Share

Kesan Buruk

If you don't want a sarcastic answer, don't ask a stupid question.

—Demeus Alvarez Askantara—

(unknown)

***

JREEENGGG!

Ray mengangkat satu kakinya ke atas meja. Dengan gitar di pangkuannya, dia bersenandung dan bernyanyi ria.

Mengapa kita ditakdirkan berjumpa

Padahal kita takkan mungkin ke sana

Ke tujuan sama bertemu di tengahnya

Menunggu yang kutahu sia-sia

"Berisiiiiikkk, Ray! Lo pikir suara lo bagus ya?!" gerutu Selena, merasa suara Ray merusak selera makannya.

Seakan tak peduli, Ray tetap lanjut.

Kupetik bunga mawar warna jingga

Hanya semata senyum kau dibuatnya

Tak sadar 'kan durinya terluka di akhirnya

Mencinta tanpa tahu akibatnya

Malahan sekarang Archie ikut-ikutan nyanyi dengan asyiknya.

Di sana kau bahkan tak sesaat pun teringat

'Ku yang selalu mengingat

Di sana 'ku bukan yang utama

Di sana kau terlihat bahagia

"Wohoooo! Merdu banget woy suara gueee!" sorak Ray bangga. Ia mengangkat gitar, lalu membungkuk dengan percaya diri.

"Lo berharap kita puji?" sindir Zevano.

"Ssssstt," desut Ray. "Gue tau lo cuma gengsi aja, Zev. Secara lo takut tersaingi kan? Lo gak mau kan gue diserbu ciwi-ciwi?"

Zevano mengernyih tidak terima. "Helloo? Gak salah denger gue?"

"Itu judulnya apaan dah?" tanya Sanchez.

"Mawar Jingga, bwang. Masa gak tau," cibir Archie. Setelah menjawab Sanchez, matanya tidak sengaja mengikuti cewek yang berjalan di belakang punggung Sanchez. "Oyyy Keyla! Makin bohay aja lu!"

Tentu saja, Keyla mendelik ogah saat mendapat godaan dari Archie, meskipun seharusnya ia senang karena dipandang oleh anggota Vagolazer.

"Ih, sombong banget lu ya, Key! Mampir sini dulu napa, duduk sama abang!" Archie menepuk bangku di sebelahnya.

Alvarez mendesis jijik. "Tau hina gak lo?"

"Malu-maluin gue aja lo!" celetuk Ray. Padahal cowok itu biasanya suka flirting juga. Dia tuh hampir sepaket sama Archie sebenarnya.

"Ampun sih! Namanya juga usaha pendekatan." Archie murung. "Kan gue juga mau punya cemimiw!"

PREETTT! BREKETETTT!!

"WOI SIAPA YANG KENTUT!" teriak Alea langsung menutup hidungnya. Wajahnya menunjukkan bahwa ia gondok.

Archie mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya ketika mendapat tatapan dari teman-temannya. "Bukan gue! Sumpah!"

"Bohong!" tukas Alea. "Gue duduk di sebelah lo! Kerasa tau hawa-hawa tai lo!"

"BUKAN AKU SAYAANG. Itu Ray di sebelah lo juga weh!" bantah Archie. Ia langsung melemparkan pandangan ke Ray. "Pasti lo ya! Sengaja lo ya!"

Ray yang duduk di sebelah kiri Alea pun menyengir lebar tanpa dosa. Memang dia lah pelakunya.

"Emang dasar jorok," hina Zevano. "Pantes aja jomblo!"

"Wah elu! Nantangin?" Ray menunjuk Zevano. "Liat nanti lu ya! Gue bakal dapet cewek duluan sebelum lo dapetin Violette!"

"Lo nyariin apaan, Al?" tanya Selena, dari tadi ternyata memperhatikan Alvarez yang celingak-celinguk.

"Nyariin siapa hayooo? Mantan ya? Gak ada mantan lu di sini!" pekik Archie, suaranya gede banget sampe orang di sekitar mereka nengok—terutama para perempuan karena ini menyangkut Alvarez.

"Al, gue tau ini berat, tapi gue yakin kok lo bisa move on!" Ray bergaya seperti motivator. "Cewek di dunia ini gak cuma satu, Al!"

