Citra terhenyak mendengar jawaban Rudi. "Kalau begitu, sudah lama ya toko tidak lagi lengkap?""Di tahun-tahun awal sih masih lengkap, mbak. Tapi makin ke sini beberapa barang tidak dibeli lagi. Alasannya, yang penting ada barang sejenis. Tidak harus semua merk ada. Begitu, mbak. Tapi sebenarnya saya tidak tahu alasan sebenarnya," jawab Rudi apa adanya.Rahang Citra mengencang. Dia sangat marah mengetahui kenyataan ini. Tapi dia juga bersyukur karena dirinya memutuskan untuk secepatnya kembali mengambil alih toko. Karena kalau tidak, toko yang sudah puluhan tahun berdiri ini dan dibangun dengan kerja keras, akan hancur karena dikelola oleh orang yang tidak bertanggung jawab seperti suaminya."Kalau mbak mau melihat-lihat barang, saya bisa temani." Rudi menawarkan diri. Karena menurutnya, sang pemilik harus segera tahu keadaan toko ini. Bukan apa, dirinya dan semua karyawan toko bergantung hidup pada toko ini. Kalau toko bangkrut, semua akan menangis sedih. Dan kalau tidak segera disel
"Ya, istri memang harus menghormati suami. Tapi dilihat dulu seperti apa suaminya. Kalau suaminya memang sosok yang baik dan tidak penuh tipu daya, ya... tentu harus dihormati," balas Citra keceplosan. Untung dia masih bisa mengontrol mulutnya sehingga tidak mengatakan apa yang dia ketahui. Yaitu tentang perselingkuhan Galih dan keinginan suaminya itu untuk memiliki toko ini.Kening Galih mengerut mendengar balasan Citra. "Apa maksudmu mengatakan itu? Memangnya aku bukan suami yang baik sampai kamu berkata seperti itu? Apa karena aku memakai uang toko sehingga kamu langsung menganggapku suami tidak baik? Jadi kemana larinya kasih sayang aku ke kamu dan Manisa selama ini?"'Kasih sayang? Ya, kamu memang terlihat menyayangi aku dan Manisa. Tapi setelah aku mengetahui semua kelakuanmu, aku ragu kamu menyayangi kami tulus dari hatimu. Aku lebih yakin kalau kamu berpura-pura menyayangi kami agar tidak curiga padamu sehingga kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau. Suami yang baik itu puny
Dalam perjalanan pulang, Citra dan Galih sama-sama berdiam diri. Tak ada yang bersuara apalagi bercerita penuh keakraban. Dalam beberapa hari saja sejak Citra mengetahui kalau Galih selingkuh, hubungan dua anak manusia itu sudah dingin. Galih sendiri memang sengaja mendiamkan Citra. Itu adalah sebagai bentuk protes kalau dirinya tidak terima diberi jabatan yang sekarang. Harga dirinya sebagai suami pemilik toko seperti dijatuhkan. Dia marah. Dia sangat marah pada Citra.Sementara itu, Citra tidak peduli dengan sikap Galih saat ini. Itu karena dia sudah tidak respect lagi pada pria itu sejak ketahuan mengkhianatinya dan berniat memiliki tokonya. Sebenarnya, dia sudah ingin bercerai. Tapi itu butuh proses yang tidak bisa cepat.Tak lama kemudian, mereka sudah tiba di rumah. Lagi-lagi tanpa kata, Galih keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam rumah dengan wajah dan sikap yang jelas menampakkan kemarahan yang ditahan.Citra mendengkus keras melihat sikap Galih. "Harusnya aku yang marah
