Share

Part 6. Ipah purik.

Penulis: Anjani
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-24 14:19:18

Aku Bukan Menantu Impian.

Part 6. Ipah purik.

Pukul 06.30. Mobil travel yang di tumpangi Ipah berhenti tepat di depan rumah Ibu mertua. Ipah pulang bersama tiga orang anaknya. Sementara tiga lainnya tinggal di Jakarta bersama suami dan mertua Ipah.

Aku tersenyum menyambutnya, dan sedikit berbasa basi. .

"Sehat Mbak?" Ipah menyalami tanganku dengan senyum terukir di wajahnya

"Alhamdulillah sehat,"jawabku singkat.

Ada yang berubah dengan Ipah. Ia mau menegurku lebih dulu. Bahkan menyalamiku. Berbeda ketika terakhir kali kami bertemu. Ia tak mau bicara kalau aku tak mengajaknya bicara. Bahkan ketika aku basa basi bertanya, ia hanya menjawab sekenanya. Lebih banyak diam tak menjawab.

Mungkin, karena sekarang aku sudah punya rumah sendiri. Sudah tinggal pisah dari Ibunya, dan merasa ia tak bisa lagi menindasku, fikirku.

Aku bawakan jajanan untuk anak-anak Ipah. Yang paling kecil umur setahun, kemudian tiga tahun dan yang paling besar, sekitar lima tahun.

Kemudian aku tinggalkan Ipah ketika Ibu menghampirinya.

Biarkan dia melepas rindu atau mungkin Ibu mau menceritakan tentang aku,seperti biasanya. Bodo amat!

Tapi, beberapa saat kemudian, yang ku denger Ibu malah bersumpah serapah.

"Dari dulu Ibu suruh kamu pisah. Suami pemalas seperti itu kok di bela belain. Sekarang anak kamu sudah banyak. Kebutuhan kamu sudah banyak. Baru sekarang kamu sadar?" Ibu terus nyerocos menyambut kedatangan Ipah.

'Oh, jadi ceritanya Ipah sedang purik. Alias pulang kampung dalam keadaan ngambek dan akan tinggal di kampung,' batinku dengan kepala menganguk tanda mengerti.

Sejak melahirkan anak ke enamnya, setahun yang lalu, Ipah dan anak anaknya di boyong suaminya ke rumah mertuanya. Karena Berat membayar kontrakan dengan gaji seorang ART. Sementara suaminya, kadang kerja, kadang tidak. Lebih banyak nganggur nya.

'' Untuk makan pun sangatlah berat," katanya.

Maka itu mereka kemudian tinggal bersama keluarga Robi, suami Ipah. Di dalam rumah yang kecil, dan dengan beberapa adik Robi yang juga sudah berkeluarga dan punya beberapa anak.

"Mertuamu baik kan Pah?" tanya Meli sang tetangga mendengar cerita Ipah.

"Hugh.. apanya yang baik. Kalau di kasih duit ya baik. Aku kan jarang punya duit. Jarang ngasih duit. Makanya mertuaku benci banget sama aku dan anak anakku. Boro boro kasih duit buat Mertua, buat makan sendiri kadang tak cukup. Mana Robi nganggur melulu, ,malas banget dia kerja. Eh malah sekarang dia pacaran sama janda," keluhnya.

Ipah nyerocos menceritakan kisah pilu hidupnya sambil sesekali berlinang air mata.

Ah Ipah, mungkin derita mu lebih dari apa yang ku alami. Semoga dengan ini,membuat Ibu mu bisa menghargai aku sebagai menantu. Karena sesungguhnya menantu pun adalah seorang manusia.

Sekarang, Ipah ingin menata hidup di kampung. Tak ingin lagi mengikuti Robi tinggal di Jakarta. Apalagi serumah dengan sang mertua yang kata Ipah jahat dan matre.

Tentu saja kisah hidup Ipah yang begitu miris, membuat Mertua ku bengong. Padahal selama ini juga sering di bantu kirim uang. Tapi semua tidak membuat keluarga anaknya berubah lebih baik. Bahkan lebih hancur dari sebelumnya.

Terbayang, bagaimana Ibu mertua bisa menghidupi anak anak Ipah, apalagi kalau suami Ipah menyusul dan membawa tiga orang anaknya lagi. Nampaknya, mertuaku sudah kebingungan sendiri.

Dulu saja, anak Ipah baru satu sudah ribut terus menerus. Kebutuhan dapur tidak terpenuhi karena suami Ipah selalu nganggur. Bagaimana dengan sekarang? Anak Ipah sudah banyak. Apa iya mau pisah kompor, seperti kehidupan nya dengan sang menantu selama ini?

