AMBIL SAJA SUAMIKU 7
PoV KAYYISAApa yang kau inginkan, Kay? Berharap dia berubah demi Celia? Aku menggeleng kuat-kuat. Tentu saja tidak. Aku bisa memaafkan jika dia melakukan kesalahan apa saja, asal bukan selingkuh dan main tangan."Ayah pergi, apa dia pergi ke rumah Mimi?"Aku menghapus air matanya."Oh, bukan. Ayah sedang ada pekerjaan. Kan, Bunda sudah bilang, Ayah sedang sibuk. Celia anak pintar dan harus mengerti.""Tapi, kenapa pergi cepat-cepat? Nggak bilang aku dulu?"Dia memang anak yang kritis. Mungkin aku tak perlu menunggu dia besar untuk memberitahu padanya tentang kenyataan itu."Karena Ayah sedang ditunggu klien, em… teman kerja. Sabar ya, Sayang. Gimana kalau Bunda yang suapin makannya?"Celia mengangguk. Raut wajahnya perlahan berubah lagi. Dia memang seperti aku, cepat mengambil keputusan. Salah satu yang aku khawatirkan adalah, bahwa dia memutuskan untuk membenci Ayahnya. Karena seburuk apapun Mas Arkan, dia tetaplah Ayahnya. Aku tak akan menyuruh Celia membenci karena itu sangat tak baik bagi perkembangan jiwanya. Suatu saat nanti, aku hanya perlu menceritakan apa yang terjadi dan membiarkan dia menilai dari hati.***Aku memutuskan tidak ke English Expert hari ini. Pengganti Mayang disana adalah sahabatku di kampus, namanya Ajeng, dan dia sangat bisa dipercaya. Ajeng juga belum menikah sehingga dia bebas, tak perlu disibukkan oleh urusan suami dan anak. Kuliah di kampus yang berbeda dengan Mayang, memberiku kesempatan mendapatkan sahabat baru, salah satunya adalah Ajeng."Jadi, pulang sekolah, kita akan ke Timezone hari ini, sebagai hadiah bagi Celia karena sudah bersikap baik dan mau mengerti perkataan Bunda.""Horeee!"Suara gembira Celia tadi pagi membuatku tersenyum. Sekarang, jam sebelas siang, tinggal tiga menit lagi bel pulang akan berdentang. Aku memarkir mobil di halaman parkir khusus orang tua yang akan datang menjemput. TK Kuntum Mekar kids, tempat Celia sekolah adalah sekolah elite yang sudah berstandar internasional. Mama yang ngotot Celia harus sekolah disini. Sesungguhnya, meski terlahir dari keluarga kaya raya, aku lebih suka hidup sederhana. Kecuali masalah pendidikan, Papa dan Mama mengajarkan aku hidup secukupnya saja agar jika terjadi sesuatu kelak, aku tetap menjadi seseorang yang tahan banting.Suara dering bel pulang terdengar merdu. Lima menit kemudian, puluhan anak-anak kecil yang lucu itu keluar dari enam kelas yang ada, berbaris rapi dan tertib, menyalami guru di depan pintu dan berjalan menuju kendaraan jemputan masing-masing. Sebagian yang ikut abudemen sekolah, menunggu di tempat yang disediakan. Tiga buah mobil minibus jenis Hiace Premio dengan desain interior yang nyaman telah tersedia. Jika tak kujemput, Celia akan naik salah satu dari mobil itu."Celia hari ini dijemput Bunda ya?"Salah satu guru kelas Celia datang menyambut saat aku mendatangi Celia, memberitahunya bahwa hari ini Celia tidak ikut mobil sekolah. Aku mengangguk dan tersenyum."Hari ini kebetulan saya tidak sibuk."Aku lalu mengambil alih Celia. Seaman dan senyaman inilah sekolah Celia, bagaimana mungkin aku menyuruhnya pindah? Aku memang telah mundur dari pernikahan dan memberikan suamiku pada Mayang. Tapi, aku tak akan membiarkan anakku mengalah juga."Mimi nggak masuk. Katanya, Mamanya Mjmj masuk rumah sakit. Tadi Bu Guru yang bilang," ujar Celia saat aku memasangkan seatbelt ke tubuh mungilnya.Aku mengangkat kepala, sesaat merasa tergelitik saat pipi bersentuhan dengan ujung rambutnya yang lurus halus seperti sutra."Oh ya? Terus?""Kata Bu Guru, Mamanya Mimi jatuh di kamar mandi. Bu Guru bilang, kita harus hati-hati kalau berjalan. Tak perlu tergesa-gesa karena tergesa-gesa adalah pekerjaan setan."Aku tertawa kecil, mencium puncak kepalanya dengan sepenuh rasa."Benar, jadi kalau begitu, ayo kita makan siang dulu sebelum main. Tidak usah buru-buru karena Bunda punya waktu seharian untuk Celia.""Horee!"Celia balas mencium pipiku bertubi-tubi. Aku mulai menekan gas dan mobil keluar dari halaman parkir sekolah, meluncur di aspal yang mulus dan bergabung dengan kendaraan lain.Mayang sakit, jatuh di kamar mandi. Benarkah? Itukah yang membuat Mas Arkan pergi tergesa-gesa tadi pagi? Aku tersenyum getir. Kalau memang benar, kuharap kau tidak kenapa-napa, Mayang. Karena Mas Arkan tak akan pernah tahan dengan kemalangan yang bertubi-tubi datangnya. Kalah tender, merugi ratusan juta rupiah, dan harus pula dihadapkan pada istri yang sakit. Dan jika kau hanya main-main dan bersandiwara demi mendapatkan simpati Mas Arkan, kau salah langkah. Dia bukan lelaki yang menyenangkan kalau pekerjaannya sedang ada masalah.