Share

Rencana Yuni dan Mbok Darmi

"Mbok, bisa tolong belikan tempat minum untuk Rion ke pasar, gak?"

Mbok Darmi yang kebetulan sedang memotong sayur-sayuran untuk sarapan, langsung menoleh, kemudian mengangguk pelan.

"Bisa, Nyonya. Sekalian saya mau beli ikan, tadi Tuan Ramdani minta di masakin ikan goreng."

"Baik, Mbok. Terima kasih banyak."

Mbok Darmi tidak membalas ucapan Yuni, dia menatap majikannya itu dengan sendu, beberapa kali dia menelan ludah susah payah, berusaha mengusir gejolak di hatinya.

Bagaimana tidak, bagian bawah mata Yuni tampak begitu menghitam, wajahnya pun tampak pucat pasi dengan bibir yang memutih.

Belum lagi, akhir-akhir ini Yuni jarang sekali makan, membuat Mbok Darmi begitu khawatir. Padahal dia sering sekali mengingatkan Yuni. 

Akan tetapi, jarang sekali Yuni gubris, dia hanya mengangguk saja, kemudian kembali bermain dengan Rion dan yang lebih parahnya lagi, hanya melamun saja.

"Nyonya, apa sedang dipikirkan?"

Yuni mendongak, menatap asisten rumah tangga yang sudah dia anggap sebagai Ibu kandungnya sendiri.

"Tidak ada, Mbok. Aku baik-baik saja."

"Nyonya, jangan bersikap baik-baik saja, kalau Nyonya lelah, tolong katakan yang sebenarnya, jangan bersikap seolah-olah semuanya baik."

Dada Yuni tiba-tiba sesak, seperti ada sebongkah batu yang menghantamnya dengan begitu keras, matanya kian memanas, cairan bening yang berusaha dia tahan sekuat tenaga, akhirnya luruh juga.

Dirangkulnya tubuh renta Mbok Darmi, ditumpahkannya segala rasa sakit yang terasa menyayat hati. 

Yuni tidak butuh banyak teman, dia hanya membutuhkan satu orang saja yang bisa mengerti dirinya, seperti Mbok Darmi.

Tidak bisa Yuni bayangkan, bagaimana nasibnya kalau Mbok Darmi tidak ada di sini, mungkin dia benar-benar akan mati secara perlahan.

"Mbok, apa bisa saya pergi dari sini?" lirih Yuni di sela-sela isak tangis, membuat Mbok Darmi ikut tidak bisa menahan sakit di dada.

Mbok Darmi bagaikan saksi bisu, di mana Yuni diperlakukan tidak adil oleh Dona, bahkan entah sadar atau pun tidak, Ramdani yang tidak lain adalah suaminya pun melakukan hal yang sama.

Tidak ada yang bisa Mbok Darmi lakukan, selain menyaksikannya dengan penuh kesakitan. Ingin rasanya Mbok Darmi menolong Yuni, hanya saja Dona pernah mengancamnya.

Sekali saja dia membela Yuni di hadapannya, maka dengan terpaksa Mbok Darmi akan di pulangkan. Justru itu merupakan hal yang tidak baik, karena dengan begitu, Yuni tidak akan memiliki teman lagi.

Mbok Darmi, tidak ingin jika hal itu sampai terjadi, dia tidak cukup tega meninggalkan Yuni seorang diri.

"Nyonya bisa saja pergi dari sini, tetapi ke mana Nyonya akan pergi?"

"Mbok, apa saya bisa pergi ke kampung halaman Mbok Darmi? Saya, tidak ingin berada di sini."

Mbok Darmi menatap Yuni, berpikir sejenak tentang apa yang majikannya itu katakan. Sebenarnya dia bisa saja membawa Yuni, hanya saja dengan kondisinya saat ini, mustahil untuk membawa Yuni dalam perjalanan jauh.

"Bisa, Nyonya. Hanya saja saya tidak yakin untuk saat ini," balas Mbok Darmi dengan ragu-ragu. Dia takut Yuni berpikiran yang tidak-tidak.