Lalu siapa yang akan menafkahi Ipah dan anak anaknya selama tinggal di kampung? Apa mungkin suaminya mau kirim uang untuk Ipah? Bukankah Ipah pulang juga karena suaminya tidak pernah kasih uang padanya.

Tiba tiba, ku lihat badan Ibu oleng dan limbung. Beberapa saat kemudian Ibu terduduk dikursi sambil memegangi kepalanya, lalu jatuh pingsan.

Aku berlari ke arah Ibu. Menangkap tubuh Ibu supaya tidak terjatuh. Sambil berteriak memanggil Mas Ridwan. Begitu juga Ipah dan Meli yang sedang bercengkerama. Kami sama sama terkejut bukan main.

"Mas! Mas Ridwan. Tolong Ibu Mas!"

Mas Ridwan berlarian ke arah Ibu. Lalu membopong tubuh ibunya di bantu Ipah dan aku. Beberapa saat Ibu tak sadarkan diri.

Ibu di bawa kerumah sakit terdekat.

Tiga hari sudah ibu di rumah sakit, keadaan Ibu sudah lebih baik. Kata dokter,darah Ibu naik, dan ada gejala stroke. Ibu boleh di bawa pulang dan melakukan rawat jalan.

Biaya rumah sakit cukup besar. Mas Anton anak pertama dan Heru anak kedua Ibu, pulang.

Bertiga suamiku, mereka membayar biaya rumah sakit.

Ibu susah sekali untuk bicara. Kakinya terasa berat. Hingga Ibu juga susah berjalan. Tangan kanannya lumpuh. Tapi yang kiri masih bisa di gerakkan.

Untuk saat ini, Ibu harus istirahat total.

"Ini semua karena kamu Ipah!!" bentak Mas Anton di sore itu.

" Rumah tanggamu yang selalu menyusahkan ibu."

"Kamu nyalahin aku Mas?" Ipah tak terima di salahkan.

"Ya. Kamu kalau ada masalah dikit-dikit sudah laporan sama Ibu."

"Ya tuh. Ga bisa selesaiin sendiri masalahnya." tambah Mas Heru.

"Dah pada tua anak juga udah banyak, masih saja ngga berubah. Buat apa kamu dulu minggat, terus balik lagi. Tapi masalahnya tetap sama."

'Nah kena kamu sekarang Pah,'aku mencibir.

Di keroyok sama saudara kamu sendiri. Di saat tak berdaya, dan tak mampu berbuat apa apa. Hai, rasakan itu, itu yang aku rasakan dulu saat kamu caci maki aku.

"Ja-nga-ngan ma-ra-hi di-dia!"

Ibu mertua berucap. Terpatah patah. Susah sekali.

'Nah itu Bu, kisah hidup Ipah jauh lebih miris di bandingkan aku. Aku yang kau benci dan sering kau caci maki, selalu di lindungi oleh Mas Ridwan dengan penuh kasih sayang. Tapi lihatlah Ipah, anakmu. Bahkan suaminya pun tak perduli dengannya lagi. Penderitaan Ipah akan Kau rasakan juga, Ibu Mertuaku tersayang,

Dua hari berikutnya, Mas Heru dan Mas Anton pamit pulang. Pekerjaan nya tidak bisa menunggu lebih lama. Anak dan istrinya pun mengharap mereka untuk segera pulang.

"Yani," kata mas Anton pagi itu. Ada Ipah, Mas Heru dan Mas Ridwan juga.

"Saya minta tolong kamu jaga ibu ya," katanya.

"Kalian keluarga terdekat Ibu."

"Loh Mas, sejak kapan Ibu anggap saya kelurga terdekatnya? Coba Mas tanya dulu ke Ibu, kalau Ibu nggak terima nanti malah sakitnya lebih parah loh," aku menyindir.

" Tidak begitu juga Yan,," tambah Mas Heru." Ridwan dan keluarganya lah sekarang yang bantuannya sangat di perlukan Ibu."

" Sekarang!? Kemarin kemana kalian, waktu aku di caci maki Ibu. Kemana kalian waktu sepanjang hidup ku di tindas. Kemana kalian ketika saya tidak punya harga diri di rumah ini. Apakah kalian ada yang membela saya di depan Ibu.Kamu juga Mas,"aku menunjuk Mas Ridwan. "Apa kamu pernah membela aku di depan Ibu kamu. Kamu hanya diam waktu saya di caci maki. Sekarang saja kalian bilang aku kelurga dekat!"

Aku bicara dengan nada yang sedikit terbawa emosi. Mereka yang mendengar hanya terdiam.

