Agus bilang beliau curiga dengan seseorang. Belum tahu siapa soalnya kemarin beliau bilang ingin membicarakan masalah itu pagi ini di kantor. Kamu tak perlu risau, Sayang. Soal itu biar aku dan Pak Agus yang urus," ucap Hanan meyakinkan. "Nggak lapor polisi aja, Mas? Kerugian kita cukup besar soalnya, Mas.""Lapor dong, Sayang. Tapi nanti dulu setelah bertemu Pak Agus ya? Apa info yang beliau dapat."Wita kembali mengangg
Wita cukup shock saat melihat foto suaminya yang tengah berpelukan dengan seorang perempuan di tepi jalan. Di tengah guyuran hujan pula. Nesya. Iya, perempuan itu memang Nesya. Air mata Wita menetes seketika apalagi saat foto demi foto bermunculan di handphonenya. Ada lima buah foto yang semuanya berisi tentang Hanan dan Nesya. Terakhir foto Hanan yang terbaring lemah di ranjang dengan luka di sebagian tubuhnya. |Suamimu. Dia rela bertaruh nyawa demi menolongku. Yakinkah kamu jika di hatinya tak ada lagi cinta tersisa untukku? Padahal jelas dulu dia begitu mencintaiku sebelum kamu hadir kembali dalam ingatannya.| Sebuah pesan yang Wita yakini dari Nesya muncul di sana. Pesan yang kini membuatnya bertanya-tanya. Mungkinkah masih ada cinta suaminya untuk perempuan itu? Apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka? Mengapa Hanan tiba-tiba menghilang bahkan nomor handphonenya pun tak bisa dihubungi? Wita benar-benar tercekat saat melihat pemandangan di layar ponselnya. Berusaha men
"Kamu?! Ngapain kamu di sini?" tanya Nesya cukup kaget saat melihat Syifa sudah berada di belakangnya. Perempuan berambut agak ikal itu menoleh ke arah temannya yang hanya mengedikkan bahu. Sinta tak tahu jika Syifa yang sedari tadi dilihatnya berdiri di samping kasir itu ternyata mengenal sahabatnya, Nesya. "Dimana kakakku?" tanya Syifa cepat tanpa membuang waktu. "Mana kutahu. Memangnya aku istri kakakmu?!" balas Nesya cuek. Dia kembali mengaduk minuman di gelasnya, tak peduli dengan Syifa yang masih berusaha mengorek informasi tentang Hanan."Kamu pikir aku bodoh, Nes? Aku tahu siapa kamu. Di mana kakakku?!" Sentak Syifa lagi. Dia menarik paksa lengan Nesya hingga dia nyaris terjengkang. "Apa-apaan kamu! Kasar banget jadi perempuan!" Nesya tak mau kalah. Dia pun mendorong kasar Syifa hingga terjadi keributan diantara merek. Beberapa orang termasuk sahabat Nesya pun berusaha melerai mereka dan membawa dua perempuan itu ke luar cafe. Tak enak jika mengganggu pengunjung yang lain
Perlahan aku menepikan mobil karena penasaran dengan pesona yang terkirim di handphoneku barusan. Sinta pun ikut kepo, memintaku membacakan pesan yang ternyata dari Syifa itu. |Kamu di mana, Nes? Papa mau bicara sama kamu! Ke sini kamu, kalau nggak mau aku laporkan ke polisi sekarang juga! Polisi pasti bisa dengan mudah menyelidiki kecelakaan ini yang kuyakin semua gara-gara kamu!|"Apa kubilang, Sin. Pasti mereka akan menghubungiku. Apa pula si Syifa ini. Bisa-bisanya dia terus menyudutkan dan menuduhku sengaja membuat Hanan celaka," ucap Nesya sembari berdecak kesal. "Kamu yang membawa Hanan ke klinik tantemu kan? Jadi ya wajar kalau mereka berharap kamu datang dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi." Sinta menoleh ke arah sahabatnya yang masih cukup kalut dan takut jika rencananya terbongkar. "Tadi kan aku sudah jelaskan ke perempuan itu, Sin. Masa kurang jelas juga.""Sama Syifa kan? Papa dan Hanan belum dengar penjelasanmu," balas Sinta lagi."Soal tuduhan Syifa tadi gima