AKU BUKAN MENANTU IMPIAN

AKU BUKAN MENANTU IMPIAN

By:  Anjani  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
52Chapters
2.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Seorang perempuan yang hanya ingin berbakti pada suami dan keluarga, namun tak semudah yang di harapkan. Karena sifat mertua yang jauh dari harapan. Kesabaran di uji dengan berbagai cara.

View More
AKU BUKAN MENANTU IMPIAN Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
52 Chapters
Part 1. Mertua dan iparku.
AKU BUKAN MENANTU IMPIANPart 1. Mertua dan iparku.Walau tinggal berjauhan, aku masih sering mendengar keluh kesah ibu mertuaku. Kami merantau ke Jakarta, sedang mertua tinggal dikampung halaman. Ia selalu berkabar pada suamiku tentang tingkah polah anak perempuannya atau biasa kusebut adik ipar. Anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di antara empat saudara. Setetelah menikah dan punya seorang anak, dan masih tinggal di rumah orangtua. "Suaminya itu malas banget. Kerjaannya main burung melulu. Nggak mikir cari uang, nggak mikir cari makan buat anak istri. Boro-boro ngasih uang buat orang tua, buat diri sendiri juga nggak mampu,"curhatnya pada suamiku via telfon."Makan darimana dia Bu kalo ngga kerja?" tanya mas Ridwan."Ya dari ibulah. Laki pemalas gitu kok di belain terus!"cerocos ibu mertua."Padahal udah ibu suruh pisah aja. Mumpung anak baru satu."Ya begitulah. Setiap hari kudengar keluhannya. Tak pernah ada kabar indah dari bibir wanita itu, walau hanya sekata. Bukankah y
Read more
Part 2.Mertua ku ternyata matre.
Aku Bukan Menantu ImpianPart 2.Mertua ku ternyata matre.Akhirnya, di sini lah, di kampung halaman suamiku, di rumah ibu mertuaku.Aku dan kedua anakku di boyong suami ke kampungnya. Bermodal sedikit uang yang masih tersisa, kami ingin membangun kehidupan yang mungkin lebih layak.Mulanya, ibu mertua begitu antusias menerima kedatangan kami. Mungkin karena selama ini hidup seorang diri di rumahnya yang luas itu. Mungkin juga karena tak mampu menahan rasa sepi di kehidupannya yang memang telah senja.Banyak senyum dan tawa kita lalui. Aku sedikit mampu melupakan rasa keterpurukan ku. Aku bersyukur mempunyai mertua seperti dia."Kerasan tinggal di sini Mba?" tanya Mira tetangga depan rumah."Kerasan lah Mir, mau ngapain lagi," jawabku."Mertua Mba Yani ini kan aduhai," timpalnya sambil melirik Dewi, saudara sepupu Mas Ridwan.Keduanya tersenyum kecut, sambil menoleh ke arahku."Emang kenapa sih?" aku sedikit penasaran dengan ucapan mereka, ditambah raut wajah aneh mereka."Nanti Mba Ya
Read more
part 3. Perdamaian yang hanya berjalan tiga bulan.
Aku Bukan Menantu Impianpart 3. Perdamaian yang hanya berjalan tiga bulan."Fara, kamu bawa uang tiga ribu aja ya," ucapku pagi itu ketika mereka akan berangkat sekolah." Ini tinggal dua ribu untuk adik mu."Fara tidak menjawab, hanya saja mukanya masam dan ditekuk."Iya dah, Fara pergi, Assalamualaikum," pamitnya."Waalaikumsalam," jawabku.Fara berangkat sekolah di antar Mas Ridwan, dengan motor butut, harta peninggalan kami yang tersisa.Sementara si bontot sekolah dengan jalan kaki setelah aku beri uang jajan dua ribu rupiah, sekolahnya dekat.Aku pandangi kepergiannya. Lima ribu rupiah memberi kehidupan dan cerita tersendiri dalam hidup baru kami. Aku masih ingat sisa uang 15 ribu yang di pegang Ibu. Mungkin ibu sudah tak mengingatnya lagi.****Beberapa hari, aku berpikir keras. Aku tidak tega melihat anak anakku. Untuk mendapatkan uang jajan ke sekolah pun sangat sulit. Hingga aku berpikir untuk membuka kembali usaha salonku yang kebetulan alat alatnya masih lengkap. Aku ingi
Read more
Part 4.Awal Corona.