Suasana hening, tak ada yang menjawab. Ku rasa Ibu juga mendengar ucapan ku, karena pembicaraan kami ini ada di depan kamar Ibu.

"Yan," kata Mas Anton akhirnya. "Atas nama Ibu aku minta maaf, Ridwan juga sering curhat sama aku tentang perlakuan Ibu padamu. Maaf aku juga nggak bisa berbuat apa-apa. Dan dengan kejadian yang menimpa Ibu, mungkin Ibu akan berubah."

Terlambat! bisa apa Ibu dengan keadaannya sekarang?

Tak berubah pun tak masalah buat ku, aku bisa menghidupi keluargaku sendiri. Apalagi aku sudah pisah rumah. Hidupku sudah normal, tidak akan ada lagi tekanan dari keluarga kalian.

Dulu, kalian tidak berbuat apa-apa, tapi saat ibu kalian tak berdaya, kalian minta bantuan ku.

"Kan ada Ipah," sahutku sinis menunjuk Ipah.

"Ipah tidak bisa di andalkan. Dia juga punya bayi."

Kami semua melirik ke arah Ipah yang merengut. Wajahnya di tekuk. Kesal tapi tak bisa berbuat banyak.

" Hmm. Lihat aja nanti, kalau aku sempat," jawabku sambil pergi meninggalkan mereka.

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part71. Anton pulang kampung.

    Aku Bukan Menantu Impian part71. Anton pulang kampung.Mama Yani dan ayah Ridwan juga Fara menyambut kedatangan sang tamu.Tpi mereka sempat heran. Bawaan keluarga ini banyak sekali."Begini, Ridwan dan Yani, sebelumnya saya minta maaf," ucap Anton ketika mereka sudah duduk di ruang tamu. "Sebenarnya saya akan pindah kekampung ini lagi. Sejak saya kena PHK, saya sudah tidak bekerja lagi. Rumah saya sudah di jual. Jadi saya membawa keluarga saya untuk tinggal di sini."Mereka semua terkejut dengan keputusan Anton. Mereka dulu yang ngotot menjual rumah dan sawah milik orangtuanya untuk biaya kuliah anaknya dan untuk membeli mobil. Sekarang mereka sudah tak punya apa-apa lagi di kampung. Tapi malah mau tinggal di kampung. Mobil mereka juga sudah terjual."Ya, sudah. Enggak papa. Untuk sementara waktu, kalian tinggal di sini," ucap ayah Ridwan."Tapi, gimana ya. Kita nggak ada kamar lagi," tutur mama Yani ragu.Meskipun kamar Fara dan Novi akan sering kosong karena kemungkinan juga merek

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 70, Novi menikah.

    Aku Bukan Menantu Impian part 70, Novi menikah.Menyadari perubahan sifat mertuanya, hati Fara makin berbunga. Wanita itu kini memang berubah lebih perhatian pada Fara dan kedua anaknya. Seminggu sekali Bu Manda pasti datang dengan berbagai alasan. Membawa segala macam makanan untuk Galih dan Gania. Fara juga dapat jatah. Bu Manda sering membawakan Fara berbagai macam olahan ikan gurame. Kadang di asama manis, kadang di goreng, kadang juga di bakar. Bahkan sekarang, pak Angga sudah membuat kolam ikan di belakang rumah. Supaya tidak perlu membeli jika ingin masak ikan.Walau begitu memang perhatian Bu Manda lebih cenderung ke Gania. Maklumlah, Bu Manda tak punya anak perempuan. Jadi kasih sayangnya di tumpahkan untuk cucu perempuan nya. Setiap datang selalu saja membawa baju yang cantik buat Gania. Katanya modelnya lucu lucu. Sedang untuk galih, hanya sesekali Bu Manda memberikannya. Kata Bu Manda modelnya bikin bosan. Itu itu saja. Ya, memang itu adanya. Tapi sudahlah. Tak apa. Ba

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 69. Dua hari di rumah mertua.

