Beranda / Rumah Tangga / AMBISI IBU MERTUA / Bab 63: Sudah mulai terbuka.

Share

Bab 63: Sudah mulai terbuka.

Penulis: Putrisyamsu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-24 22:16:08

Bab 63: Sudah mulai terbuka.

Sebuah mobil putih dengan merek terkenal masih dalam keadaan mulus berhenti di tepi jalan di depan rumah Nadya. Saat pintu mobil dibuka, seorang pria yang mengenakan kacamata hitam, muncul sambil memperhatikan sekeliling komplek.

“Permisi, Pak. Benar disini rumah Kak Nadya?” tanya pria itu pada Pak Hardi yang saat itu kebetulan sedang jongkok di tepi parit mengamplas salah satu sisi tembok yang baru selesai di plester.

“Iya. Benar, Pak. Masuk saja, ada, kok orangnya,” jawab Pak Hardi dengan ramah.

Tanpa mengucapkan terima kasih sekedar berbasa-basi pada Pak Hardi pria itu berjalan. Baru beberapa langkah ia berhenti dan menegur Pak Hardi yang telah kembali fokus pada pekerjaannya.

“Pak, tolong jangan sampai ada bercak semen menempel di mobil saya, ya,” ucapnya dengan gaya angkuh. Tatapan matanya seolah meremehkan Pak Hardi yang terlihat kumal sedangkan tangan belepotan pasir dan semen.

Pak Hardi
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 89: Bertemu Mbah Giran.

    Bab 89: Bertemu Mah Giran. Diantara orang-orang yang sedang mempersiapkan keberangkatan jenazah Mak Onah ke masjid untuk disholatkan. Mata Nadya terus mencari-cari Akmal. Sejak kedatangannya ia belum bertemu dengan anaknya. Membuat hati perempuan itu semakin gelisah. Ia tidak peduli dengan kegiatan disana. Juga ketika jenazah Mak Yeyen dijemput oleh pihak keluarganya dan dibawa pulang ke rumahnya. “Kak, Rina. Dari tadi aku tidak melihat Akmal. Apa kakak tahu dia dimana?” tanya Nadya pada Rina yang juga terlihat sibuk “Oh, Akmal. Dari pagi dia ikut Danur ke pemakaman. Dia ingin ikut membuat lubang liang lahat untuk neneknya, Jelas Rina. “ Aku tinggal dulu, ya. Oh iya kamu tidak ikut ke makam?” tanya Rina. Sebentar matanya melirik pak Hardi yang ada disamping Nadya. Sebenarnya sejak kedatangan Nadya bersama Pak Hardi tadi malam Rina merasa sangat penasaran. Tapi ingin bertanya secara langsung dia juga tidak enak. “Lho, kamu Hardi, ya? Dengan siapa ka

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 88: Mak Yeyen minta maaf.

    Bab 88: Mak Yeyen Minta maaf. “Mak Yeyen?” bibir Nadya bergetar begitu menyebut nama perempuan tua di hadapannya. Tubuh wanita itu tidak bergerak. Matanya menatap pias wanita yang terlihat sudah semakin tua. Ingatannya Tentang perbuatan tiga teman mantan ibu mertuanya masih melekat kuat dibenaknya. Bahkan semuanya masih menancap di hati Nadya. Perlakuan empat perempuan tua yang menyebabkan perceraiannya dengan Wanda. “Nadya…maafkan aku, Nadya…” Suara keras tangisan Mak Yeyen memecah keheningan suasana berkabung. Disaat beberapa orang sedang menggotong keranda yang akan membawa jenazah Mak Onah ke peristirahatan terakhir. Tanpa disangka wanita tua itu berlutut di kaki Nadya. Memuat semua mata terkesima memandangnya. “Nadya tetap berdiri mematung di samping Pak Hardi yang terus mendampinginya. Memaafkan perempuan tua itu bukanlah urusan mudah baginya. “Nadya, keinginan terakhir dalam hidupku aku hanya berharap kamu membukakan pintu maaf untuk

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 87: Warga tercengang.