"Semangat, Al!" lanjut Archie. "Lo pasti bakal nemuin yang lebih baik dari sepupunya si anjeng itu!"

"Apaan sih ribut banget?" Alvarez memandang Ray dan Archie sinis. "Gue cuma nyari Gladiator pada ke mana anak-anaknya."

"Sukuriiin! Makanya jangan sotoy!" Selena menoyor kepala Archie.

"Kok gue doang sih! Ray juga!" balasnya tidak terima.

"Emang kenapa dah? Tumben lo peduli?" tanya Sanchez.

Alvarez menjawab sekenanya. "Penasaran aja. Siapa tau mereka di-drop out, kan gue seneng jadinya."

"Setau gue, mereka gak boleh ke kantin ini. Gladiator disuruh ke kantin sebelah. Berlaku juga buat kita yang gak boleh ke kantin sebelah." Zevano memberi tahu.

Mengetahui ada keributan kemarin, Ibu Kepala Sekolah SMA Hadover mengambil kebijakan untuk memisahkan anak Vagolazer dan Gladiator sebisa mungkin. Salah satu contoh adalah dengan membagi wilayah kantin mereka.

Beliau tahu hanya itu cara yang terbaik karena membubarkan mereka sangatlah tidak mungkin. Pasti banyak pembantahan yang berujung keributan apabila itu dilakukan—karena dulu sudah pernah begitu.

"Baguusss! Biar gak terkena polusi mata gue gegara ngeliatin keturunan Voldemort di sini," ujar Ray senang.

"Eh, diem ya, gue mau bikin Tiktok," ujar Selena. "Gak ada guru yang mampir kan?"

"Bikin lah sana. Entar kalo ada yang dateng gue kasih tau." Betapa baiknya Sanchez. Kita perlu teman seperti dia.

Selena membentuk tanda 'oke' dengan tangannya.

"Duh, ribet ya temenan sama selebtok." Archie menggaruk kepala.

"Selebtok apaan?" tanya Zevano.

"Ih apaan sih kok lo bego?" Archie heran. "Ya, Seleb tiktok, lah!"

Zevano membelalakkan mata. "Eh, santai aja dong bego-nya! Lagian bahasa lu aneh-aneh!"

"Selena, ada guru dateng!!" jerit Ray.

Selena langsung panik. Saking paniknya, ia mengambil ponsel terlalu cepat. Berakhirlah benda tersebut jatuh.

"Hah? Mana?" Pandangan Sanchez mengitari kantin.

"BERCANDA SEYENK!" sambung Ray dengan cengiran panjang. Kebiasaan cowok itu memang suka ngeprank gak jelas. "Serius amaat siiih!"

Jelas sekali cowok itu langsung mendapat tatapan mencekam dari Selena. "Errrr.. hape gue jatoh kan! Awas aja lo ya! Gue cemplungin hape lo ke kolam renang tau rasa!"

"Lagian kocak lo! Sama guru kok panik!" Ray masih lanjut tertawa, apalagi saat membayangkan gerak-gerik Selena ketika mengambil ponsel. Ia makin terbahak-bahak.

"Selena anak pinter, ya harus jaga reputasi di depan guru lah!" Alea membela. "Emangnya lo? Udah gesrek, bego lagi. Gak bertalenta pula. Pantes aja cewek-cewek ogah lo deketin!"

"ASTAGA, ALEA! KAMU BERDOSA BANGET." Ray sok-sokan menutup mulut dengan syok. "Kamu tau gak aku sakit hati dengernya?"

Meskipun wajah Ray mengerut sedih, Alea nyatanya tidak acuh-acuh amat.

Ray pun kembali membela diri. "Gue tuh bertalenta tau! Buktinya gue bisa masuk Vago." Ia menaik-turunkan alis, bangga. "Cuma bakat gue emang bakat terpendam semua."

"Iya, terpendam banget sampe gak keliatan," tukas Alvarez pedas.

"HAHAHAHAHAHAHA!" Archie terpingkal-pingkal. "Noooh! Alva aja bingung kenapa masukin lo dulu!"

"Eh, ayang bebeb dateng!" Zevano berujar dengan suara keras, membuat yang lain pada memandanginya. Ia langsung berdiri.