    Aku Bukan Menantu Impian part 69. Dua hari di rumah mertua.Besok hari Minggu. Jadi hari ini mereka akan menginap. Dari pagi hingga siang hari rumah pak Angga memang ramai. Dua orang cucunya sudah membuat kedua kakek nenek itu heboh.Galih begitu senang bisa berlarian dengan riang. Sedang Gania lebih banyak tidur. Bik Sumi uplek saja di dapur. Banyak sekali yg akan di masaknya hari ini. Gurame asam manis, goreng ayam. Soto juga sudah di siapkan bumbunya untuk besok. Semua adalah masakan kesukaan Andi dan Fara. Hari ini mereka di jadikan tamu istimewa atas perintah Bu Manda. Bu Manda juga tak pernah jauh dari Gania. Di dekapnya sepanjang hari. Hanya akan di serahkan pada Fara jika sedang ingin menyusu saja.Fara juga tidak boleh mengerjakan apapun. Setelah menoyusui Gania ia hanya boleh menonton tv dan tiduran. Kalau terlihat membantu bik Sumi, maka Bu Manda akan ngomelin bik Sumi. Pokoknya kontras dengan sikap Bu Manda beberapa waktu yang lalu.Sedang pak Angga juga sibuk dengan Gali

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 68. Bersatunya menantu dan mertua.

    Aku Bukan Menantu Impian part 68. Bersatunya menantu dan mertua.Silih berganti hari hari datang dan pergi. Kehidupan Fara berlalu dan mengalir begitu saja. Dua bulan kini usia Gania.Dua bulan juga lamanya Bu Manda tak menampakkan diri di hadapan Fara. Sedangkan mama Yani, ayah Ridwan juga Novi hampir setiap minggu mereka menjenguk Galih dan Gania. Keduanya tumbuh dengan lucu.Suatu pagi, di mana Andi sedang menikmati hari bersama istri dan kedua anaknya.Ponsel Andi berbunyi nyaring."Asalamualaikum ayah," sapa Andi melihat nama ayah nya di layar handphone."Waalaikum salam. Andi, bisakah kamu datang dengan istri dan anak anakmu, ibumu sedang sakit. Tapi nggak mau di bawa kerumah sakit. Dia hanya ingin di tengok kamu,""Yah, maaf ya. Ibu hanya menginginkan Andi. Sementara Andi sekarang sudah beristri dan punya anak. Kalo ibu tak menginginkan keluarga Andi, berarti ibu tak perlu berharap kedatangan Andi. Andi nggak bisa ninggalin mereka, Yah. Mereka tanggung jawab Andi,""Makanya

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 67. Gania Putri Anggara

    Aku Bukan Menantu Impian part 67. Gania Putri Anggara Beberapa menit yang lalu, ponsel Andi yang di silent itu bergetar. Tapi saat itu masih jam kerja. Andi mengacuhkannya.Sekarang sudah jam istirahat. Andi sudah duduk di kantin untuk makan siang. Ia juga sudah pesan makanan yang di inginkan. Hari ini hari pertama masuk kerja sejak pulang dari rumah sakit. Kondisinya juga sudah cukup baik. Biaya rumah sakit kemarin menguras seluruh uangnya. Untung ayah Ridwan dan ayahnya ikut membantu. Kalau tidak, mungkin uangnya sendiri tidak akan cukup untuk membiayai biaya mereka berdua. Untuk saat ini, Andi memang belum mau menggunakan uang istrinya. Walau ia tau tabungan Fara juga cukup lumayan karena usahanya maju akhir akhir ini.Mengingat sekarang sudah tambah anak berarti tambah pula biaya hidupnya. Semangat kerja Andi pulih berkali lipat. Walau baru kemarin pulang dari rumah sakit ia juga tak mau berlama-lama libur.Andi mengambil ponselnya dan membukanya. Sebuah pesan wa masuk dari

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 66. Pulang.

    Aku Bukan Menantu Impian part 66. Pulang.Novi mengambil Galih dari gendongan Andi."Kak Fara sudah siuman ya?" tanya Novi."Iya. Sudah. Tau dari mana?""Ayah yang telpon,""Apa nggak papa Galih kita bawa masuk keruang ibunya?""Nggak papa kak. Sebentar saja. Kasian dia kangen ayah ibunya. Galih nanyain kalian terus. Tapi untung dia nggak rewel, pintar lho dia. Sepertinya ngerti ayah ibunya dalam kesusahan,""Oh iya. Kamu pintar ya nak? pinter lah. Kan sudah punya adik. Itu adik nak,"Andi menunjukkan pada Galih kalau di dalam sana ada adiknya. Lucunya anak itu malah tak merespon, membuat Andi gemas sendiri. Di ciumnya kembali anak sulungnya itu. Tak percaya sudah punya anak dua. Sepasang lagi. Siapa yang tak bahagia cobak?"Kita jenguk kak Fara," usul Novi."Ayok,"Di depan ruang rawat Fara mama Yani, ayah Ridwan dan pak Angga sudah ada di sana. Sepertinya mereka baru keluar dari ruangan rawat Fara."Sudah tengok kak Fara?" tanya Novi."Sudah, tapi tak boleh lama lama. Waktunya di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status