"Terserah ibu mau bilang aku pelit. Tapi izinkan aku menjelaskan. Aku menurunkan Mas Galih dari jabatannya, pertama karena aku mau kembali mengurus tokoku yang sudah lama aku tinggalkan. Tadinya, aku menurunkan jabatannya jadi manager. Tapi setelah tahu dia memakai begitu banyak uang toko, aku sangat kecewa. Makanya aku menurunkan lagi jabatannya menjadi supervisor.""Memangnya kamu tidak bertanya pada Galih untuk apa uang yang dia pakai itu sampai-sampai kamu menurunkan jabatannya sejauh itu padahal dia suami kamu yang juga punya jasa pada toko?!""Tanya, bu. Jawabannya untuk merenovasi rumah ibu.""Ya terus kenapa kamu tetap menurunkan jabatannya menjadi supervisor hah?! Kamu tidak suka Galih memakai uang itu untuk merenovasi rumah ibu?! Kamu tidak suka iya?! Kamu lupa kalau Galih turut mengurus toko kamu selama bertahun-tahun?!""Aku tidak lupa Mas Galih telah menggantikan posisiku di toko selama bertahun-tahun karena kepemimpinan dia lah toko nyaris bangkrut. Masalahnya, uang yang
Citra mengalihkan pandangan dari layar komputer ke ponselnya. Karena rasa penasaran, dia mengambil benda pipih itu dan menelpon Galih. Ponsel suaminya aktif tapi panggilannya tidak diterima.Kening Citra mengerut mendapati hal ini. Tak begitu peduli, dia kemudian memasukkan ponsel ke dalam saku blazernya sebelum akhirnya beranjak meninggalkan ruangannya. Rencananya, dia mau mengecek apakah barang yang dipesannya kemarin sudah datang apa belum. Tapi begitu melihat pintu ruangan Galih sedikit terbuka seolah baru saja dimasuki seseorang, dia pun mengurungkan diri untuk turun. Yang dilakukan kemudian adalah mendekati ruangan Galih itu dan mengintip ke dalamnya. Matanya melebar begitu melihat Galih di sana."Mas tidur dimana semalam?" tanya Citra sembari melangkah masuk. "Kenapa tidak pulang?"Galih melirik Citra sekilas. "Tidur dimana semalam, itu bukan urusanmu. Untuk apa kamu mempertanyakan itu? Jangan sok perhatian sedangkan kenyataannya kamu tidak menghormati aku lagi sebagai suami."
"Bagaimana, bu? Apakah berhasil?" tanya Gina pada marni yang berada di luar toko.Marni menghela nafas berat. "Tidak."Kening Gina mengerut. "Kok tidak? Bukannya ibu yakin bakal menaklukkan Mbak Citra? Kata ibu mau mengancam Mbak Citra dengan memakai Mas Galih?""Sudah. Ibu sudah melakukannya. Tapi apa? Dia tidak takut sama sekali. Dia justru mengatakan kalau dia tidak merasa sayang telah kehilangan Mas-mu itu karena ketika menikah, mas-mu itu tidak mempunyai apa-apa."Mata Gina melebar begitu mendengar itu. "Benarkah Mbak Citra mengatakan itu, bu? Bukankah selama ini terlihat sangat menyayangi Mas Galih?""Memang begitu jawabannya. Ibu pun tidak mengerti kenapa dia bisa mengatakan itu. Seolah tidak ada rasa cinta lagi sama mas-mu.""Mungkin memang sudah tidak ada rasa cinta lagi, bu. Karena itu pula Mbak Citra tega menurunkan jabatan Mas Galih. Bukan hanya karena perkara Mbak Citra ingin kembali memimpin toko dan uang yang terpakai oleh Mas Galih."Marni tercenung mendengar itu. Lal
'Karena aku merasa heran. Bagaimana bisa seorang istri diam saja ketika sudah tahu suaminya selingkuh? Apa... istrinya memang tidak keberatan kalau suaminya selingkuh asalkan tetap bisa hidup mewah?''Hah? Apa maksudmu dengan mengatakan aku membiarkan suamiku selingkuh agar bisa hidup mewah? Anda harus tahu ya, nona. Bahwa tanpa suamiku pun aku bisa hidup mewah. Ada baiknya kamu mencari tahu dulu sebelum bicara.''Oya? Apa karena kamu merasa cantik sehingga bisa mendekati laki-laki kaya selain Mas Galih?''Itu hanya ada dalam pemikiranmu, nona. Begini saja, sekarang katakan apa maumu sebenarnya, nona. Jangan berbelit-belit.''Oke, kalau itu mau kamu. Aku mau kamu melepaskan suami kamu karena sudah jelas suami kamu itu lebih mencintai aku daripada kamu. Jadi, cepat atau lambat, kamu bakal dibuang juga. Jadi, sebagai sesama wanita yang punya harga diri, lebih baik kamu pergi lebih dulu sebelum dibuang.''Tidak semudah itu. Kalau hanya dengan bukti-bukti video dan foto yang kamu berikan,