(Arkan belum juga datang ke rumah Papamu, Kay. Mungkin dia masih berusaha di tempat lain. Atau bahkan dia sedang berusaha membujukmu?)Pesan dari Rayyan, sepupuku sekaligus orang kepercayaan Papa, yang disuruh Papa untuk menjegal langkah Mas Arkan pada lelang tender kemarin, kembali masuk saat kami sedang makan siang di restoran ayam goreng favorit Celia. Aku memang anak tunggal, tapi aku punya barisan sepupu yang siap membela.(Biarkan saja. Aku tak akan goyah, Ray. Semua tetap berjalan sesuai rencana. Berkas gugatan cerai sudah masuk, dan aku mempercayakan padamu untuk mengurusnya. Carikan aku pengacara hebat. Aku akan bercerai, titik. Dan hak asuh Celia harus kudapatkan)Itu hal paling penting. Mas Arkan bisa menggunakan Celia untuk mendekat keh tujuan. Dia tahu bahwa Celia adalah kelemahanku.(Great. Aku tahu bahwa kamu akan mengambil langkah terbaik. Enjoy your time.)Usai makan siang, aku menggandeng tangan Celia menuju area Timezone yang ada di lantai paling atas mall. Celia langsung masuk ke arena bermain sementara aku duduk menunggu di kursi-kursi logam yang mengitari arena. Hari ini tidak terlalu ramai karena bukan hari minggu. Tapi menurutku ini lebih baik. Celia sendiri punya banyak mainan di kamarnya, tapi bermain bersama teman sebaya dan belajar bersosialisasi adalah hal yang berbeda. Sebentar saja, dia sudah mendapat teman baru, seorang gadis kecil berambut ikal seperti per yang sama cantik dengan Celia.Menatap Celia yang riang, ingatanku melayang pada Mas Arkan. Saat ini, apakah kamu menyesal karena membuang keluarga yang nyaris sempurna hanya karena memenuhi nafsu? Sedalam apa cintamu pada Mayang hingga rela menyakiti aku dan Celia?"Kayyisa?"Aku terkejut. Seseorang yang amat kukenal, tiba-tiba saja berdiri di depanku. Sesaat, rasanya jantungku berhenti berdetak menatap wajahnya. Arez, seseorang dari masa lalu, entah bagaimana tiba-tiba ada disini."Boleh aku duduk di sebelahmu?"Aku mengangguk. Dadaku berdebar kencang merasakan gerakan tubuhnya di sebelahku."Kemana saja kamu selama ini?"Arez tak langsung menjawab. Kami sama-sama menatap anak-anak yang bermain riang."Yang mana anakmu?" tanyanya.Aku menunjuk Celia, yang tanpa sengaja, juga sedang menoleh padaku. Celia tertawa, meraih tangan teman barunya dan berlari ke pinggir pagar pembatas."Bunda, ini teman aku, namanya Afika."Dan gadis kecil itu, berbinar menatap Arez. Dia menunjuk lelaki di sebelahku itu dan berseru."Itu ayah aku!"***AMBIL SAJA SUAMIKU 8Ayah? Oh tentu saja. Memangnya kau mengharapkan apa? Sepuluh tahun sudah berlalu. Cinta monyet masa SMA itu pastilah telah lama pudar. Dua puluh delapan tahun usiaku kini, sama dengan usia lelaki di sebelahnya. Dia pastilah sudah menikah dan mempunyai anak. Anaknya, yang kini entah bagaimana berteman dengan Celia. Sungguh, kadang aku ingin tertawa memikirkan bagaimana lucunya takdir mempermainkan kisah hidupku.Arez melambaikan tangan pada kedua gadis kecil itu, yang kini saling menggandeng, berlari lagi menjauh dan masuk ke tengah arena bermain. Lalu, kami sama-sama menoleh dan saling menatap. Entah apa yang dia pikirkan sama dengan apa yang kupikirkan, tiba-tiba saja kami tertawa bersama."Itu anakmu, cantik sekali.""Dan anakmu juga cantik.""Oh, tentu saja, Bapaknya kan ganteng."Astaga. Ternyata dia masih tengil seperti dulu. Aku menggeser dudukku, khawatir tiba-tiba istrinya datang dan melihat kami duduk berdekatan."Kenapa?""Kalau istrimu datang, aku takut