Aku Bukan Menantu ImpianPart 4.Awal Corona.Suamiku mendapat pekerjaan merupakan kabar yang menggembirakan bagiku. Setidaknya ada sedikit harapan untuk membayar utang bank tiap bulannya, juga untuk ongkos sekolah kedua anakku, dan untuk kami makan sehari hari.Beberapa bulan kemudian memang mas Ridwan kerja di kandang ayam seperti yang telah di katakan padaku. Sementara aku masih tetap menekuni usahaku buka salon potong rambut.Usaha kecil kecilan.Kadang ada langganan datang satu atau dua orang.Tapi kadang tak satupun yang datang. Bahkan sampai berhari-hari.Tak apalah.Namanya juga baru buka usaha, apalagi di tempat yang baru juga.Cobaan belum selesai. Wabah Corona datang menimpa seluruh penjuru dunia. Usaha kandang ayam di mana suami ku bekerja tutup. Katanya untuk sementara waktu saja. Karena ayam hasil panen tak bisa terjual ke luar daerah, akibat PPKM. Akhirnya merugi. Hasil panen di jual dengan harga yang sangat murah untuk menutupi biaya operasional. Itupun tidak tertutup sem
Read more
Part 5.Ketika suami kembali kerja.
Aku Bukan Menantu Impian Part 5.Ketika suami kembali kerja.Beberapa bulan telah berlalu. Kisah menantu dan mertua bergulir seperti biasa.Tak ada yang istimewa, tak ada pula yang berubah.Hubungan Ibu dan Ipah nampaknya sudah membaik.Terlihat beberapa kali ibu menerima telfon dan juga mengirim uang untuk Ipah. Suami lpah tidak bekerja. Hanya Ipah yang bekerja sebagai ART. Tentunya tidak cukup untuk makan dan bayar kontrakan. Karena itulah Ipah menelpon ibunya untuk minta kiriman uang. "Biasanya yang dari Jakarta kirim uang untuk yang di kampung. Tapi ini terbalik. Yang di kampung kirim uang untuk yang di Jakarta," nyinyiran dan sumpah serapah mertuaku. Masalah sumpah serapah tentu Ibu belum berubah. Masih seperti biasanya.Kondisi negeri sampai saat ini belum juga pulih.Tapi Setidaknya, ada sedikit kelonggaran peraturan, yang diberikan pemerintah, demi berjalannya roda perekonomian.Mas Ridwan kembali bekerja di tempat semula. Ekonomi keluarga kecilku ikut bergerak. Walau sedikit, M
Read more
Part 6. Ipah purik.
Aku Bukan Menantu Impian.Part 6. Ipah purik.Pukul 06.30. Mobil travel yang di tumpangi Ipah berhenti tepat di depan rumah Ibu mertua. Ipah pulang bersama tiga orang anaknya. Sementara tiga lainnya tinggal di Jakarta bersama suami dan mertua Ipah.Aku tersenyum menyambutnya, dan sedikit berbasa basi. ."Sehat Mbak?" Ipah menyalami tanganku dengan senyum terukir di wajahnya"Alhamdulillah sehat,"jawabku singkat. Ada yang berubah dengan Ipah. Ia mau menegurku lebih dulu. Bahkan menyalamiku. Berbeda ketika terakhir kali kami bertemu. Ia tak mau bicara kalau aku tak mengajaknya bicara. Bahkan ketika aku basa basi bertanya, ia hanya menjawab sekenanya. Lebih banyak diam tak menjawab.Mungkin, karena sekarang aku sudah punya rumah sendiri. Sudah tinggal pisah dari Ibunya, dan merasa ia tak bisa lagi menindasku, fikirku.Aku bawakan jajanan untuk anak-anak Ipah. Yang paling kecil umur setahun, kemudian tiga tahun dan yang paling besar, sekitar lima tahun.Kemudian aku tinggalkan Ipah ketik
Read more
Part 7, Balas dendam.
Aku Bukan Menantu Impian.Part 7, Balas dendam.Sudah bebera hari Mas Anton dan Mas Heru pulang. Sebelum pulang, mereka berdua meninggalkan uang kepada Ipah untuk keperluan Ibunya. Mas Ridwan pun, sekarang tidur di rumah Ibu. Untuk berjaga-jaga, katanya.Dan pagi sebelum berangkat kerja, Mas Ridwan menyempatkan diri untuk malihat Ibunya. Memastikan sarapan untuk Ibu."Dek nanti tolong bikinkan Ibu sayur bening bayam ya," kata Mas Ridwan sekembalinya dari kamar Ibu."Lha Mas,kan selama ini Ibu juga nggak doyan masakan ku, masa aku masak buat ibu, nanti malah di buang seperti biasanya. Kan sayang. Sekarang apa apa mahal," cerocosku. Memang selama ini Ibu nggak pernah mau makan masakan ku. Setiap aku masak apapun, jika Ibu aku kasih, akan di kembalikan padaku. Satu,dua bahkan mungkin sudah lebih dari puluhan kali. Mungkin dia nggak doyan atau gengsi makan masakan ku, orang yang selalu di caci makinya. Menantu yang tak pernah di anggap. Karena aku bukan menantu impiannya.Sekali dua kal
Read more
Part 8. Ketika tak ada lagi kiriman.
