"Ameena?"
Mata Masha membola. Melihat sosok wanita bergaun merah maroon sedang berjalan memasuki ballroom dengan langkah menggoda, Masha sungguh-sungguh tersentak. Malah, sekarang manusia dengan tubuh dibalut gamis berwarna krem tersebut sudah memanggil-manggil Eyla dengan sebelah tangan ikutan digerakkan secara aktif supaya Eyla bisa segera merespons."Eyla! Eyla!"Di samping Masha, mustahil sekali apabila kedua telinga Eyla tidak dapat menyerap seruan dari mulut Masha. Menilai bahwa setiap keributan Masha terbilang mengesalkan, Eyla sampai tidak bisa mengabaikan semata. Jadi, Eyla memaksakan untuk menyahut dengan tidak ikhlas, "Kenapa, Mash?""Aku salah lihat atau ngga, sih?"Pandangan Masha masih belum dilepaskan dari Ameena. Tiap detik bertambah, Masha malah terus-menerus menolak untuk berkedip. "Yang masuk bareng Ashraff beneran Ameena?"Mengikuti ke mana arah dari tatapan Masha, kedua netra Eyla lantas menemukan Ameena dan Ashraff sedang melangkah bersama. Meski sekilas kelihatan berjarak, interaksi antara mereka berdua bukanlah suatu bentuk rekayasa."Loh? Kok Ameena bisa dateng ke sini?"Atas keberadaan Ameena, Eyla tidak dapat mengelak dari keterguncangan. Lalu, Eyla beralih caper kepada Olyzia. "Astaga, Olyzia, kenapa kamu malah ngundang Ameena?" ucap Eyla seraya menyikut salah satu lengan Olyzia.Mirip seperti Eyla, bisa dikatakan Olyzia tidak kalah terguncang. Mata Olyzia masih membesar secara otomatis selama menegaskan dengan mantap, "Aku berani sumpah, Girls. Aku ngga ngundang Ameena sama sekali.""Astaghfirullah."Memegang dada dengan mengandalkan sebelah telapak tangan, kepala Eyla digeleng-gelengkan. Masih mengamati Ameena dengan intens, wanita berbusana hijau army tersebut merasa miris dengan keliaran Ameena. "Jika dipikir-pikir, Ameena malah seperti orang ngga waras karena berani dateng ke sini dengan kostum khas wanita-wanita nakal."Di mata setiap orang, Ameena sudah sangat layak untuk disebut urakan. Dulu, Ameena selalu menbentangkan kain-kain lebar untuk menutupi dada dan merahasiakan keelokan dari rambut indah Ameena. Tapi, sekarang?"Entahlah. Aku sendiri ngga ngerti," ungkap Olyzia untuk berpendapat dengan sekalian mengembangkan bibit-bibit kesinisan. "Yang dilakukan Ameena sekarang bener-bener ngga cocok untuk disebut menghadiri acara reuni.""Tapi?"Menoleh untuk menatap Olyzia, Masha bertanya singkat dengan dibersamai kening berkerut samar. Pada awalnya, Olyzia sempat membuang napas sebelum menyambut tatapan dari Masha dan berucap dengan geregetan, "Ayolah. Masa kamu ngga bisa menilai sendiri?"Meski tidak sampai dipastikan secara teoritis dengan melibatkan kelompok cendekiawan, style dari fashion Ameena memang memiliki kecenderungun khusus. Membuat siapa pun akan bertanya-tanya berkenaan dengan dilema serupa. Apakah Ameena sedang kesasar? Misalkan Ameena memang berkeinginan untuk berbuat maksiat, bukankah tempat tertepat untuk Ameena adalah kelab malam?Di suatu sudut, selain mereka bertiga, seseorang tidak tahan untuk ikutan berkomentar mengenai Ameena. "Aku beneran ngga bisa bohong. Ameena memang semakin cantik. Tapi, sayang ... murahan," ucap Aldino. Teman SMA Ameena, tetapi tidak satu kelas dengan Ameena.Mungkin, sekarang Ameena bisa cantik sekali karena Ameena terlalu rajin melakukan treatment-treatment mahal dari klinik kecantikan terpercaya. Di sisi lain, Ameena sendiri