Citra tersenyum miring melihat reaksi terkejut Galih. "Kenapa? Mas kaget aku bisa ada di sini?"Tak langsung menjawab, Galih justru mematung karena syok dengan apa yang terjadi. Dia benar-benar tidak menyangka kalau di hadapannya berdiri wanita yang selama ini menghidupinya tapi telah dikhianatinya."Ba-bagaimana kamu bisa ada di sini?" tanya Galih dengan suara yang gemetar."Ya tentu saja untuk membuktikan apakah benar Mas atau bukan orang yang menyewa kamar ini dengan...." Citra menatap Galih tajam. "Selingkuhanmya.""Tapi dari siapa kamu tahu aku ada di sini?""Itu tidak penting. Lebih baik sekarang Mas menyingkir karena aku mau masuk."Bukannya menyingkir, Galih justru berdiri di tengah-tengah pintu dengan kedua tangan yang merentang. "Tidak. Kamu tidak boleh masuk.""Kenapa tidak boleh masuk? Apa karena di dalam kamar memang ada orang lain?""Kamu tidak perlu tahu di dalam ada orang lain atau tidak. Yang pasti, kamu tidak boleh masuk. Kamu pulanglah sekarang! Nanti aku akan menyu
Galih menghela nafas berat. Tujuannya datang ke sini yang belum membuahkan hasil membuatnya merasa bosan bermain dengan Manisa. Apalagi permainan yang sedang mereka lakukan adalah permainan anak perempuan."Sebenarnya ibu kamu kemana sih, sayang?" tanya Galih akhirnya. Tak sanggup lagi untuk menahan tanya."Ada di kamar," jawab Manisa enteng. Tak memindahkan pandang pada dari mainannya."Kenapa dia di kamar terus?""E... mungkin mama capek." Barulah kemudian Manisa menatap Galih. "Memang kenapa papa tanya tentang mama? Papa ingin ketemu sama mama?"Galih mengangguk. "Sebenarnya begitu. Kamu mau tidak bilang ke mama kalau papa ingin bicara?"Manisa mengangguk cepat. "Mau kok, pa."Galih tersenyum samar mendengar itu. Akhirnya, beberapa menit kemudian, dia sudah duduk di teras bersama Citra."Apa yang mau mas sampaikan kepadaku?" tanya Citra tanpa senyuman sama sekali."Jangan nodong begitu, Cit. Kita nikmati suasana malam dulu ya?""Ini sudah malam, mas. Aku mau beristirahat bukan mau
"Suka-suka ibu mau menyebut dia apa. Pelac*r kek. Ani-ani kek. Wanita simpanan kek. Yang pasti mau tidak mau lusa malam aku akan datang ke rumah orangtuanya untuk melamarnya. Dan ibu, harus ikut aku."Pandangan Marni langsung menyipit. "Kenapa ibu harus ikut kamu? Kamu kan bisa pergi sendiri?""Ya tidak bisa begitu dong, bu. Masak aku datang sendiri untuk melamar? Setidaknya aku bawa satu orang bersamaku. Orangtua Rini juga akan tersinggung kalau aku datang sendirian.""Datang hanya berdua juga akan membuat mereka tersinggung kok. Masak lamaran hanya berdua?""Setidaknya aku tidak sendiri. Masih bawa keluarga. Mereka juga maklum kenapa tidak datang membawa banyak orang. Karena aku baru keluar dari penjara, lamaran ini mendadak, dan aku masih berstatus menikah. Kalau pun memang tersinggung, itu bukan urusan aku lagi. Masak mereka tidak maklum dengan keadaanku. Sudah datang mau melamar saja sudah syukur. Besok ibu persiapkan apa kira-kira yang harus kita bawa."Marni melenguh tak senang
