"Kakak bicarakan saja dengan Bapak Leang, bagaimana sebaiknya." Jawabku, mengulur pembicaraan.
"Kalau Bapak Leang kan adiknya Marry, keluarga sendiri. Pasti tidak akan perhitungan. Tapi yang mencelakakan Marry sampai seperti ini kan Naya, bukan Bapaknya Leang."
"Tapi saya kan istrinya." Jawabku.
"Istri kan beda dengan saudara kandung." Katanya lagi.
"Jadi maksud kakak pertanggungjawabannya berbeda?" Tanyaku.
"Jelas bedalah." Jawabnya.
"Menurut kakak yang bertanggungjawab atas saya siapa?" Tanyaku lagi, menguji nalarnya."Ya keluarga Naya."
"Bukan suami saya?""Ya bukanlah.""Tapi kan saya sudah menikah.""Tetap saja tanggungjawab terbesar itu dari keluarga, bukan dari suami. Suami kan orang luar." Jawabnya.
"Jadi Bapaknya Leang itu orang luar? Lalu Leang?" Tanyaku.
"Leang kan anaknya, cucu Bapak, keturunannya.""Apakah Leang bisa lahir tanpa ibunya?" Tanyaku.
"Jangan mengalihkan"Coba saja kalau bisa." Aku tersenyum mengejek.Lily mengambil cup air mineral didekatnya dan melemparkan padaku. Lemparannya meleset. Padahal aku sama sekali tak bergerak menghindar. Aku memang sengaja memancingnya berbuat kasar agar aku punya bukti fisik.Naura memegangi Lily."Sudah, ly. Nanti darah tinggi mu kambuh lagi." Kata Naura."Biar saja! Biar aku mati sekalian!" Teriak Lily."Kakak kepingin mati? Silakan saja!" Jawabku.Lily menatapku garang.Anggun menarik tanganku, mengajak keluar ruangan.Aku menolak. Di ruangan ini harus ada orang ketiga jika Lily ada.Naura seperti memahami keadaan, dia menelpon Rossy.Tak lama Rossy masuk ke dalam kamar."Kau senang kan kalau aku mati? Biar puas kau pengaruhi Bapak dan Mama! Biar kau kuasai semua yang ada di rumah kami!" Lily masih terus berteriak.Aku melangkah ke pintu."Kabari saya kalau kakak mati, saya akan menyumbang paling banyak!" Ucapku sambil
Aku mengenggam tangannya yang menempel erat dibahuku. Kurasakan beban terbagi lewat bahu dan tangan kami, hingga nafasku menjadi ringan."Apa yang harus kujawab jika Bapak dan Mama bertanya tentang peristiwa tadi?" Tanyaku lirih."Jangan khawatir. Kedua mertuamu itu sayang sekali padamu, sampai aku pun cemburu." Gurau Nandean sambil mengelus pipiku.Aku tersenyum.Jika suamiku saja cemburu pada kasih sayang orangtuanya padaku, apalagi ipar-iparku.Pintu diketuk, kami mendengar suara lembut mengucapkan salam.Bapak dan Mama berdiri di muka pintu, kami menyambutnya masuk."Sudah mau pulang cucu saya ini ya, sudah sehat kau ya?" Bapak langsung menegur Leang sambil mengusap kepalanya.Leang tertawa."Hati-hati di rumah ya, jangan melompat-lompat dan lari-lari dulu kau nanti, supaya sehat dulu badanmu, biar tak robek lagi lukamu." Pesan Bapak."Iya, pung." Jawab Leang."Sudah kau tengok si Marry pagi ini?" Tanya Bapak kepada
"Tiketnya belum ada ya, Pakde?" Tanya Leang lagi."Iya, tiketnya belum dicetak, tunggu Leang sehat dulu. Makanya cepat sehat lagi ya, biar kita cuuussss naik pesawat." Jawab Kak Ilham. Kami semua tertawa mendengar percakapan mereka. Seperti biasa kedua pasang besan itu berbasa-basi. Lalu ke-empatnya keluar berbarengan menuju ruang rawat Marry. "Pakde, mau lihat ini gak?" Tanya Nandean sambil menyodorkan handphone miliknya kepada kakakku."Apa ini?" Tanya kakakku sambil mengambil handphone dari tangan Nandean. Video berputar, terdengar suara Lily dan suaraku disana.Kedua kakakku tampak serius mendengarkan."Masya Allah!" Seru mereka setelah video berakhir. Lalu mereka tertawa terbahak-bahak. "Bapak Leang, maaf ya, kalau menurut kami kakaknya Bapak Leang ini memang aneh sekali." Kata Kak Irfan sambil tertawa. Kak Ilham hanya tersenyum.Nandean ikut tertawa."Biar Pakde tahu saja. Jadi kalau ada apa-apa jangan
"Jika suatu hari nanti, mereka butuh pertolonganmu, bantuanmu, bantulah sepenuh hatimu sekuat kemampuanmu. Jangan mengungkit hal-hal buruk yang pernah mereka lakukan. Mereka juga saudaramu. Saat kau memutuskan menikah, kau bukan hanya menikahi pasanganmu tetapi juga keluarganya." Ibu melanjutkan nasehatnya."Mertuamu orang baik, ipar-iparmu juga sebenarnya baik. Mengapa mereka tidak suka padamu, mungkin kau juga harus introspeksi diri, berusaha menemukan kekurangan dirimu."Dadaku berdegup."Kelebihan kita kadang menjadi kekurangan kita, kekuatan kita kadang menjadi kelemahan kita."Ibu terus bicara.Aku pun terus mendengarkan."Bisa jadi sikap buruk mereka menjadi-jadi karena kau terlalu baik, selalu mengalah sehingga memberi mereka kesempatan untuk selalu bersikap buruk padamu. Itu juga kelebihan yang menjadi kekuranganmu." Sela Ayah, yang tiba-tiba sudah berdiri di pintu teras samping."Ayah sendiri merasakan sikap mereka
