MasukNadya tidak menyangka ibu mertuanya akan melakukan jalan pintas dengan mendatangi seorang paranormal agar ia dan suaminya bercerai demi menjodohkan kembali suami dengan mantan istrinya yang berasal dari keluarga terpandang. Padahal Mak Onah Ibu mertua Nadya tahu jika Laras Mantan pacar anaknya sudah punya suami dan anak. Namun karena hasutan teman-temannya jika tidak ada yang tidak mungkin, perempuan tua itu rela mengikuti semua perintah Sang paranormal termasuk membayar mahal jimat-jimat buatan si paranormal. Awalnya Mak Onah salah mengartikan kebaikan Laras dan keluarganya. Dia mengira, paranormal itu berhasil mempengaruhi Laras Dan keluarganya. Padahal keluarga itu memang sangat baik Namun gelagat licik Mak Onah tercium oleh adik Laras Dan suaminya hingga rencananya gagal. Sayangnya permasalahan rumah tangga Nadya belum berakhir. Permasalahan yang membuat ia harus mengambil keputusan dalam menjalani kehidupan selanjutnya.
Lihat lebih banyakPrank!
Dengan sangat emosi, Nadya melempar sepiring sambal ikan nila yang masih penuh ke tengah halaman rumah. Membuat sekumpulan ibu-ibu yang sedang berkumpul di teras rumah ibu mertuanya tercengang dan menghentikan obrolan seru mereka.
“Kenapa sambal itu kamu buang, memangnya sudah basi?” tanya salah satu teman ibu mertuanya yang bertubuh gempal. Yang dari tadi tidak berhenti mengunyah makanan.
“Mak Asnah, jangan sok perhatian, pura-pura baik di depanku. Padahal di belakangku kalian menceritakan aku seenak hati kalian!” bentak Nadya. Meski ia berkata pada Mak Asnah, namun ucapannya jelas ditujukan kepada keempat wanita yang sudah berusia tidak muda lagi. Tanpa terkecuali kepada ibu mertuanya sendiri.
“Nadya!” Mak Onah, ibu mertua Nadiya yang dari tadi hanya diam berdiri, kemudian mendekat lalu jari telunjuknya mengarah ke wajah Nadya. “Apa kamu tidak bisa berpikir? Anakku sudah susah payah mencari uang untuk makan kalian, kamu malah membuangnya. Dasar istri tidak tau diri!” umpat mak Onah tak kalah sengitnya.
“Bukankah mamak sebenarnya yang jadi biang kerok semua ini. Mamak juga kan, yang sudah bercerita yang bukan-bukan tentang aku pada semua orang di kampung ini. Mamak mengatakan jika aku istri yang tidak becus mengurus rumah tangga, yang suka keluyuran keluar rumah.” sengit Nadya dengan suara lantang.
Mendengar suara keributan yang tidak biasa terjadi, sebentar saja halaman rumah Mak Onah dan Nadya dikerumuni orang.
“Siapa yang bilang?” ucap wanita tua itu sambil memperbaiki letak kacamatanya yang hampir melorot.
“Mamak kira aku tidak punya telinga. Biarpun aku jarang bergaul dengan tetangga di rumah ini, tapi aku sudah banyak mendapat informasi tentang mamak yang selalu menjelek-jelekkan aku!” ujar Nadya dengan kemarahan yang semakin membuncah.
“Kapan aku menjelek-jelekkanmu?” ucap wanita tua itu berkilah, sambil mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
“Mamak jangan berkilah. Bukankah mamak yang selalu bercerita ke semua orang jika pergi keluar rumah, aku tidak pernah masak!” ucap Nadya. Hatinya semakin geram melihat ibu mertuanya seakan tidak merasa bersalah.
“Eh, Mak Endah, pasti kamu yang membocorkan cerita ini pada Nadya.” Mak Sri yang masih berada di teras langsung menatap curiga pada Mak Endah yang menundukkan kepala sambil meremas jemarinya.
“Sekarang lihat itu yang di depan mata kalian, siapa bilang aku tidak masak!” tunjuk Nadya pada piring sambal yang ia lempar tadi, agar semua orang melihatnya dan tau jika semua yang dikatakan ibu mertuanya tidak benar.
“Huuuu…! Suruh saja mereka berempat memakan sambal itu, Nadiya!” seru salah seorang tetangga.
“Sekarang, aku tanya sama kamu Mak Endah, dari siapa kamu tahu jika aku pergi keluar rumah karena ingin bertemu dengan lelaki lain!” desak Nadya pada wanita tua yang sejak tadi hanya menunduk.
Mendengar Nadya menyebut nama salah satu temannya mata Mak Onah langsung tertuju menatapnya Mak Endah yang terlihat gugup dan ketakutan.
