Home / Romansa / AKU SANG ISTRI BOSS / Rama Lelaki Romantis

Share

Rama Lelaki Romantis

Author: Ara Hakim
last update Last Updated: 2022-12-10 12:58:38

"Keluar!" pekik lelaki itu meminta Mas Rama keluar. Mas Rama pun membuka pintu mobil dan turun.

"Serahkan hartamu, dompet, HP, apa aja!"

Aku memutar bola mata. Belum tahu dia siapa Mas Rama. Mas Rama pernah juara bela diri Capuera tingkat kota. Ia juga pernah menghajar tujuh orang hanya dalam lima menit.

Debak debug! Dua menit Mas Rama menyelesaikan mereka berdua.

"Ayo jalan!" pintanya kemudian sambil ngos-ngosan, menyandarkan tangan ke mobil. Aku pun turun dari mobil dan akan ikut Mas Rama jalan kaki.

"Terus mobil sama barang-barang kita gimana?"

"Nanti ada yang urus, insyaAllah."

Mas Rama meraih dompet dan mengeluarkan uang lima ratus ribu.

"Pak, ini uang untuk Bapak berdua." Suamiku yang berkulit coklat itu mengulurkan tangannya dengan lima helai uang kertas.

Lembut sekali hati Mas Rama. Bahkan pada orang yang menodongnya pun ia masih berbelas kasih.

"Apa maksudnya ini?" Lelaki yang dihajar tadi masih memegangi dadanya.

"Bapak melakukan ini karena terpaksa, 'kan? Ini pertama kali Bapak mau berbuat jahat, 'kan?"

"Kok kamu bisa tahu?"

"Jelas saya tahu, cara Bapak berkelahi terlalu payah."

Lelaki itu malah menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Padahal saya sudah berpakaian seperti preman begini."

"Itu juga yang membuat saya semakin yakin kalau sebenarnya Bapak orang baik. Mana ada orang tua berpakaian seperti ini meski preman."

"Ah, iya, saya nggak paham."

"Pak, ambil saja uangnya," cetus lelaki di sebelah Bapak itu. Ia jauh lebih muda. "Lumayan untuk biaya berobat Ibu," lanjutnya.

"Berobat?" Mas Rama kembali bertanya.

"Ya. Istri saya sedang sakit." Bapak yang terduduk itu menunduk lesu ketika menyebut istrinya, "butuh biaya besar untuk operasi, setidaknya delapan juta. Akan saya lakukan apa pun agar istri saya selamat. Makanya saya berani merampok begini."

"Kapan operasinya?"

"Kira-kira tiga hari lagi." Bapak itu menghela napas, masih sambil meringis kesakitan.

"Masih kurang berapa uang untuk operasinya, Pak?" Aku ikut menanyai orang itu.

"Kurang sekitar lima juta." Wajah lelaki berumur itu berubah sendu. Seperti harapannya telah hilang, yang tampak hanya gurat putus asa.

"Biar saya yang menanggung biaya operasi istri Bapak. Bapak punya rekening?" Mas Rama memegang bahu lelaki itu, membuatnya seketika mendongak melihat wajah Mas Rama.

Seketika aku merasa tak menyesal telah memilih Mas Rama sebagai suami, meski sebelumnya banyak yang memintaku, tapi tak ada yang seperti Mas Rama. Ia tegas pada kemungkaran dan lembut serta penuh belas kasihan pada sesama.

"Kamu sudah terlalu baik pada kami. Bahkan kami hampir saja mencelakai kalian. Kami jadi malu untuk menerima bantuan dari kalian."

Mas Rama mengibaskan tangan menepis angin. "Tidak usah sungkan, Pak. Saya minta nomor rekening sekarang juga."

"Saya tidak ingin punya hutang."

"Siapa bilang Bapak berhutang."

"Saya tidak ingin berhutang budi, maksudnya."