Aku Bukan Menantu Impian.Part 8. Ketika tak ada lagi kiriman.Benar saja, beberapa hari ini, banyak tamu yang datang. Tetangga kanan kiri rumah, ada juga saudara jauh. Bawaan mereka banyak dan bermacam macam. Selain berbagai bahan makanan ada juga yang membawa amplop yang pastinya berisi uang.Ipah yang menerima dengan suka cita. Seperti terima amplop kondangan, layaknya.Beberapa hari ini, Ipah bisa belanja banyak dengan uang itu. Juga jajanan untuk ketiga anaknya yang terlihat meriah.Beberapa bulan sudah berlalu , Ibu beberapa kali menjalani terapi dan pengobatan.Tapi belum ada perkembangan yang signifikan. Sementara Mas Anton dan Mas Heru sudah tidak lagi kirim uang.Untuk makan atau berobat Ibu, terpaksa Mas Ridwan membiayai semuanya sendiri.Biayanya tidak sedikit. Sangat besar untuk ukuran keluargaku. Kadang juga Mas Ridwan harus kasbon, hingga saat ditotal gaji Mas Ridwan tidak seberap sisanya, dan anak anak mulai protes pada ayahnya." Yah, kalau uang kita buat berobat N
Read more
part 9. Aku memaafkan mertuaku.
Aku Bukan Menantu Impianpart 9. Aku memaafkan mertuaku.Masih enggan rasanya membantu Ipah dalam kekurangannya. Ia berkeluh kesah karena sudah tak punya uang lagi. Walaupun Mas Ridwan beberapa kali memintaku untuk membantunya, tapi rasa sakit hati yang bertahun tahun ku rasakan membuat hatiku membatu. Aku tersenyum melihat ia hidup dalam kesusahan. Seperti biasa, aku memang bertugas untuk mengantar makan siang untuk Ibu. Sayur bening bayam. Itu sayur andalanku untuk sang MertuaSuatu hari, Ibu bosan dengan menu yang ku sajikan. Ibu minta lauk yang lain. " I...kann.... a....yyaam." katanya terpatah patah." Mau ikan sama ayam ? Minta saja sama tetangga. Kali aja ada yang mau ngasih. " jawabku judes." Bukannya Ibu dulu rajin kasih makanan ke tetangga, apa Ibu pernah memberi makanan kepada saya. Apa Ibu ngga berfikir kalau suatu hari Ibu butuh tenaga saya juga?"" Sudah untung aku mau menuruti perintah Mas Ridwan, membawakan makanan, malah minta yang lain. Minta Ipah sana."Aku men
Read more
part 10. Sadar.
Aku Bukan Menantu Impianpart 10. Sadar.Balas dendam tidak akan merubah apapun. Kejahatan tidak perlu di balas dengan kejahatan. Ibu kini sudah tak berdaya. Tak ada lagi ucapan yang menyakiti hati. Tak ada lagi suara yang memaki maki. Tak ada lagi kata kata menggelegar penuh kesombongan. Masanya telah berakhir kini. Aku ingin hidup damai bersama anak-anak dan juga suamiku.Tanpa ada lagi rasa dendam.Aku ingin berkaca dengan pengalaman ini. 'Jangan lah memandang seseorang dari yang kau lihat saja. Saat ini dia tak berarti bagimu, belum tentu esok hari. Mungkin, bahkan hidup mu akan tergantung padanya.'Sore selepas magrib, seperti biasa Mas Ridwan menengok Ibu. Kali ini, aku ikut." Assalamualaikum,,," Mas Ridwan membuka pintu kamar Ibu sembari mengucap salam. " Wa...a..la...ikum...salam.,"Pelan, hampir tak terdengar, Ibu menjawab salam Mas Ridwan. Kemudian Mas Ridwan duduk di sisi Ibu yang tengah berbaring." Ibu sudah makan?" Mas Ridwan bertanya." Su...daah." Aku pandangi
Read more
DMCA.com Protection Status