terlahir dengan darah campuran antara cina dan sunda. Jadi, Ameena bisa berparas menawan bukanlah suatu bentuk buatan tangan manusia semata, melainkan memang sudah ditakdirkan.Di samping Alden, belasan detik sudah dihabiskan Mirza untuk ikutan memandang ke arah Ameena. Tapi, bukan untuk berkomentar? Yah. Begitulah."Aku masih inget, loh. Dulu, Ameena sampai dikeluarin dari sekolah karena udah nggodain kamu."Mengamati Ameena dengan tatapan sukar didefinisikan, celetukan dari Alden menuntut Mirza untuk beralih menatap laki-laki dengan badan dibalut kemeja bermotif kotak-kotak tersebut. Pada waktu bersamaan, Alden tahu-tahu sudah menambahkan, "Lalu, denger-denger, selama empat tahun terakhir, Ameena sering sekali dipelihara sama laki-laki berduit."Menghela napas dengan tidak berminat, kemalasan Mirza untuk meladeni Alden memang tidak dapat disembunyikan. Lalu, tidak sampai berselisih lama, Mirza memilih untuk mengalihkan tatapan ke sembarang arah, memikirkan sesuatu dengan kedua mata separuh menyipit.Ketika sudah beres mencari tempat duduk bersama Ashraff, Ameena tidak sungkan untuk bertanya, "Kita akan duduk di sini?"Di samping Ashraff, memang sudah risiko Ameena untuk kelihatan mungil. Yah, bagaimana tidak? 177 cm dibandingkan dengan 157 cm. Membuat Ameena bergegas menerima usulan Ashraff untuk menempati sebuah meja terasing—disebut Ameena demikian karena cenderung memisah dari kerumunan. Di daerah tersudut."Iya. Aku ngga mau menyulitkanmu," ucap Ashraff. Dia merasa terbebani dengan ketegangan Ameena dan menghindari keramaian merupakan bentuk usaha Ashraff untuk tidak memperparah kebobrokan dari mental Ameena.Pada momen dimana mereka sudah duduk bersebelahan, Ameena malah menggandeng kebisuan selama menggerutu dengan memanfaatkan suara hati, "Jika malah berakhir menyendiri begini, kenapa harus datang ke acara reuni?"Melihat fokus Ameena sudah berubah melayang ke mana-mana, inisiatif Ashraff untuk menyelimuti badan Ameena dengan jaket milik Ashraff sendiri sampai tidak dapat dipasung. Agar kedua bahu Ameena tidak terus terekspos dan dijadikan tontonan gratis, Ashraff memang tidak diperbolehkan untuk sekadar berdiam."Heh? Mau ngapain?"Pergerakan Ashraff membuat tingkat kewaspadaan Ameena meningkat dengan kecepatan menyerupai halilintar. "Aku ngga bakalan macem-macem sama kamu, Am. Aku sedang berusaha untuk menjagamu. Jika kamu sampai jatuh sakit gara-gara kedinginan, aku akan merasa sangat bersalah kepada ibumu."Ameena sudah berpikir terlalu banyak apabila tetap menyangka bahwa Ashraff hendak berbuat aneh-aneh. Ayolah, bukankah sekarang mereka sedang berada di tempat umum?Menolak untuk menggunakan barang-barang milik Ashraff, Ameena sudah berniat mengembalikan benda dengan fungsi untuk menyimpan suhu tubuh tersebut. Akan tetapi, Ashraff selalu mencegah kekeraskepalaan Ameena untuk meraih kemenangan. Membuat Ameena capek sendiri. Pada akhirnya, Ameena dipaksa keadaan untuk berserah.Meski tidak seberapa, selama acara sedang berlangsung Ameena sering diperhatikan Ashraff dengan sepenuh hati. Kepada Ameena, Ashraff sungguh dilimpahi kemudahan untuk menawari minuman dan makanan tanpa harus menunggu disuruh maupun diminta Ameena. Mungkinkah keaktifan Ashraff adalah faktor utama sehingga setiap menit dari momentum mereka dapat bergulir dengan cepat? Ada benarnya. Di lain sisi, terus terang Ameena