"Sebagai gantinya, Bapak bisa kerja dengan kami. Ini anak Bapak juga bisa kerja di kantor saya. Nanti gaji Bapak akan dipotong untuk mencicil biaya operasi. Bagaimana, Pak?"

Aku mengangguk dua kali meyakinkan lelaki itu. Sambil tersenyum tipis tentunya. Lamat-lamat kemudian, mata si Bapak sudah berkaca-kaca dan suara napasnya serak.

"Beneran, Kak?" tanya lelaki muda di samping Bapak itu yang kemungkinan adalah anaknya sendiri.

"Ya." Mas Rama mengeluarkan kartu nama dari sakunya, "Rama Corporation. Datang dan temui saya, atau Lovarena Cinta, istri saya. Kebetulan kami sedang mencari pegawai karena beberapa karyawan harus diberhentikan.

Bapak itu malah mengusap matanya yang mulai berair.

"Kalau begitu, ini silakan diterima dulu." Mas Rama meletakkan uang lima ratus ribu itu di tangan si Bapak. "Kami izin melanjutkan perjalanan ya, Pak?"

"Tapi, mobilnya kempes, maaf tadi kami yang pasang paku di jalan."

"Jadi Bapak yang pasang paku dan kena ke mobil saya?"

Si Bapak mengangguk pelan.

"Tidak apa-apa, Pak." Mas Rama menepuk bahu lelaki itu dua kali, "kami jalan kaki saja. Hitung-hitung olahraga sambil romantisan sama istri di jalan biar dikira orang gila. hehe." Alis Mas Rama terangkat dua kali sambil melirikku. Langsung saja kutepuk lengannya.

"Sekali lagi maaf dan terimakasih untuk kalian berdua. Kalian memang pasangan yang serasi."

"Tuh, 'kan?" Mas Rama mengedip padaku.

"Apa sih! Mana ada aku yang cantik jelita begini serasi sama om-om kayak kamu, Mas!"

"Eh, aku baru dua puluh sembilan ya. Bukan om-om!"

"Secara gitu, aku masih dua puluh satu. Kalau kamu nggak pinter ngebaperin aku nggak bakal mau sama kamu."

"Dih, gitu amat jadi istri. Katanya mau jadi istri shalihah seperti Khadijah, Aisyah atau Fatimah."

"Ya kamu juga harus jadi Rasulullah atau Ali bin Abi Thalib dulu, Mas."

"Jadi gemes sama kamu, Lov, pengen gigit."

"Emang aku klepon!"

"Maaf, apa romantisannya bisa nanti sambil jalan saja?" celetuk Bapak itu.

"Eh iya, maaf, Pak. Nah, mulai sekarang, Bapak dan adik ini adalah karyawan saya. Kalian bekerja langsung untuk saya."

"Terima kasih, ya Allah, beruntung sekali kami bisa menodong kalian tadi."

"Tugas pertama Bapak, tolong jagain mobil saya sampai asisten saya datang menjemput mobil ini, bisa?"

"Oh, tentu bisa."

"Baik. Kami jalan dulu."

Mas Rama menutup pintu mobil yang tadi masih terbuka.

"Sayang, lepas aja sepatunya. Ganti sendal jepit!" pinta Mas Rama seraya membuka sepatunya dan mengambil dua pasang sendal sepit dari dalam mobil, ia kemudian meletakkan salah satu pasang sendal jepit itu ke depan kakiku sambil berjongkok.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AKU SANG ISTRI BOSS   108. Mencari Reno