AMBIL SAJA SUAMIKU 9Aku melangkah menyusuri lorong rumah sakit dengan langkah pasti. Kata Rayyan, yang kuutus untuk mencari tahu apa yang terjadi, Mayang memang ada di rumah sakit. Dia baru saja menjalani operasi pemasangan pen di pergelangan tangan kanannya yang patah. Dia jatuh di kamar mandi, itu alasan yang dia katakan pada dokter di IGD. Bagaimana Rayyan mencari tahu, itu bukan urusanku. Sepupuku yang sejak kecil bercita-cita menjadi detektif itu, selalu bisa mencari tahu hal apapun dengan cara yang tak bisa kau duga. Dan aku datang ke rumah sakit, sekedar untuk menyaksikan secara langsung bagaimana hukuman dari Tuhan berjalan pada orang-orang yang zolim.Mayang ditempatkan di kamar kelas satu rumah sakit umum, kelas yang tak mungkin kuambil seandainya saja terpaksa dirawat di rumah sakit ini. Satu kamar yang dibagi untuk dua orang, sempit dan pastinya tidak nyaman. Kenapa Mas Arkan yang mengaku pengusaha hebat sampai menyuruhnya dirawat di kelas ini? Apakah rugi dua ratus juta
AMBIL SAJA SUAMIKU 10"Arez?"Tanpa kuduga, lelaki itu langsung memegang tanganku, dan dengan cepat menarikku pergi dari tempat itu. Aku tak sempat protes maupun bertanya hingga akhirnya, kami berhenti di kantin rumah sakit. Arez mendorongku agar duduk di salah satu kursi dengan gerakan lembut. Dia sendiri lalu duduk di hadapanku. Kantin sepi, hanya beberapa orang yang duduk sambil minum kopi dengan wajah muram. Tentu saja, ini bukan tempat rekreasi."Aku mendengar sebagian percakapanmu dengan pasien di dalam sana itu. Ceritakan, Kay, apa yang terjadi?"Suaranya dalam dan menuntut. Aku menghela napas dalam-dalam. "Dia itu Mayang. Kamu masih ingat?"Arez mengerutkan alisnya, "Mayang sahabatmu di SMA itu? Yang sering kali merajuk dengan wajah kesal kalau aku jalan denganmu?"Kini, ganti aku yang mengerutkan kening. Lalu, ingatanku terbang ke masa sepuluh tahun yang lalu. Mayang, aku dan Arez memang sekolah di SMA yang sama. Aku pacaran dengan Arez, sementara Mayang kerap kali mengekor
AMBIL SAJA SUAMIKU 11 ___Ibu dan Mbak Renita langsung berjengit, mungkin membayangkan sedang membersihkan kotoran menantu barunya itu. Aku tertawa dalam hati. Itu baru secuil dari kejutan yang akan Ibu temui. Aku tak mau membayangkan reaksi Ibu kalau tahu Mas Arkan gagal tender, merugi ratusan juta rupiah dan terancam tak akan pernah mendapatkan proyek selamanya. Aku mengeluarkan notes dan pulpen dari dalam tas, menulis alamat rumah sakit dan nomor kamarnya, juga sekaligus menuliskan alamat rumah baru Mas Arkan dan Mayang. Kuletakkan kertas itu di hadapan Mbak Renita."Ini alamatnya. Namanya Mayang, dan ah, aku lupa. Ibu juga akan punya cucu baru, namanya Mimi."Ibu dan Mbak Renita saling pandang dengan wajah tak enak dilihat."Kayyisa, Nak, ini bisa dibicarakan baik-baik. Ibu akan memberi tahu Arkan agar berlaku adil. Atau kalau perlu, Arkan harus menceraikan perempuan itu lagi."Aku tersenyum. Suara Ibu tiba-tiba melunak. Ibu mungkin mulai bisa berpikir secara realistis, menghitu
AMBIL SAJA SUAMIKU 12PoV MAYANG"Oh, jadi ini perempuan yang membuat anakku berubah jadi bodoh? Astaga, Arkan. Apa yang dia pikirkan saat membuang berlian dan malah memungut kerikil ini?"Astaga. Jadi inikah Ibu mertuaku? Dan perempuan yang berjalan dengan wajah kaku di sebelahnya itu, pastilah kakak perempuan Mas Arkan. Wajah mereka mirip. Tapi, kenapa aura mereka tampak menyeramkan? Batu kerikil, dia menyebutku batu kerikil. Kalau saja dia bukan Ibu Mas Arkan, pastilah sudah balas kumaki-maki dia."Ibu … "Aku berusaha bangkit dengan susah payah. Bagaimanapun, aku harus mengambil hatinya. Sebentar lagi Mas Arkan akan menang tender. Kalau dia dapat untung satu milyar, aku pasti bisa beli apa saja. Aku bisa menyaingi penampilan Kayyisa. Aku akan minta mobil, emas …"Jangan panggil saya Ibu. Bagi saya, menantu saya satu-satunya cuma Kayyisa."Heh. Belagu banget. Nggak tahu dia kalau anak lelakinya bisa berlutut di depanku, rela menjilat kakiku kalau sekali saja aku menggoyang pinggul.