"Mungkin benar kata Ilham, Lily itu tak ingin dikalahkan, termasuk soal jodoh. Tapi dia sendiri kenapa belum menikah juga sehingga akhirnya harus didahului adik-adiknya." Gumam Ayah."Karena sifat egois, tidak mau kalah, merasa benar sendiri, ditambah gaya bicaranya yang ketus, mungkin itu yang menyebabkan lelaki mundur." Jawab Kak Ilham."Kita doakan saja semoga Lily segera mendapatkan pasangan yang bisa menerima segala kelebihan dan kekurangannya, begitu juga dengan kakak-kakak Nandean yang lain." Kata Ibu."Kapan-kapan kita diskusikan hal ini dengan Bapak Leang. Bagaimanapun sebagai saudara kandung yang saling kenal dan hidup bersama puluhan tahun, pasti mereka lebih tahu apa yang sebenarnya ada dalam keluarga mereka." Ayah menyudahi pembicaraan."Kita menginap saja malam ini, biar bisa ngobrol banyak dengan Nandean. Sekalian menghibur si Leang." Usul ibu."Tak apa-apa kan, Nay?" Tanya ibu padaku."Naya senang kalau ayah dan ibu mau menginap
"Sebenarnya Bapak dan Mama memperlakukan kami dengan cara yang nyaris sama, tidak ada bedanya. Pola asuh, asih, semuanya sama. Cuma mungkin agak sedikit berbeda padaku karena aku laki-laki."Nandean mengambil nafas agak dalam. "Sejak kecil sudah ditanamkan bahwa akulah suatu saat yang harus bisa menggantikan Bapak memimpin mereka, akulah pemegang 'bendera' keluarga saat nanti Bapak dan Mama sudah tidak ada."Ayah menghirup tehnya. "Menurut Bapak, sejak kecil Lily memang sudah menunjukkan sikap berani, keras kepala dan selalu ingin memimpin. Dia selalu mengatur adik-adiknya agar mengikuti keinginannya, bahkan Rara sebagai anak sulung pun perannya dikalahkan. Di hadapan keluarga besar dia selalu ingin terlihat menonjol, dalam segala hal." Nandean melanjutkan. "Saat kami masih kecil-kecil hal ini belum menjadi masalah. Semakin besar, dominasi Lily semakin terasa. Dia pandai mengambil hati bapak dengan hal-hal baik yang ditunjukkan kepada bapak,
"Untuk menjaga image di hadapan Bapak dan di hadapan keluarga besar bahwa dia anak yang baik, dia tak mau melakukan sendiri rencana buruknya, maka mempengaruhi Marry untuk merundung Naya.Dia tahu Bapak dan Mama sulit untuk marah kepada Marry karena kondisi Marry yang memiliki tingkat kecerdasan kurang. Marry pun tidak bisa mengukur batas-batas yang bisa menyebabkan dirinya melakukan tindakan berbahaya baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain."Nandean jarang bicara pada ayah, ibu, dan kedua kakakku. Tapi kali ini dia menceritakan panjang lebar masalah ini.Kami memperhatikan tiap kata yang keluar dari bibirnya tanpa menyela.Hingga teh yang kusajikan pada mereka menjadi dinginAyah menghela nafas. Kedua kakakku tampak tercenung. Cerita Nandean cukup jelas. Lily adalah akar dari semua peristiwa di rumah mertuaku, termasuk terjadinya kecelakaan Leang dan Marry. Sedemikian pentingnya 'kuasa' dalam keluarga bagi Lily, hingga ia mengorba
"Oh iya, mobil yang nabrak Leang bagaimana ceritanya?" Tanya Ayah."Mereka ikut mengantar ke rumah sakit, tapi karena situasinya tidak kondusif, mereka juga tidak berani bicara apa-apa saat itu. Pak Syam yang menyampaikan pada mereka untuk datang lagi jika masalah sudah agak reda. Pak Syam juga sudah meminta foto KTP pengemudinya," jawab Nandean."Tapi mereka belum pernah datang ke rumah sakit?" Tanya kakakku."Kami memang minta kepada petugas agar selain keluarga tidak diizinkan menjenguk Leang," jawabku."Pertimbangannya, kalau mereka bertemu dengan keluarga Bapak Leang dikhawatirkan akan ada perdebatan tentang tuntut menuntut tanggungjawab. Padahal jika diruntut masalahnya, kita juga ada salah dalam kejadian itu. Di depan rumah jalan besar, kok buka pagar lebar-lebar padahal ada anak kecil yang berlarian," lanjutku."Kami beranggapan yang menjadi prioritas saat itu adalah keselamatan Leang. Masalah mobil yang menabrak bisa diurus belakangan." Nandean