    Bab 87: Warga tercengang. Wajah Nadya dan pak Hardi memerah disertai rasa panas yang menjalar sampai ke tengkuk. Dari kaca kecil yang tergantung di depan nya Pak Hardi masih sempat melihat Nadya tersipu malu dan salah tingkah. Sementara Bude Ijum yang duduk di samping Nadya malah memandang keluar melalui jendela yang sengaja tidak ditutup. ‘Menikah? Ah, dari kemarin dia tidak juga melamarku,” gerutu Nadya di hatinya karena kesal, ia merasa berada di suatu penantian yang tidak pasti. Sekilas ia pun sempat menatap kaca kecil di depan Pak Hardi yang hanya memperlihatkan kedua bola matanya. Deg! Ia merasa darahnya berdesir. Rasanya baru kali ini ia menatap sorot mata lelaki dengan jelas meski hanya dari sebuah cermin. Tapi ia yakin tatapan itu sama sekali tidak bohong. Nadya tahu Pak Hardi juga sedang merasakan sebuah getaran yang sama dengan yang ia rasakan. Hanya saja sepertinya Tania yang duduk sendiri di bangku belakang tidak merespon per

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 86: Perjuangan belum berakhir.

    Bab 86: Perjuangan belum berakhir. “Pak Hardi tadi bicara apa?” tanya Nadya. Sebuah pertanyaan yang membuat harapannya kembali muncul. Bagaimana tidak. Meski pertanyaan itu tidak jelas. Tapi Nadya tahu pertanyaan itu sangat serius. “Itu, tadi…maksudnya…” kembali Pak merasa lidahnya terkunci. Kalimat yang harusnya sudah bisa di utarakan langsung pada Nadya harus tertahan di kerongkongan. Sebuah rasa yang sangat menyiksanya. Membuat ia hanya bisa mengumpat pada diri sendiri.Padahal ini adalah kesempatan yang tepat. Ia kembali menarik nafas panjang agar kekuatannya kembali terkumpul untuk menyatakan isi hatinya. Tapi sayangnya, saat itu pula Bude Ijum muncul dengan membawa nampan berisi bubur ayam dan segelas teh panas. “Nadya makan dulu. Ini juga aku buatkan teh panas supaya tubuhmu segar.” Bude Ijum meletakkan semangkuk bubur ayam dan segelas teh di hadapan Nadya. “Ih, Bude. Bisa tidak munculnya nanti saja. Gagal lagi…gagal lagi,” getutu

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 85: Curhat dengan Pak Hardi.

    Bab 85: Curhat dengan Pak Hardi. Nadya turun dari motornya sejenak dia diam berdiri samping motor yang selalu menemaninya pegi. Wajahnya terlihat letih. Letih menanggung rasa takut yang berlebihan. Wanita itu menghela nafas. Ia memandangi dua orang yang juga memperhatikannya dengan menyimpan sebuah pertanyaan. “Kenapa melamun disitu, Nadya?” tanya Bude Ijum dari tempat duduknya. Pak Hardi yang sebenarnya ingin bertanya mulutnya terkunci. Bukan lagi karena merasa malu. Tapi karena teringat dengan peristiwa tadi malam. “Pak Hardi saya takut Akmal pergi dari hidup saya.” Nadya mendekati Pak Hardi yang kemudian memberinya sebuah kursi kosong untuk duduk agar dapat bercerita bercerita lebih tenang. Lelaki itu sekilas menatap wajah Nadya yang terlihat sembab karena menangis semalaman. “Bu Nadya jangan berpikir yang aneh-aneh seperti itu. Tidak mungkin Akmal meninggalkan ibunya. Percaya sama saya,” ucap Pak Hardi tidak bertele-tele, dan tidak

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 84: Lamaran yang tertunda.

    Bab 84: Lamaran yang tertunda. Paginya setelah sholat subuh Bude Ijum yang merasa penasaran dengan apa yang terjadi di tempat kemalangan sengaja menemui keponakannya sambil membawa kopi dan bubur ayam hasil buatannya. “Bapakmu mana, Za?” tanya Bude Ijum pada Reza yang sedang mencuci mobil. “Di Dalam Bude. Masih ngaji,” ucap Reza sambil menyiram air dengan selang panjang ke arah mobil. “Bawa sarapan cuma untuk bapak saja. Malang sekali nasibku tidak ada yang yang mengurus. Nasib…nasib…” ucap Reza dengan suara yang sengaja dikeraskan. Mendengar sindiran pemuda itu Bude Ijum berhenti dan menoleh padanya. Tapi Reza malah pura-pura sibuk. “Kalau mau ambil sendiri sana di dapur. Tanganku cuma dua,” ucap Bude Ijum lalu meneruskan langkahnya ke teras. Saat itu pula Pak Hardi muncul dari pintu samping. “Nih, sarapan dulu. Mumpung masih hangat.” ucap Bude Ijum. “Jam berapa nanti kamu mengantar Nadya dan Tania kesana lagi?” tanya bude ijum

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status