sengaja disibukkan Ashraff semata-mata supaya Ameena tidak mendengarkan omongan nyelekit dari beberapa teman lama mereka.Memasuki akhir acara, salah satu master of ceremony meminta kepada beberapa audien untuk membagikan sedikit kesan mereka terhadap acara reuni mereka atau mungkin sebatas mengenang masa-masa SMA mereka terdahulu dan kesempatan tersebut segera diambil Ashraff."Aku yakin sekali. Meski ngga aku ingetin, sampai sekarang kalian masih belum bisa ngelupain kasus lima tahun silam. Aku tahu benar bahwa sekarang udah sangat terlambat untukku berbicara mengenai kasus tersebut."Mirza memotong kalimat Ashraff dengan suara berirama memprotes, "Aduh, Shraff. Mau kamu tuh apa, sih? Masa masalah basi masih kamu bahas?"Di sini, Ashraff mengerti sekali mengapa Mirza bisa kalang kabut. Karena Mirza terlibat? Jelas.Mau Mirza merasa tidak aman dengan suasana terkini, Ashraff tidak akan mengasihani Mirza hingga berpikiran untuk mundur. Menurut ingatan Ashraff terdahulu, Mirza sama seperti Ameena. Yaitu tidak mengikuti acara reuni. Tapi, kenapa sekarang Mirza malah hadir di sini?"Astaga, Shraff. Jika mau bertanya-tanya, lakukanlah setelah kamu selesai meluruskan kesalahpahaman antara teman-teman SMA-mu terhadap Ameena.""Maaf, Mirza. Mungkin, aku akan bikin namamu tercoreng. Tapi, aku harus tetep ngakuin kekhilafan terbesarku kepada Ameena," ucap Ashraff tanpa berencana untuk memprovokasi Mirza. Yang merupakan kepastian, Ashraff sudah tidak bisa dihentikan."Di hadapan kalian sekarang, aku berani bersumpah bahwa Ameena ngga bersalah. Dia ngga pernah merayu Mirza untuk berbuat ngga senonoh. Yang benar, Ameena malah dilecehkan Mirza. Tapi, sebagai satu-satunya saksi atas kebejatan Mirza, aku malah memilih untuk memfitnah Ameena supaya aku bisa mendapatkan beasiswa kuliah dari Yayasan Pendidikan Al-Mustaqim mengingat Ameena adalah saingan terberatku."Mirza adalah aktor utama dari kasus asusila Ameena. Meski sudah dikasih tahu, orang-orang tidak terlalu bernyali untuk menghakimi Mirza. Apakah karena mereka tidak memiliki cukup kesiapan untuk menghadapi kebrutalan Mirza? Memang. Jika mereka sampai membuat Mirza merasa terusik, bisa-bisa mereka malah berujung dengan digebuki. Dulu, Mirza memang terkenal menyukai kerusuhan."Mulai sekarang, aku mohon kepada kalian untuk berhenti mengklaim bahwa Ameena adalah wanita murahan."Akankah Ameena bisa terkesima kepada Ashraff karena habis diberikan kejutan spesial?Tidak.Yang bersangkutan lebih tertarik untuk mendengus dan tersenyum miring. Lalu, singkat cerita, benda beraroma maskulin milik Ashraff segera disingkirkan dari tubuh Ameena. Mengapa harus dilakukan? Ameena sudah memutuskan untuk berdiri. Alunan merdu dari suara hentakan sepatu tinggi Ameena setiap menghantam lantai keramik merupakan isyarat nyata bahwa Ameena sedang berusaha mendekat ke tempat Ashraff.Di area terdepan dari ballroom, Ameena dan Ashraff lantas berhadap-hadapan dengan mata saling terikat satu sama lain. Menatap Ameena lekat-lekat dengan kornea menghangat, kalimat mengandung ketulusan terucap dengan perlahan dari bibir kering Ashraff. "Aku minta maaf, Am. Aku bener-bener nyesel."Mata Ashraff memancarkan kesungguhan. Yang menjadi bencana untuk Ashraff, Ameena memiliki sebuah tameng tidak kasat mata untuk menangkal semua mantra dari kedua mata laki-laki tersebut."Maaf katamu? Apakah kamu pikir