    PEMUKIMAN itu rata dengan tanah. Yang tersisa hanya puing-puing yang terlanjur menjadi arang dan abu. Asap masih mengepul di beberapa bagian pagi itu. Katanya, kebakaran dimulai sejak semalam hingga pagi ini baru bisa dipadamkan.Lima belas unit mobil pemadam kebakaran tak cukup, dikerahkan lagi tujuh bantuan pemadam. Itu pun petugas dibantu warga masih kewalahan dalam bertarung dengan si jago merah. Susahnya akses masuk mobil jadi sebab utama. Pun rumah yang berdempetan membuat api tertawa ria mengejek dari jauh, membesar sesuka hati.Aku terpaku saat turun dari mobil.“Rumahnya, ludes.” Ruki bergumam.Aku hanya menggeleng pelan, tak dapat mengucap sepatah kata pun. Mas Rama pun hanya terdiam, menatap sendu.Nun di sebelah sana, ratusan pasang mata hanya dapat menyaksikan rumah mereka dilalap api. Pasrah tak dapat menyelamatkannya. Barangkali hanya satu-dua barang yang bisa diamankan, termasuk baju yang terpakai di badan.Tak banyak yang dapat disaksikan selain isak tangis dari ibu-

  • AKU SANG ISTRI BOSS   107. Kebakaran

    “TOTAL biaya tanggungan utang warga kampung Tanjung Kawan sebesar 1,7 milyar, Pak. Terlalu besar untuk dana CSR, atau mungkin kalau Bapak sendiri yang ingin membiayai dulu.” Rendra menyerahkan hitungan utang pemukiman yang berbentuk sebundel laporan itu.“Terlalu besar, Mas.” Tara menimpali.“Tapi gimana, Ra? Kasihan mereka.”“Yah, memang sebenarnya bukan tanggung jawab kita. Itu murni kesalahan mereka sendiri yang sudah berani berutang. Tapi, aku tahu kalau Mbak Cinta sudah niat bergerak ya mau gimana lagi. Aku siap support aja.”Siang itu kami kaman bersama di sebuah café tak jauh dari Aurora Corporation. Bosan makan di dapur umum kantor, kami ingin mencari suasana baru. Café bernuansa alam di jalan Ahmad Yani itu tak terlalu ramai, masih nyaman untuk dikunjungi.Mas Rama masih berpikir. “Mungkin kalau semua CSR dari perusahaan client dikumpulkan, bisa membantu setidaknya.”“CSR perusahan client?” tanyaku tertarik.“Eh, Sayang, makan dulu pastanya. Kamu lagi hamil nanti calon bayiny

  • AKU SANG ISTRI BOSS   106. Ancaman Para Debt Collector

    “PAK Rama jemput?” tanya Fresha di dalam mobil. Hari sudah mulai sore. Aku dan Mas Rama berjanji untuk bertemu di suatu tempat dan kami akan menuju dokter kandungan. Dokter Meity.“Iya. Sebentar lagi sampai.” Aku sibuk memainkan ponsel, tak menatap pada Fresha.Sudah lima menit aku menuggu Mas Rama di tempat yang disepakati. Pukul 16.05 di arlojiku.Lima menit kemudian, sebuah mobil Mercedes hitam sampai di tempat itu. Melihat mobil Mas Rama itu aku berpamitan pada Fresha dan Dennis. Mas Rama membukakan pintu mobil seperti biasa.“Telat sepuluh menit. Eh, sebelas.” Aku menatap arloji.Mas Rama malah mencubit pipiku dan menariknya.“Auu.”“Shalat ashar dulu, Sayang.”“Iya. Cepetan ke praktek Bunda Meity.”Mas Rama tancap gas. Di perjalanan ia memandangiku dengan tatapan aneh. Alisnya sering terangkat dua kali seperti menggoda. Tapi aku tak tahu maksudnya apa. Entahlah, lelaki kadang memang tak dapat dimengerti. Makhluk aneh.“Jadi mual dan muntah tadi?”“Hmm.”“Kenapa?” Mas Rama malah