Pertanyaan Manisa membuat Citra membisu. Bagaimana tidak, Citra tak mampu mengungkapkan hal yang sebenarnya. Bahwa Galih di dalam penjara. Dan yang memenjarakan Galih adalah dirinya. "E... mungkin papa sedang ada kesibukan. Jadi tidak bisa ambil barang-barangnya sendiri.""Tapi bukan mama yang mengusir papa dari rumah kan?"Manisa menelan saliva. Pertanyaan Citra menyudutkannya. "E... seperti yang kamu tau kalau papa dan mama itu akan berpisah. Karena itu, kami tidak boleh tinggal bersama lagi.""Tapi kenapa mama dan papa harus bercerai? Mama selalu mengajarkan aku untuk memaafkan tapi kenapa kalian tidak mau saling memaafkan demi aku?""Ini bukan tentang kenapa kami tidak mau saling memaafkan. Papa sudah mempunyai wanita lain yang dicintainya. Jadi mama harus mengalah." Citra terpaksa mengatakan ini daripada membuat Manisa salah paham.Kening Manisa mengerut. "Siapa?""Kamu tidak perlu tahu soal itu karena nanti juga kamu bakal tahu."Manisa terdiam. Penjelasan Citra membuatnya sedih
"Syukurlah." Citra meninggalkan meja makan menuju ruang tamu. Dia tidak mau pembicaraannya didengar oleh Manisa. "Kalau begitu, kamu angkut barang-barangnya Mas Galih hari ini juga.""Kalau soal barang Mas Galih nanti saja, mbak. Biarkan saja di sana. Kapan-kapan saja mengambilnya.""Oh, tidak bisa. Kalau barang-barang Mas Galih masih ada di sini semua, otomatis Mas Galih jadi punya alasan untuk sering datang ke sini selain ingin bertemu Manisa. Aku sudah tidak mau satu rumah dengan Mas Galih lagi. Jadi silahkan ambil semua barangnya. Kalau barang-barang Mas Galih masih ada di sini, aku belum mau menarik gugatan. Jadi silahkan pikirkan. Kalau mau Mas Galih cepat keluar dari penjara, berarti harus cepat pula barang-barang Mas Galih diambil.""Oh, baiklah kalau begitu. Mungkin nanti malam aku ke sana untuk mengambil barang-barang Mas Galih.""Ya. Jangan sampai lupa ya agar aku cepat mencabut gugatan.""Iya iya, mbak."Sementara itu di tempat lain, Gina menarik ponselnya dari telinga den
"Ya Tuhan, kenapa harus bercerai sih? Kalian itu sudah punya Manisa. Kasihan dia kalau kedua orangtuanya berpisah. Suami istri itu harus saling memaafkan. Manusia tidak luput dari kesalahan.""Aku sudah memaafkan Mas Galih. Tapi bukan berarti tetap mau menjadi istrinya Mas Galih. Keputusanku untuk bercerai dari Mas Galih sudah bulat.""Kamu itu diam-diam egois, Cit. Mudah sekali menceraikan suami.""Kalau aku egois, Mas Galih apa, bu? Yang selingkuh dan korupsi uang toko itu dia bukan aku.""Iya, ibu tau itu. Tapi kan Galih semalam sudah minta maaf. Dia juga sudah berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Kenapa sih kamu tidak mau memberinya kesempatan?""Karena selingkuhannya sudah hamil. Mas Galih harus mempertanggungjawabkannya.""Galih tetap bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya pada wanita itu tanpa harus menceraikan kamu kok.""Maksud ibu, aku harus mengizinkan Mas Galih menikah lagi sementara aku masih jadi istrinya?""Ya tidak masalah kan?""Jelas masalah, bu. Dia i
Apakah masih ada yang ingin kalian sampaikan?" tanya yang memecah sunyi itu, Citra tujukan pada Galih, Marni, Gina, dan Marni. Tapi semuanya membisu. "Kalau tidak ada, aku akan pulang karena ini sudah malam. Oya, Din." Pandangan Citra beralih pada Dina. "Karena mulai malam ini Mas Galih tidak akan tinggal denganku lagi, tolong kamu ambil barang-barangnya di rumah secepatnya."Dina tak menjawab. Dia yang masih bingung dengan apa yang sedang terjadi, memilih diam."Karena sepertinya memang tak ada lagi yang ingin kalian tanyakan, aku akan pulang sekarang." Citra beranjak dari duduknya sebelum akhirnya melangkah pelan keluar dari ruangan yang menyesakkan itu. Jelas menyesakkan. Karena meskipun bukan dia yang sedang bermasalah, usai melihat suami bersama wanita lain di dalam kamar hotel adalah perkara yang menyakitkan. Kalau bisa memilih, dia tidak mau mengalami peristiwa buruk ini. Karena sejak awal menikah dengan Galih, dia berpikir kalau suaminya itu adalah pria yang setia dan berkarak