“Jawab yang jujur Mak Endah!” bentak Nadya sekali lagi. Ia sudah tidak peduli jika yang dibentaknya itu adalah wanita tua yang seharusnya ia hormati.
Sementara, Mak Endah sama sekali tidak menyangka jika Nadya sudah berani membuka mulut tentang perkataan Mak Onah yang menjelek-jelekkan Nadya.
“Huuu…! Katanya teman sejati tidak taunya menusuk dari belakang!” teriak seorang perempuan dengan nada mencemooh.
Melihat suasana yang tidak kondusif dan semakin memanas, dua wanita tua lainnya bergegas beranjak dari tempat duduknya, karena tak ingin ikut terlibat lebih jauh dengan urusan Mak Onah dan menantunya.
“Mau kemana kalian, kalian takut ya, jika semua kelakuan kalian aku bongkar di sini!” semprot Nadya dengan suara semakin keras, membuat tetangga yang berkumpul semakin penasaran. Ingin menyaksikan Nadya mendamprat empat orang wanita tua, yang selama ini sudah semena-mena melukai hati dan perasaannya.
Bagai bom waktu yang menunggu saatnya untuk meledak. Nadya yang Selama ini hanya mampu menahan perasaannya yang sangat tertekan karena selalu dihina, akhirnya meluapkan semua emosi yang sudah menggunung di dadanya.
Setengah jam sebelum kejadian, saat Nadya baru pulang dari tempatnya bekerja, Akmal anak bungsu Nadya yang masih SD mengadu.
“Tadi nenek ngomel sama Akmal, Ma,” adu Akmal.
"Memangnya kenapa nenek ngomel sama kamu?” tanya Nadya yang saat itu akan makan siang.
Akmal menceritakan pada Nadya ketika pulang sekolah neneknya bertanya apakah dia sudah makan. Akmal tidak menjawab pertanyaan neneknya, tapi malah balik bertanya jika neneknya memasak apa. Tidak taunya Mak Onah malah salah sangka. Dia mengira cucunya hendak meminta sambal.
“Nenek juga memarahi mama,” ucap Akmal, membuat Nadya ingin tahu apa yang membuat ibu mertuanya marah.
“Memang itu kebiasaan jelek mama kamu. Kalau pergi tidak pernah masak. Suami sama anak makan terlantar, kasihan Wanda anakku. Malang sekali hidupnya punya istri seperti Nadya,” cerita Akmal, menirukan kata-kata yang ia dengar dari neneknya.
Dada Nadya langsung bergemuruh mendengar pengaduan Akmal. Hatinya sangat tidak terima dengan perkataan ibu mertuanya. Yang Nadya lebih tidak terima mengapa ibu mertuanya mengatakannya pada anaknya yang tidak tau apa-apa.
Pengaduan yang sudah sering ia dengar dari kedua anaknya. Pengaduan yang membuat hatinya teriris. Belum lagi pengaduan-pengaduan dari tetangga- tetangga yang membuat telinganya panas dan hati mendidih.
Pengaduan-pengaduan yang sudah beberapa kali membuat dia dan suaminya hampir bercerai.
“Menurut kalian apa yang aku kerjakan harus aku laporkan pada semua orang? Lagi pula apa yang aku kerjakan dirumah maupun diluar rumah bukan urusan kalian!” teriak Nadya dengan keras dan mata melotot ke arah empat wanita tua yang terkenal sebagai biang gosip di kampung itu.
“Ada apa ini Nadya?” tanya seorang lelaki yang baru datang. Wajahnya tampak keheranan menatap piring sambal yang tertelungkup di tengah halaman rumah.
“Tanya sendiri pada mamakmu itu!” bentak Nadya pada Wanda suaminya yang baru pulang kerja.
Wanda tau selama ini ibunya tidak pernah merasa senang dengan istrinya. Tapi ia sama sekali tidak menyangka jika semuanya akan berakhir seperti ini. Nadya istrinya yang tidak banyak bicara telah berani melawan ibunya.
Wanda memandang ke arah ibunya yang terlihat gemetaran, namun tetap memperlihatkan bahwa dia baik-baik saja. Seolah di depan anaknya ia ingin menunjukkan jika dirinya tidak bersalah.
“Istrimu salah paham,” ujarnya dengan suara yang sudah sedikit melembut.
“Salah paham apa?!. Aku tahu mamak maunya aku pergi dari rumah ini dan–“ ucapan Nadya terhenti, karena buru- buru Wanda memotongnya.
“Nadya, jangan bicara seperti itu,” pinta Wanda memelas.
“Sekarang, di depan ibumu dan di depan semua orang, ceraikan aku. Biar dia puas!” jerit Nadya membuat orang yang berkerumun beristighfar.
*********
Bersambung.