Ternyata ada Violette dan Aleera memasuki area kantin A, kantin yang mereka tempati sekarang. Kedua gadis tersebut yang kini meninggalkan Vagolazer.

Ada alasan bagi mereka untuk memutuskan tali keluarga dengan Vagolazer. Violette de Canberra, gadis itu tidak menyukai Alvarez atau bahkan bisa dibilang ia sangat membenci cowok itu.

Violette meyakini pasti bahwa Alvarez adalah penyebab meninggalnya Ashley. Ia punya banyak bukti untuk itu. Makanya, ia sangat muak pada Alvarez dan berniat memisahkan diri.

Kalau Aleera, dari nama panjangnya Aleera Madison Pratama saja kita bisa tahu kalau ia memiliki marga yang sama dengan Alegro. Ya, gadis itu sepupu Alegro dan ia dipaksa cowok itu untuk keluar dari Vagolazer karena masalahnya.

Kepala Archie mendongak, melihat Zevano yang matanya berseri-seri. "Kata lo mereka gak boleh ke sini! Gimana sih?"

Zevano mengedikkan bahu. "Mana saya tau kalo mereka melanggar." Ia melihat teman-temannya satu per satu dengan senyum penuh maksud, tanda izin mau pergi sebentar.

"Najis," decih Alvarez memicingkan mata.

"Bentaran ya, kawan. Paham lah kalian." Zevano tampak seperti predator yang menemui mangsanya.

Alvarez mendesau. Ia mengangguk sekejap. "Yaudah sana buru."

"Yeeyeye lalalala~!" Akhirnya, Zevano pergi dengan langkah besarnya.

"Akhirnya lo ngomong juga, Al. Jadi diem mulu lo belakangan ini," ujar Sanchez. Ia menyadari perbedaan sikap Alvarez belakangan ini.

Alvarez menyeringai. Ia memijit pelipisnya. "Gue lagi agak pusing aja belakangan ini. Tunggu bacot gue ya besok."

"Mending lo diem aja deh, Al, daripada ikut ngebacot. Rusuh entar!" ceplos Archie yang langsung mendapat tatapan datar Alvarez.

"Tuh, ada Aleera," ucap Alea pada Alvarez, menunjuk Aleera dengan dagunya. "Liatin tuh biar gak pusing."

Alvarez spontan melihat Aleera. Pas sekali, mantannya itu memang sedang memperhatikannya dari jauh.

"Haloo, Vio! Kok ke sini? Entar kamu ditegur guru loh," ingat Zevano, mengeluarkan senyum andalannya yang mampu melumpuhkan pertahanan kaum hawa.

"Di kantin B gak ada yang jualan kebab, Zev." Violette senyum semringah. "Kenapa? Gak boleh ya?"

"Boleh-boleh aja sih." Zevano mengusap lehernya. "Kirain ke sini karena mau ketemu aku."

Sebenarnya, Zevano mendapat pandangan dari beberapa pengunjung kantin karena aksinya. Jelas lah! Dia tampan, sudah gitu anak Vagolazer lagi. Akan tetapi, cowok itu gak ada malu-malunya.

"LANJUTINNN TERUSSS!" sahut Ray.

Archie menimpali, "EMANG KAGAK TAU TEMPAT YA, ZEV!?"

Zevano menengok sekilas, lalu menjulurkan lidah.

"DASAR KAU—"

"Woi! Lo pikir ini hutan?" Alvarez menginterupsi Archie dan Ray saat kedua laki-laki itu mau berteriak lagi. "Atau lo pada iri mau ikut pdkt-an juga?"

Ray menekuk wajahnya lagi. "Ya udah sih.. jangan marah-marah. Kan serem."

"Alva galak," ringis Archie.

"Lagian lo gak liat apa orang-orang jadi pada ngeliatin Zevano sama Vio? Lo mau bikin mereka jadi pusat perhatian?" timpal Selena. "Ogah banget, entar kesenengan itu cewek."

Di sisi sana, Zevano masih menemani Violette yang menunggu pesanan kebabnya bersama Aleera. Tidak mau sombong, cowok itu juga mengajak Aleera bicara.