Citra tersenyum geli sekaligus miris mendengar apa yang dikatakan oleh Marni barusan. Bagaimana tidak, bisa-bisanya ibu mertuanya ini memarahinya padahal belum tahu apa yang menyebabkan putranya berada di kantor polisi.“Apa tidak sebaiknya ibu tanya dulu secara baik-baik kenapa Mas Galih bisa ada di sini sebelum marah-marah?” tanya Citra kemudian.“Tanpa bertanya pun ibu tahu kenapa kamu sampai mempidanakan ini. Memangnya apa lagi kalau bukan karena uang toko?!”Citra tersenyum miring. “Ibu yakin?”“Yakin dong!”“Kalau begitu, coba ibu tanyakan dulu pada Mas Galih kenapa dia ada di sini.”Tak mendekati Galih, Marni justru tercenung bingung. Dia kemudian mengalihkan pandang pada putranya itu. “Benar kan tebakan ibu kalau kamu di sini karena masalah uang toko?”Galih menggeleng pelan. “Bukan, bu.”“Jadi karena apa?”Galih menggigit bibir bawahnya. “E... karena....”“Mas Galih tertangkap basah sedang bersama selingkuhannya di sebuah kamar hotel, bu,” sela Citra.Bagai tersambar petir Ma
Citra tersenyum miring melihat reaksi terkejut Galih. "Kenapa? Mas kaget aku bisa ada di sini?"Tak langsung menjawab, Galih justru mematung karena syok dengan apa yang terjadi. Dia benar-benar tidak menyangka kalau di hadapannya berdiri wanita yang selama ini menghidupinya tapi telah dikhianatinya."Ba-bagaimana kamu bisa ada di sini?" tanya Galih dengan suara yang gemetar."Ya tentu saja untuk membuktikan apakah benar Mas atau bukan orang yang menyewa kamar ini dengan...." Citra menatap Galih tajam. "Selingkuhanmya.""Tapi dari siapa kamu tahu aku ada di sini?""Itu tidak penting. Lebih baik sekarang Mas menyingkir karena aku mau masuk."Bukannya menyingkir, Galih justru berdiri di tengah-tengah pintu dengan kedua tangan yang merentang. "Tidak. Kamu tidak boleh masuk.""Kenapa tidak boleh masuk? Apa karena di dalam kamar memang ada orang lain?""Kamu tidak perlu tahu di dalam ada orang lain atau tidak. Yang pasti, kamu tidak boleh masuk. Kamu pulanglah sekarang! Nanti aku akan menyu
'Karena aku merasa heran. Bagaimana bisa seorang istri diam saja ketika sudah tahu suaminya selingkuh? Apa... istrinya memang tidak keberatan kalau suaminya selingkuh asalkan tetap bisa hidup mewah?''Hah? Apa maksudmu dengan mengatakan aku membiarkan suamiku selingkuh agar bisa hidup mewah? Anda harus tahu ya, nona. Bahwa tanpa suamiku pun aku bisa hidup mewah. Ada baiknya kamu mencari tahu dulu sebelum bicara.''Oya? Apa karena kamu merasa cantik sehingga bisa mendekati laki-laki kaya selain Mas Galih?''Itu hanya ada dalam pemikiranmu, nona. Begini saja, sekarang katakan apa maumu sebenarnya, nona. Jangan berbelit-belit.''Oke, kalau itu mau kamu. Aku mau kamu melepaskan suami kamu karena sudah jelas suami kamu itu lebih mencintai aku daripada kamu. Jadi, cepat atau lambat, kamu bakal dibuang juga. Jadi, sebagai sesama wanita yang punya harga diri, lebih baik kamu pergi lebih dulu sebelum dibuang.''Tidak semudah itu. Kalau hanya dengan bukti-bukti video dan foto yang kamu berikan,