  • AKU SANG ISTRI BOSS   105. Mendadak Tegang

    SUASANA rumah Bejo mendadak tegang ketika aku mulai tak senang dengan aturan yang ia terapkan semena-mena. Betapa tidak, utang yang awalnya hanya lima juta meranak-pinak jadi 10 juta dalam tiga bulan.Bukan hanya itu, utang itu pun mengganda ketika yang membayar bukan orang yang bersangkutan.“Ini buktinya. Silakan periksa saja. Semua jelas tertulis di perjanjian utang-piutang itu.” Bejo tersenyum mnyeringai. Bibirnya terangkat sebelah tanda ia merasa menang telak.Kuraih kertas yang Bejo letakkan di atas meja. Nama Marsudi tertera sebagai salah satu pihak penanda tangan kontrak. Kubaca lekat-lekat agar tiada satu kata pun terlewat. Sampai ujung tanda-tangannya kubaca, perkataan Bejo ternyata memang benar adanya. Perjanjian itu ditandatangani di atas materai. Kubaca dengan seksama tiap kata dan kupahami maksudnya betul-betul. Tapi mungkin Fresha sebagai sekretaris lebih paham apa isinya. Maka kusodorkan padanya.Fresha meneliti surat perjanjian itu beberapa detik.“Benar, Bu Cinta. Di

  • AKU SANG ISTRI BOSS   104. Aku Mau Mandiri

    “Kali ini biarkan aku mengurus ini, Mas. Aku nggak mau terus-terusan bergantung sama kamu. Aku mau mandiri.”Mas Rama malah berdecak kesal. “Kamu mau hadapin si Joko itu sendiri?”“Kana da Dennis, Setya, Anzu sama Rizal yang aku bawa. Kalau keamanan kamu gak usah khawatir. Kamu fokus aja sama kerjaan. Lagian perusahaan ‘kan lagi berkembang sekarang. Kasihan kamunya kalau pecah fokus.”“Yah mau gimana lagi.”“Boleh Mas ya?”“Boleh,” jawab Mas Rama pelan. “Proposal untuk CSR renovasi rumahnya udah selesai?”“Udah.” Aku mengeluarkan sebundel kertas dan menyodorkan di atas meja kerja Mas Rama. Ia kemudian membuka proposal itu dan membacanya sekilas tiap lampirannya. Suara pintu diketuk. Mas Rama mempersilakan seseorang yang mengetuk pintu itu untuk masuk. Dennis dengan jas abu-abu dan tampilan yang klimis pun beranjak ke ruangan itu.“Saya hari ini menemani Bu Cinta untuk menyelesaikan masalah kemarin, Pak.” Dennis melapor di depan Mas Rama. Mas Rama meletakkan proposal yang dibacanya di

  • AKU SANG ISTRI BOSS   103. Para Penagih Utang

    BRAK! Suara sesuatu ditendang keras. Aku dan Sonar yang terkejut serentak menoleh ke luar pintu. Seorang lelaki bertubuh besar tinggi, dengant tato di lengan atas, berbaju tanpa lengan, bercelana jeans, datang dengan wajah bengis.“Pak Tua! Sampai kapan mau nunggak utang!” lanjutnya.Kakek yang sibuk membantu istrinya duduk pun terkesiap. Ia berjalan mendekati pintu dimana lelaki itu berada.“Maaf, Mas Joko, saya belum punya uang.” Suara rintih itu terdengar sangat memelas.“Halah, aku gak peduli ya!” bentak lelaki bernama Joko itu.“Tapi saya harus bayar pakai apa?” Kakek memohon.“Apa aja. Mana sertifikat tanah ini?”“Jangan, Mas Joko. Kami tidak punya apa-apa lagi.”“Aku gak peduli. Utangmu udah sepuluh juta!”Joko mendorong tubuh Kakek hingga ia termundur beberapa langkah. Kakek yang tubuhnya masih terluka itu memegangi perut karena merasa sakit. Ia tersentak kaget.“Ini siapa?” tanya Joko menunjuk ke arah kami. “Wanita cantik ini anakmu?” lanjutnya.“Bu-bukan. Mereka cuma tamu.”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status