"Mbaknya ngeliatin siapa sih dari tadi?" Zevano mengikuti arah pandang Aleera. Ia langsung paham. "Ooh, Alvarez lagi."

Aleera menatap Zevano. "Apaan?"

"Dih, gak nyadar gue ngomong apaan dari tadi?" Zevano terkekeh.

Aleera tetap tidak menangkap kalimat Zevano. Ia sedang perang dengan batinnya sendiri yang masih mengharapkan Alvarez. Ia menyesali kebodohannya melepas cowok itu.

"Gak usah ngeliat ke sana mulu. Selena gak demen liatnya," bisik Violette.

Aleera mengangguk paham.

Zevano dapat mendengar bisikan itu. "Santai aja, kan kamu tau sendiri kalo muka Selena emang dari sananya jutek."

"Lo apaan banget ngomong aku-kamu ke Vio. Aneh tau najis," ujar Aleera. Ia mendelik geli.

Zevano cuma menyengir pede. Ia tidak tersinggung dengan ucapan Aleera, toh dulu mereka pernah satu geng dan memang satu sama lain semuanya pernah dekat.

"Makasih, Bang," ucap Violette mengambil kebab yang tiba-tiba sudah jadi saja. "Zev, gue balik ke kantin sana dulu ya."

Zevano membalas, "Oke! Hati-hati. Byeee!"

Saat Violette menarik Aleera untuk pergi, gadis yang ditariknya itu masih menyempatkan diri untuk memandang Alvarez lagi.

Ia rindu dan akan selalu begitu.

⛓⛓⛓

Diberi tahu oleh wali kelasnya, Athena diminta untuk mengambil paketan buku oleh Pak Andri di ruang guru.

"Kenapa gak pas istirahat aja sih," lirih Athena sebal. Tugasnya jadi terinterupsi karena panggilan itu.

"Lo apa sih, Len? Gue dulu ah yang nyontek!" seru Rivera, menarik buku ketua kelas mereka, Vino, yang digenggam Milen.

Milen tidak menyerah. "Gue mau ngapalin dulu ih! Absennya kan gue duluan! Lo masih ada waktu pas gue maju!"

Akhirnya, perebutan ini diakhiri oleh Rivera yang mengalah.

"Guys, gue ke ruang guru dulu ya," ujar Athena saat ia setengah selesai mengerjakan tugas.

"Jadi manusia tuh yang beradab kayak Athena, ngerjain sendiri." Ella memutar bola matanya ke Milen dan Rivera. Kemudian, ia menawari, "Mau ditemenin gak, Na?"

"Gak usah, La. Gue tau kok ruang gurunya di mana." Bukannya tidak mau, Athena takut ngerepotin saja.

"Oh okey."

Athena keluar kelas. Ia mulai berjalan menuju ruang guru. Namun, saat melewati ruang penyimpanan peralatan olahraga yang pintunya sedikit terbuka, ia berhenti.

Athena tidak sengaja melihat ke dalamnya. Dua detik saja ia melongok, ia sudah paham apa yang sedang terjadi di dalam.

"Eh, gila!" Athena memekik spontan.

"Hey! Siapa itu?!"

Tahu keberadaannya disadari oleh dua orang yang tadi bercumbu di sana, Athena buru-buru kabur dan meninggalkan tempat.

"HEH!" Si cowok keluar dari pintu.

Sambil lari, Athena mikir. Itu kan orang yang kemarin berantem sama Alvarez!

Bodo amat. Athena tidak mau ikut campur.

"Lupain, lupain." Athena memukul keningnya. "Lagian bego banget sih lo pake ngintip-ngintip segala!"

Athena menengok ke belakang sekilas. Ternyata cowok itu memandanginya dari jauh. Cepat-cepat ia langsung masuk ke ruang guru.

"Permisi, Pak, Bu."

"Saya udah bilang berapa kali untuk jangan gunakan kekerasan! Kamu ini udah gede mau jadi apa sih? Bapak tuh malu jadi wali kelas kamu tau! Ditegur guru lain, ditegur kepala sekolah. Dibanding kamu, Bapak yang lebih sering ditegur untuk ingetin kamu terus tau gak?!"

Begitu masuk, Athena disambut oleh bentakan seorang guru. Bibirnya mengernyut. Ternyata lagi ada murid yang diomelin.