ucapan maafmu bisa ngembaliin hidupku seperti semula, Shraff?"Ameena sudah berseru lantang dengan kedua lubang hidung sampai mengembang dan mengempis secara ringkas. Adakah ampunan untuk manusia berwatak egois seperti Achmad Ashraff? Tidak.Plak!Di depan Ameena, laki-laki beralis tebal tersebut memang lazim untuk dihadiahi dengan tamparan keras. Muka Ashraff sampai terputar ke arah samping berkat totalitas Ameena. Yang beruntung, kacamata Ashraff tidak sampai terlepas."Permintaan maafmu ngga akan ngubah apa pun, Shraff!"Perkataan Ameena sungguh menusuk dan Ashraff tidak sempat melontarkan sepatah kata apa pun karena Ameena keburu keluar dari ballroom duluan. Melangkah dengan cepat sekali untuk meninggalkan Ashraff. Meski sudah berusaha untuk mengejar, Ameena tetap tidak dapat dicapai. Kenapa? Karena Ashraff harus memungut sesuatu terlebih dahulu. Jika tidak diambil, motor Ashraff tidak bisa dikendarai mengingat kunci motor Ashraff harus dirogoh dari salah satu saku busana berbahan taslan tersebut.Tapi, apakah nanti Ashraff masih bisa menyusul Ameena dan mengemis belas kasihan Ameena?Menurut Bu Layla, mustahil sekali apabila sosok semulia Ashraff bisa sampai menghancurkan hidup Ameena. Memang susah untuk bisa dipercayai. Di masa lalu, mungkin Ashraff memang bukanlah laki-laki baik. Tapi, sekarang? Ayolah. Bu Layla tidaklah buta. Kini, Ashraff sudah benar-benar merupakan sosok insan teladan. Mendapati Bu Layla masih belum bereaksi, kerongkongan Ashraff sungguh-sungguh merasa bosan karena sudah terlalu lama menganggur. Pita suara Ashraff sampai dibiarkan untuk bebas berekspresi kemudian. "Mohon diterima, Bu."Membuang napas dengan lembut, sudah cukup untuk Bu Layla menatap lama ke arah Ashraff. Dia harus cepat-cepat merespons tindakan dari Ashraff dengan bijaksana. "Baiklah, Shraff.""Ibu akan menerima bantuanmu," kata Bu Layla dengan kedua tangan terulur untuk meraih amplop berisi berpuluh-puluh lembar uang kertas dari tangan Ashraff.Meski habis dikasih rezeki nomplok dari menantu sendiri, Bu Layla tidaklah berlaku congak dengan sekadar menerima. Pribadi Ashraff
KEPULANGAN Ameena tidak disambut Bu Layla dengan sukacita. Melihat Ameena merengut, Bu Layla malah langsung melukiskan mimik muka bingung. "Loh, Am? Ini, kamu balik sendirian?""Iya, Bu," kata Ameena dengan ekspresi masih masam. Lalu, kedua kaki Ameena bergegas tergerak untuk menyusun langkah. Mau cepat-cepat memasuki rumah."Aku beneran balik sendirian."Ketika Ameena sudah dibiarkan melesat ke dalam, Bu Layla beralih menutup akses masuk ke rumah mereka seperti semula. Mendapati Ameena tahu-tahu sudah singgah ke ruang tamu dan menduduki salah satu sofa di sana, Bu Layla memutuskan untuk ikut-ikutan duduk dengan memilih sisi kosong di samping Ameena."Memangnya, kondisi Bu Tsania gimana, Am? Apakah serius sekali?" tanya Bu Layla. Penasaran? Pastilah. Akan tetapi, Bu Layla malah harus dikesalkan dengan sahutan apatis dari Ameena."Yah ... ngga gimana-gimana, Bu.""Iiih, kamu, tuh," ucap Bu Layla dengan sebelah tangan terangkat untuk mencubit salah satu lengan Ameena, memberikan hukuman