Bab 92: Pak RT marah. Melihat Tania berlari keluar dengan wajah panik Wahyu dan Reza pun ikut panik. Spontan mereka bediri dan mendekati Tania. “Tenang dulu Tania,” ujar Wahyu, dia mendekatkan kursi plastik untuk Tania duduk agar gadis itu tenang. “Ada apa?” tanya pemuda itu penasaran. “Mama. Barusan aku bangunkan mama di kamanya, mau aku suruh makan. Tapi mama tidak bergerak,” jelas Tania. Dengan cepat tapi terbata-bata karena terlalu cemas. “Astaghfirullah. Bagaimana ini, Za. Tidak mungkin kita masuk ke kamar Bu Nadya,” ujar Wahyu ikut panik, hingga dia mondar-mandir tidak tahu harus berbuat apa. “Sebentar,” seru Reza, ia bergegas meninggalkan Wahyu dan Tania di teras. Wahyu melihat Reza berlari ke arah rumah tetangga didepan rumah Nadya. Sebentar saja Bu Lastri pemilik rumah berjalan tergesa-gesa bersama Reza kearah rumah Nadya. “Ayo, Tania antar saya ke kamar ibumu!” ucap Bu Lastri yang juga terlihat panik. “Bu. B
Bab 91: Mencekam “Pokoknya sekarang kamu pulang dengan mama…” Nadya membentak Akmal. Sebuah perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. Tapi rasa takut akan kehilangan anaknya membuat wanita itu kehilangan kendali. Hingga tidak peduli ia memarahi Akmal di tengah orang ramai. “Ma. Tolonglah, mengerti. Akmal hanya ingin bersama papa,”ucap Akmal berharap mamanya mengerti. Mata remaja itu berkaca-kaca. Sedang semua mata memandang pada ibu dan anak yang saling bersitegang mempertahankan haknya. “Aku tidak akan pernah mempercayakan anak ku dengan laki-laki itu. Dirinya saja tidak bisa dia urus. Bagaimana mungkin anakku akan nyaman dengannya,” ucap Nadya dengan kasar pada Wanda yang berdiri bersama Akmal. “Kenapa Nadya? Karena aku cuma orang miskin dan kamu sekarang sudah jadi orang sukses?” tanya Wanda dengan mata berkaca-kaca. Dia sadar dengan keadaan dirinya. Tapi dia juga tidak kuat harus menahan diri berjauhan lebih lama lagi dengan anak lelaki nya.
Bab 90:Nady semakin cemas. Jenazah Mak Onah sudah dibawa ke masjid yang tidak jauh dari rumah Feri untuk di sholatkan. Tidak semua warga yang berkeinginan menyolatkan nya. Terutama perempuan. Ternyata tidak dapat dipungkiri perbuatan seseorang semasa hidupnya akan berefek pada perlakuan orang padanya saat tua dan diakhir hayatnya. “Hardi. Kamu yang jadi imam sholat jenazah” pinta Mbah Giran. Tidak hanya Pak Hardi yang terkejut. Semua jamaah juga terkejut dan saling pandang. Kenapa Mbah Giran selaku orang yang dituakan di sana malah meminta orang yang tidak mereka kenal untuk menjadi imam. Mbah Giran mengerti dengan apa yang dipikirkan mereka, terlihat jelas dari raut wajah jemaah yang bertanya-tanya dan menyimpan keraguan. Dengan menepuk-nepuk pundak Pak Hardi ia menerangkan alasannya. “Hardi ini murid saya waktu di Gontor. Dia mondok di sana sejak SD sampai Tamat Aliyah. Jadi insyaallah dia paham dengan urusan ini,” ucapnya dengan memandangi wajah
Bab 89: Bertemu Mah Giran. Diantara orang-orang yang sedang mempersiapkan keberangkatan jenazah Mak Onah ke masjid untuk disholatkan. Mata Nadya terus mencari-cari Akmal. Sejak kedatangannya ia belum bertemu dengan anaknya. Membuat hati perempuan itu semakin gelisah. Ia tidak peduli dengan kegiatan disana. Juga ketika jenazah Mak Yeyen dijemput oleh pihak keluarganya dan dibawa pulang ke rumahnya. “Kak, Rina. Dari tadi aku tidak melihat Akmal. Apa kakak tahu dia dimana?” tanya Nadya pada Rina yang juga terlihat sibuk “Oh, Akmal. Dari pagi dia ikut Danur ke pemakaman. Dia ingin ikut membuat lubang liang lahat untuk neneknya, Jelas Rina. “ Aku tinggal dulu, ya. Oh iya kamu tidak ikut ke makam?” tanya Rina. Sebentar matanya melirik pak Hardi yang ada disamping Nadya. Sebenarnya sejak kedatangan Nadya bersama Pak Hardi tadi malam Rina merasa sangat penasaran. Tapi ingin bertanya secara langsung dia juga tidak enak. “Lho, kamu Hardi, ya? Dengan siapa ka












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Ulasan-ulasan