"Ada butuh apa, Nak?" tanya salah satu guru, membuat satu ruangan yang dingin itu melihatnya.

Otomatis, Athena melihat orang yang kena ceramah tersebut.

Wih, itu kan Kak Alvarez!

Saat pandangan mereka bertemu, Athena buru-buru memalingkan pandangan ke guru yang bertanya padanya tadi.

"Saya mau ambil buku paket saya, Bu."

"Oh, kamu anak baru itu ya?" Guru yang bernama Bu Mina itu tersenyum ramah.

Athena menganggukan kepala dengan ramah.

"Sebentar ya, Athena.." Bu Mina memastikan, "Bener kan kamu Athena?"

"Iya, Bu. Athena."

"Athena anaknya Pak Gio, ya?" ulang Bu Mina.

Athena berdecak kecil. Buat apa pula membawa nama Ayahnya. Merespons hal itu, ia hanya mengangguk.

"Oke, sebentar ya. Tunggu Pak Andri lagi ceramahin anak kelasnya. Kamu duduk aja dulu di situ."

"Baik, Bu."Athena mengambil tempat duduk.

"Udah hampir full buku merah kamu, Alva. Bapak bingung ngasih tau kamu tuh harus pake cara apa lagi." Pak Andri tampak frustrasi.

Alvarez hanya diam. Dengan posisi duduk mengangkat satu kaki, ia kena omel lagi.

"Duduk yang bener di depan saya!"

Alvarez menurunkan kakinya.

"Kamu peduli gak sih saya marahin?"

"Apaan sih? Mau bapak apa? Perhatian dari saya?" Alvarez capek. "Emangnya bapak pikir saya juga gak pusing denger ocehan bapak yang sama aja dari tahun ke tahun?"

Suara Alvarez membuat ruang guru menjadi hening seketika.

"Saya gak bakal nonjok dia kalo dia gak nyari ribut. Jelas-jelas dia ungkit masalah bokap saya. Ya saya marah lah!"

Athena terkejut ternyata Alvarez termasuk murid yang berani membentak balik guru. Ya, memang seperti itu lah Alvarez. Hanya Athena saja yang belum tau apa-apa soal cowok itu.

"Kamu ngelawan saya? Emang kamu gak mikir juga kenapa saya terus kasih ocehan yang sama?" Pak Andri membalikkan situasi. "Kalo kamu gak ngelakuin kesalahan yang sama, saya gak bakal ngomelin kamu terus-terusan!"

Alvarez semakin jengkel. "Bapak liat dong di sini yang salah siapa! Jangan mentang-mentang biasanya saya salah, terus saya jadi disalahin mulu!"

"Terus aja kamu balas perkataan saya, Alva!" bentak Pak Andri. "Putus urat lama-lama ngomong sama kamu!"

Alvarez gereget minta ampun. Ini guru mau apa sih?! Alih-alih sadar kalo bukan dia yang salah melainkan Noah, Pak Andri malah ungkit yang lain.

Gak jelas! Mati aja kek lu!

Pak Andri memindahkan penglihatannya ke Athena yang duduk jauh di belakang Alvarez. "Eh, kamu yang saya panggil ya?"

"Sini-sini," pinta Pak Andri sebelum Athena menjawab. Ia mengambil dua belas tumpukan buku paket.

Alvarez menoleh sebentar untuk melihat dengan siapa Pak Andri bicara selembut itu. Padahal dari tadi kerjaannya ngegas terus tanpa kasih ampun.

"Sama cewek aja lembut banget. Sama gue ngomel-ngomel mulu lu," gumam Alvarez yang terdengar.

Guru-guru lain langsung memandang Alvarez, termasuk Pak Andri dan Athena. Hanya saja Pak Andri mendiamkan karena ia memilih untuk mengurus keperluan Athena.

Athena mendekati meja Pak Andri. Sedetik kesempatan, ia melirik Alvarez yang dengan tak acuh duduk di dekat situ.

"Ini buku paket kamu ya." Pak Andri melihat label nama di buku yang ditumpuk paling atas. "Athena Chloe Zevanie, betul?"

Athena menjawab, "I..ya, Pak."