AGAK MENYIPITKAN kedua mata dengan sudut bibir sebelah kanan sedikit dinaikkan, maksud Ameena memang untuk memancarkan sorot mata dipenuhi selidik. Adalah awal mula sehingga Ameena bisa meluncurkan sebuah tebakan tidak berdasar."Ah. Aku tahu.""Pasti kamu ke sini untuk meriksain otakmu."Menghadapi tudingan Ameena, Mirza menampilkan mimik muka bermakna 'tidak sedang main-main' selama menatap ke arah Ameena dan berkata, "Maaf, Am. Jujur. Aku udah ngikutin kalian ke sini."Mirza menarik napas terlebih dahulu sebelum melanjutkan, ah ... siapa tahu, keberadaanku bisa membantu kalian."Tadi, Bu Tsania dilarikan ke rumah sakit dengan menggunakan mobil milik orang EO. Jika Mirza memang berencana untuk membantu Ashraff dan Ameena, mengapa Mirza malah mengikuti doang dan tidak ikutan berpacu dengan keribetan?"Heh?""Apakah kamu sedang bercanda, Mir?"Pengakuan Mirza sudah membuat Ameena terperangah. Masa Mirza bisa kepikiran untuk bersikap ringan tangan? Memicu Ameena untuk mengangkat muka d
DI DALAM sebuah ruangan berdinding cerah, Ashraff dan Ameena sedang menunggui Bu Tsania. Jika tidak salah hitung, Bu Tsania sudah siuman selama lima sampai delapan menitan. Meski kesadaran dari Bu Tsania sudah terpulihkan, ibunda dari Ashraff tersebut masih merasa lemas sehingga harus terus berbaring, entah suka atau tidak suka.Menatap Ameena, Ashraf malah bergeming. Apakah Ashraff benar-benar sudah menikahi Ameena? Masih tidak mengirakah Ashraff? Pastilah. Meski sudah berusia matang dan mapan, Ashraff terus terang belum kepikiran untuk menikah. Jika bukan untuk menyelamatkan Ameena, kemungkinan masa single Ashraff beluma akan diakhiri."Aku mau ngurus administrasi dulu, Am. Aku titip Ibu sebentar, ya?" ucap Ashraff dengan kedua kornea mata semakin mantap selama dikerahkan untuk menatap Ameena. Di samping brankar, Ameena masih menduduki sebuah kursi bercorak hitam dengan kedua tangan memegang handphone untuk asyik dimainkan."Mm."Meski cukup ragu-ragu dengan balasan dari bibir Ameen
TANGGAL 14 Februari 2022, mula-mula adalah hari dimana Ameena resmi berstatus kekasih dari laki-laki berhati buaya bernama Krishna, dan sekarang Ashraff sudah tidak merasa waswas. Pada hitungan menit, takdir Ameena malah akan segera berubah. Peluang Ameena untuk bisa berkasih dengan Krishna sedang berusaha dienyahkan Ashraff.Di hadapan Ashraff, Pak Ismail sudah bersiap untuk menikahkan Ashraff dan Ameena dengan mendengarkan arahan salah satu staf dari Kantor Urusan Agama (KUA). Meski diawasi dengan ketat sama orang-orang terpilih dari lapas, Pak Ismail benar-benar bersyukur karena bisa menghirup udara bebas untuk sementara. Tapi, bukankah kemerdekaan Pak Ismail dimaksudkan untuk menghalalkan Ashraff dan Ameena semata? Yah. Begitulah.Memang tidak dibebaskan sampai satu hari utuh, tetapi tetap berharga sekali untuk Pak Ismail. Yah, bagaimana tidak? Pak Ismail harus melakoni masa hukuman berupa kurungan selama 15 tahun dan baru dilalui 5 tahun. Artinya, Pak Ismail masih butuh bersabar
DI SEBUAH TEMPAT MAKAN, bersama Olyzia dan Eyla, Masha sedang nongkrong dengan mulut tidak berhenti mengoceh untuk membicarakan tentang Ashraff dan Ameena. Membuat acara makan malam mereka tidak bisa selesai dengan cepat."Ashraff malah udah ngirimin undangan pernikahan mereka ke grup alumni," ucap Masha dengan irama meyakinkan. Masih terheran-heran dengan kenekatan Ashraff untuk meminang Ameena.Eyla tidak berkenan untuk dikalahkan Masha, malah lebih menggebu-gebu dibandingkan dengan wanita ber-sweater hitam tersebut. "Apakah Ashraff udah dipelet Ameena, ya? Masa Ashraff bisa turun kelas begini? Yang lebih baik dari Ameena, bukankah banyak?""Entahlah. Aku sendiri ngga ngerti," ungkap Masha. Dia sudah tidak menggelora. Mungkinkah karena enggan membuang-buang energi untuk memikirkan Ashraff dan Ameena? Memang.Mendapati Olyzia mendadak tidak banyak bersuara, Masha langsung diserang kecemasan bernilai tipis. Jika Masha tidak salah mengingat, bukankah Olyzia sempat menyukai Ashraff? Pad