AMBIL SAJA SUAMIKU 13"Apa? Surat pindah?"Miss Dita tersenyum. Dia memindahkan satu map berkas di tangannya ke atas meja."Iya, kemarin saya menerima surat permintaan pindah sekolah atas nama Aimy Kusuma atau Mimi. Dan hari ini kebetulan sekali suratnya sudah selesai."Aku terbengong-bengong sesaat. Kuraih map berkas itu dan mendapati surat pindah sekolah milik Mimi berada paling atas, bergabung brrsama buku raport dan berkas lain. Surat itu sudah ditandatangani oleh kepala sekolah dan wali kelas, juga ditembus ke ketua yayasan. "Dan kata wali kelas, Mimi juga sudah tiga hari tidak masuk sekolah tanpa konfirmasi. Asumsi kami, Mimi mungkin sedang bersiap pindah sekolah. Tak apa-apa, anak-anak memang seperti itu. Saya doakan semoga Mimi betah di sekolah yang baru."Aku menelan ludah yang terasa kelu. Padahal hari ini aku datang ke sekolah untuk mendaftarkan Mimi supaya ikut abudemen mobil sekolah karena untuk sementara aku tak bisa mengantar jemputnya lagi. Tapi, sebuah kejutan ternya
AMBIL SAJA SUAMIKU 14"Kamu mau pergi lagi sama Arez? Aku gimana?""Emmm, kamu pulang duluan ya, May. Aku ada janji. Hari ini Arez ulang tahun."Mayang cemberut."Itulah kenapa, aku nggak suka kamu pacaran. Kamu akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan pacarmu."Aku menelan ludah, tiba-tiba merasa tak nyaman mendengarnya. Tapi, tak lama kemudian Mayang tersenyum."Maaf, Kay. Aku cuma merasa kesepian. Kamu tahu sendiri, aku nggak punya teman lain selain kamu. Kamu membuat aku terdampar di sekolah orang kaya, dan ternyata, tak seorangpun mau berteman dengan orang miskin sepertiku selain kamu."Dia coba membuatku merasa iba, sekaligus menanamkan rasa bersalah. Memang akulah yang mengajak Mayang sekolah di SMA favorit ini, dengan janji akan membantu biaya spp-nya setiap bulan. Tentu saja, sebagai anak tunggal dari seorang pengusaha sukses, uang bukan masalah buatku. Bukan hanya spp, bahkan uang jajan dan membeli buku-pun, dia bergantung padaku. Kadang, dengan tampang sedih, dia cerita
AMBIL SAJA SUAMIKU 15"Kay! Kay! Ada apa sih?!"Kuabaikan suara Ajeng, yang ikut berlari di belakang kami. Derap tiga pasang sepatu membuat suara gemuruh. Untung saja, jam pelajaran sudah usai. Seluruh siswa dan para tentor sudah meninggalkan tempat ini.Di depan, Rayyan tiba lebih dulu. Ada seseorang disana, yang tiba-tiba saja membuat langkahku berhenti mendadak."Aduh!"Karena aku berhenti mendadak, Ajeng menabrak punggungku."Kok kamu nggak bilang kalau kurirnya masih disini? Dia itu … ""Kan aku belum selesai bicara, kalian sudah heboh aja. Memangnya ada apa? Kurirnya siapa?"Aku menghela napas panjang, lega sekaligus gemas karena sudah salah sangka. Seseorang yang mengawasiku di coffee shop seberang jalan itu kemarin, membuatku khawatir hingga langsung menduga yang tidak-tidak. Ah, sepertinya aku kebanyakan nonton drakor. Nyatanya, yang berdiri di sana, sang kurir itu adalah … "Kay! Kamu nggak bilang-bilang kalau Arez ada di sini!" seru Rayyan.Dua lelaki itu berbalik, dan tanp