Athena malah fokus ke banyaknya buku besar yang harus dia bawa. Duh, dengan badan sekecil ini, ia mana kuat bawa itu semua?

"Bentar ya, Pak. Saya bawa dulu sebagian." Athena mengambil empat buku dulu. "Nanti saya balik lagi ke sini."

Mendengar itu, suara hembusan napas Alvarez terdengar. Tau-taunya, dia tertawa remeh.

"Mau bolak balik berapa kali lo? Bawa langsung semua aja ngapa. Lemes amat jadi cewe."

Athena sontak membulatkan mata. Ia kaget pada Alvarez yang berbicara padanya. Ditambah lagi cowok itu nyolot minta ampun.

"Iya, maaf ya, saya lemes," balas Athena terpaksa. Ia menambah dua buku lagi ke dalam tumpukan pertamanya karena merasa tersinggung oleh ucapan Alvarez.

"Bantuin lah kamu! Ngeledek aja bisanya," cibir Pak Andri.

"Bapak aja sana. Suruh-suruh saya." Alvarez memalingkan wajah tak peduli.

Pak Andri berdecak. "Bantuin! Atau mau orang tua kamu saya panggil?"

"Bokap saya di penjara sekarang. Panggil aja kalo bisa," ceplos Alvarez tak berdosa.

Pak Andri menarik napas panjang. Nampaknya beliau sedang memperpanjang kesabaran.

Athena jadi tidak enak pada Pak Andri karena Alvarez semakin kurang ajar. Ia berujar cepat, "Pak, saya gapapa bawa sendiri a—"

"ALVA! BANTU ATHENA SEKARANG JUGA!" Nyatanya, kesabaran Pak Andri cukup sampai di sini.

"Ah elah!" Alvarez berdiri. Ia mengambil semua buku paket tersebut dengan grasah-grusuh, termasuk yang ada di genggaman Athena.

"Ngerepotin tau gak lo!" Alvarez menyentak Athena, sampai gadis itu mengerjapkan mata.

"Astaga, Alva!" tegur Bu Mina.

Sebelum semua guru tambah repot memarahinya, Alvarez langsung keluar. Duh, satu yang ngomel aja udah puyeng. Makanya, ia berjalan dengan langkah besarnya.

Buru-buru Athena mengikuti cowok itu. Sebelumnya, ia tidak lupa untuk bilang terima kasih pada Pak Andri. Kemudian, ia mempercepat langkah agar tidak terlalu tertinggal di belakang.

"Di mana kelas lo?" tanya Alvarez masih dengan nada yang sama nyolotnya kayak tadi.

"11 IPA 1, kak."

"Jangan harap gue mau nolongin lo lagi."

Idih? Siapa juga yang mau minta tolong lagi?!

Tapi demi keamanan bersama, Athena gak jawab apa-apa.

"HEH BOCIL KURANG AJAR!"

Athena tersentak. Awalnya mengira Alvarez yang teriak. Namun, sepertinya itu suara cowok mesum yang tadi.

"BERHENTI LO! GAK DENGER GUE PANGGIL?"

Athena berhenti. Ia membalikkan tubuhnya.

"Ngomong apa lo tadi ke ruang guru? Cepuin gue, hah?!"

"E-enggak, kak. Gue gak ngomong apa-apa." Athena kelihatan wajah takutnya. "Tenang."

"Tenang lagi lo bilang? Ini bukan masalah gue takut atau apa, tapi lo udah gak sopan masuk tanpa ketok pintu!" Alegro terus meneriaki Athena. Ia berjalan semakin dekat ke arah gadis itu.

Padahal gue gak masuk, tapi pintunya aja yang kebuka makanya gak sengaja ngeliat! Sedeng ini orang!

"Jawab gue! Apa yang lo liat tadi?!"

Athena menggelengkan kepala. "Gak liat apa-apa, kak."

"Halah bohong!" Alegro berkacak pinggang. "Udah bocil, tukang ngintip lagi! Bener-bener lo ya! Siapa sih lo? Anak baru? Gak tau gue siapa, hah?!"

Alvarez terganggu dengan bentakan itu. Dari awal mendengarnya, ia sudah memperlambat langkah dan berhenti. Kini, ia menoleh. Ketika melihat siapa cowok yang teriak-teriak gak jelas itu, lidahnya berdecak malas.