DI TENGAH keterperangahan, beruntung Ameena masih mampu untuk berakal sehat dengan bergegas kabur. Tapi, mengapa Ameena harus direpotkan demgan suatu kesialan? Meski sudah melangkah lebar, Ameena malah bernasib mengenaskan dengan berkahir ditahan Mario. Lalu, dalam satu sentakan, tangan kanan Ameena langsung ditarik dengan cekatan."Mau ngapain kamu, Mas?!" tanya Ameena dengan suara tidak bersahabat.Mario tidak terpengaruh dengan kekasaran dan keketusan Ameena. Malah, Mario masih memiliki mental kokoh. Membuat Mario dibersamai kemudahan selama sedang berseru dengan lembut, "Aku kepengen mastiin sesuatu, Am."Mulut Ameena masih dikunci dengan rapat sehingga bisa membuka kesempatan untuk Mario meneruskan, "Apakah kamu beneran udah akan menikah?""Memang bener, kok," ucap Ameena dengan serampangan, tetapi sudah cukup untuk membuat Mario merasa dihancurkan, sampai bisa menggeleng berulang secara tidak sadar."Aku tahu, Am. Ini, kamu cuma lagi nge-prank aku doang, 'kan?""Mas, dengerin ak
DI KEHIDUPAN SEBELUMNYA, tanggal 7 Januari 2022 adalah hari dimana Ameena berkencan dengan Krishna. Di kehidupan sekarang, takdir Ameena untuk tanggal tersebut sudah berubah. Yaitu digantikan dengan fakta: Ashraff dan Ameena telah resmi bertunangan. Jadi, sekarang Ashraff benar-benar dilimpahi dengan kelegaan karena mendapati realita bahwa kisah romansa antara Ameena dan Krishna tidak sampai terulang.Jika orang-orang sering mengeluhkan keberedaan hari senin, Ashraff malah cenderung berkebalikan dengan mereka. Muka Ashraff entah mengapa bisa sampai bersinar dengan terang. Mungkinkah karena Ashraff akan membagikan undangan? Tapi, kenapa Ashraff bisa berbunga-bunga begini? Ayolah. Ashraff dan Ameena tidak serius-serius amat. Mereka akan menikah untuk sementara doang, bukan untuk selamanya.Mendatangi ruang kepala sekolah, maksud Ashraff adalah menghadap kepada Pak Azizul karena Ashraff tidak bisa melupakan eksistensi dari sosok laki-laki berusia 54 tahun tersebut. Pak Azizul akan dihara
MEMANDANG Mirza dengan kondisi tertegun, lidah Ameena teramat kaku hingga membuat Ameena harus mengusung kebisuan. Meski tidak dekat dan belum pernah mengobrol dengan Ameena, secara tidak terduga Mirza malah bisa bertanya, "Mau nyari cincin?"Aneh memang. Mendapati Ameena berdiri di hadapan etalase khusus benda-benda berukuran mungil, bagaimana bisa selama sedang berinteraksi dengan Ameena, Mirza malah beranggapan bahwa mereka seolah-olah adalah teman lama?"Iya. Aku mau nyari cincin tunangan untukku."Meski mulut Ameena masih separuh membeku, Ameena tetap membalas dengan cuek. Arah dari muka Ameena sampai diluruskan kemudian. Jadi, Ameena bisa menyudahi kontak mata antara mereka berdua.Atas tutur kata dari bibir Ameena, bisa dibilang Mirza memang tersentak bukan main. Mata dari laki-laki berkemeja hitam dengan motif garis-garis putih tersebut sampai melebar. "M- maksudmu, kamu akan segera menikah?" tanya Mirza masih dengan kedua mata separuh membola.Menatap Mirza dengan heran, Amee