Yuni meraih tangan Mbok Darmi dengan erat, dia sempat mengedarkan pandangan ke sekeliling.

"Mbok, tolong bertahan untuk saat ini selama kurang lebih tiga bulan lagi, setelah itu kita bisa pergi dari sini."

Dengan cepat Mbok Darmi mengangguk, senyuman kebahagiaan terlukis diwajahnya yang mulai dipenuhi garis-garis penuaan.

"Baik, Nyonya. Saya, akan bertahan di sini, begitupun dengan Nyonya."

"Terima kasih, Mbok."

Mbok Darmi mengangguk, dia menoleh ke arah sayuran yang belum sempat dia apa-apakan.

"Astaga, Nyonya. Saya harus kembali memasak."

Yuni segera melepaskan tangan Mbok Darmi, sementara itu dia langsung menghampiri Rion yang tengah bermain di lantai.

"Sayang, sabar, ya, Nak. Beberapa bulan lagi, kita bakal pergi dari sini, kamu tenang saja, Ibu yakin bisa menghidupi kalian," ucap Yuni sambil mengusap rambut hitam legam milik Rion yang begitu mirip dengan rambut Ayahnya.

"Ibu, Adek bayi di bawa?"

"Iya, Sayang. Nanti kita pergi sama Adek bayi, Ibu, Rion terus Mbok Darmi juga. Kita bakal hidup bahagia, Nak."

"Papah, ikut, Ion?"

"Papah ...." Yuni termenung sejenak Ketika hendak menjawab pertanyaan Rion. 

"Ion, gak mau sama, Papah!"

Yuni begitu tersentak ketika mendengar ucapan Rion. 

"Ya Tuhan, apa anak laki-lakiku membenci, Papahnya? Tapi, aku sama sekali tidak mengajarkannya untuk melakukan hal tersebut," batin Yuni.

"Rion," lirih Yuni.

"Ion, gak suka sama, Papah! Papah, suka nyakitin Ibu, gak mau main sama Ion juga."

Yuni tidak menyangka, ternyata sikap suaminya selama ini, ikut berdampak buruk pada anak laki-laki.

Rion pasti sering mengamati, bagaimana perlakuan Ramdani selama ini kepada dirinya dan Rion sendiri.

"Mbok, bagaimana ini?" 

Mbok Darmi yang sebenarnya diam-diam mendengarkan hal tersebut, langsung menoleh, menatap Yuni yang memancarkan raut kekhawatiran di wajahnya.

"Mbok, juga tidak mengerti, Nyonya."

"Aku takut, Mbok, kalau Rion akan semakin membenci Papahnya, padahal aku tidak pernah mengajarkan hal itu padanya."

"Mbok, paham, Nyonya. Mungkin itu karena Den Rion memperhatikan semua yang terjadi di sekitarnya akhir-akhir ini."

Yuni menghela napas panjang, dia begitu takut, kalau Rion akan semakin membenci Papahnya dan apalagi kalau hal itu berlangsung hingga dia dewasa kelak.

"Nyonya, tidak usah khawatir. Secara pelan-pelan, Nyonya bisa memberikan pengertian pada Den Rion."

"Baik, Mbok. Aku begitu khawatir."

Tanpa mereka berdua ketahui, bahwa sedari tadi ada seseorang yang mendengarkan percakapan keduanya dari balik tembok sambil menyilangkan tangan di dada.

Sementara itu, satu sudut bibirnya tertarik ke atas, membentuk sebuah senyum sinis. Gegas, dia mematikan rekaman suara yang ada di ponselnya, kemudian segera mengirimkan ke nomor Ibunya.

Sepertinya Yuni dan Mbok Darmi tidak menyadari kedatangan wanita tersebut yang tidak lain adalah Monika.

"Mau pergi katanya? Baguslah, setidaknya hasil kerja Bang Ramdani, tidak akan terbagi dua. Jadi, aku dan Ibu bisa menikmatinya, tanpa harus berbagi pada Yuni," batin Monika.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Wajar aja mah klo anaknya benci bokapnya. Anak kecil kan ndak buta
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status