Sesuai dugaannya, itu Alegro.

Alvarez langsung berbalik dan menghampiri Athena. Ia menatap Alegro sebersit. "Kalo gak mau ketauan, jangan cipokan di sekolah!"

Setelah mengatakan itu, Alvarez langsung pergi membawa Athena dengan cepat.

Tidak menyangka Alvarez yang menyahutinya, Alegro geram. Kalimat itu sangat merendahkan harga dirinya. Untung saja ini di dekat ruang guru. Jadi Alegro hanya bisa meredam emosinya. Kalau tidak, pasti ia sudah mengajak ribut.

Alvarez melepas sentuhannya dari tangan Athena. Jalannya kembali cepat seperti awal. Setelah bicara dengan Alegro, wajahnya tampak makin tajam.

"Galak banget itu orang," gumam Athena. Gini-gini, ia terpukau karena Alvarez menyelamatkannya dari bacotan Alegro.

"Itu yang Ella bilang Vagolazer kali ya?" ceplos Athena lagi.

"Apaan lo nyebut-nyebut Vagolazer seenak jidat lo? Cukup kuat mental lo, hah?!" sentak Alvarez, langsung membuat Athena membeku. "Kalo gak tau apa-apa, diem aja!"

Berencana mau mengajak Alvarez 'ngobrol', Athena malah mendapat ocehan. Huh, nasib. Sepertinya, cowok itu memang tidak akan pernah bisa diajak ngomong santai dengannya.

"Iya-iya." Athena sedikit menunduk. "Maaf, gue gak tau."

Alvarez tidak membalas apa-apa, sebab ia tahu Athena cuma cewek gak jelas yang asal ngomong.

"Soalnya tadi temen gue bilang anak Vagolazer itu semuanya cakep tapi bandel. Karena cowok tadi itu cakep tapi bandel, jadi kirain dia anak Vagolazer juga," tambah Athena memperjelas.

Alvarez sebetulnya malas menggerakkan mulutnya untuk meladeni cewek asal nyeplos kayak Athena. Akan tetapi, sepertinya cewek itu makin ngawur. Terpaksa dia menjelaskan.

"Pertama, bilang ke temen lo buat kurang-kurangin bahas Vagolazer karena dia gak ada hak untuk ngelakuin itu. Kedua, jangan pernah lo anggep MONYET tadi itu bagian dari Vago yang isinya cuma untuk manusia berakal budi."

Athena tidak bisa bereaksi apa-apa saat disemprot Alvarez. Ia cuma menganggukkan kepala.

"Paham?!"

"Iyaaa," balas Athena. "Ngomong-ngomong, Kakak tau orang tadi cipokan dari mana? Kan, Kakak gak liat."

Sebenarnya sudah jelas kenapa Alvarez tahu. Ia kan sudah tahu betul Alegro itu seberengsek apa. Namun karena malas meladeni, Alvarez berseru, "Udah lo diem, gak usah sokap!"

IDIH BUSET!

Athena mau mencakar-cakar Alvarez rasanya.

Udah tau Athena itu diam-diam suka kepo. Paham dikit kek cewek kepo. Minimal kalo gak mau kasih tau, gak usah pake ngatain.

Athena pun memilih untuk menutup mulut. Setibanya di depan kelas, Alvarez berhenti dan menyerahkan semua buku ke tangannya begitu saja.

"Bawa masuk sendiri!"

"Eh-eh!" Athena mendadak dipaksa untuk menampung semua buku itu di tangannya. Tapi karena tangannya kecil dan ia tidak kuat, semuanya jadi jatuh berceceran.

"Kak Alva!" seru Athena kontan saat Alvarez pergi meninggalkannya tanpa menoleh sedikitpun.

"Isssssshhhhh!" Athena mendesis panjang. Ia dibuat geram terus oleh laki-laki itu. "Gak ada lembut-lembutnya sama cewek!"

Athena memandangi punggung Alvarez dengan perasaan dongkol. Setelah itu, ia membereskan semua buku paketnya dan membawa masuk per-4 buku itu ke dalam kelasnya.

"Gak bakal gue terima bantun dia lagi!"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status