Share

Detektif ABG

Baru aja turun tangga dari lantai tiga sekolah, Dinda udah langsung dicegat Bimbim.

"Dari mana, Din?"

"Lab komputer. Ada yang minta tolong gara-gara ada desktop yang  lemot."

"Elo bisa atasin kan?"

"Cuma di-defrag doang. Kasusnya sama dengan laptop elo yang tempo hari gue benerin."

Mereka nyusurin lorong yang makin rame dipadatin orang-orang lain. Udah jam istirahat waktu itu dan obrolan Dinda dengan Bimbim makin ikutan rame. Salah satu yang Dinda suka dari Bimbim adalah karena itu anak nggak tengil biarpun orangtuanya tajir. Sama seperti Sandro, Bimbim juga anti ngomong jorok dan selalu ngehindar kalo ada ajakan tawuran.

Di lain pihak Bimbim juga nggak ragu ngejadiin Dinda salah satu sahabat terbaik. Salah satu alasan adalah karena cewek itu sukses ngedidik dirinya untuk berhenti merokok dan trek-trekan. Caranya ternyata simpel yaitu dengan nggak bergaul dengan siswa yang bermasalah. Pergaulan yang baik ternyata juga jadi salah satu faktor penting dirinya nggak jadi anak yang bermasalah di sekolah atau di rumah.

Dari koridor di lantai dua mata Dinda mendadak ngelihat sesuatu yang ada di bawah, di sekitar lapangan sekolah.

“Eh liat tuh di bawah,” Dinda ngejawil Bimbim. "Liat nggak?"

“Apa?”

“Tuh," Dinda nunjuk ke sudut lapangan. "Liat nggak?"

Sandro ngikutin arah tatapan Dinda.

“Liat nggak?”

“Elo nanya terus apakah gue ngelihat apa nggak, ngelihat apa nggak. Ya bisa lah. Elo pikir gue buta?”

“Dodol lu ah. Gue lagi liatin Sandro."

Bimbim ngelihatin lagi arah yang ditunjukin Dinda. "Yang di bawah pohon?"

"Iya. Yang di bawah pohon beringin, bukan di bawah pohon toge. Liat kan?"

Bimbim akhirnya bisa nemuin sosok yang dimaksud. Di sana. Dua puluh meter di bawah mereka. Nggak sulit nemuinnya karena Sandro emang keling.

"Elo berasa nggak kalo Sandro tiba-tiba aja berubah?”

“Beruban?”

“Berubah!” Dinda sedikit ngebentak.

Sandro lagi ngelihatin lapangan dengan tatap kosong sampe nggak nyadarin dua sahabatnya lagi perhatiin dari jauh.

“Yang berubah apaan?”

“Perhatiin lagi dong,” kata Dinda setengah memaksa.

Bimbim nyoba perhatiin lebih cermat. Nggak sampe semenit, kepalanya ngegeleng. Menyerah.

“Berubah apaan?” tanyanya bingung. “Atau kita musti nunggu sampe bulan purnama baru bisa ngelihat tuh  anak berubah jadi werewolf?”

Dijawab kayak gitu, Dinda yang gemas langsung nyikut Bimbim. Bimbim langsung meringis kesakitan karena sikutan Dinda telak kena ke perutnya.

“Sakit tauk.”

“Ah. Cuma kena perut. Sakitnya gak seberapa.”

“Tetep aja sakit.”

“Sakit kena perut cuma kalo orang itu hamil. Lu kan nggak.”

“Pokoknya sakit gue.” Ia membela diri sambil menunjuk dada. “Sakitnya tuh di sini.”

“Iya deh maap,” balas Dinda. “Lain kali yang gue sikut leher atau dada.”

“Dasar lu.”

"Nih, denger baik-baik. Biasanya Sandro kan cengengesan tuh orangnya. Tapi sekarang Sandro nggak gitu. Dari kemarin, dia mulai pendiem lho. Elo berasa nggak?”

“Setau gue dia pendiem hanya pas lagi bobo.”

“Ah lu. Dia jadi pendiem khususnya sejak kejadian yang kita hampir jatuh dari motor di depan gerbang sekolah.”

Detik itu juga Bimbim nyadar kalo nalar Dinda yang selalu berpikir di luar dugaan, sedang bekerja. Entah karena otaknya yang encer, Dinda itu penikmat serial TV Crime Scene Investigation dan jadi ikut-ikutan punya nalar sebagai detektif biarpun dirinya masih ABG.

"Apa dia mendadak pendiam gara-gara ngidam sesuatu? Mungkin aja dia ngidam nanas, atau yang asem-asem," cetus Bimbim usil.

“Emang elo pikir dia hamil?”

“Atau dia keingetan kampung halaman?”

“Gak mungkin. Kampungnya deket cuma di Kampung Rambutan. Naik busway sekali udah nyampe."

“Trus, kalo bukan itu alesannya apalagi dong?”

Sambil tetep ngamatin dari jauh, Dinda mulai berasumsi.

“Gue sempat liat reaksi Sandro. Tatapannya berubah begitu ngelihat cewek yang ada di dalem sedan item metalik yang kemarin hampir senggolan di depan pintu gerbang sekolah. Wajahnya jadi memelas. Jadi keliatan stres.”

Mulut Bimbim kebuka. "Cewek? Selain Panji emangnya ada orang lain di dalem mobil?"

"Gue juga nggak liat sih orangnya."

"Gimana sih, Dinda. Elo nggak liat orangnya tapi koq bisa bilang ada orang lain di dalem mobil?"

"Ada ujung rok abu-abu yang kejepit di pintu kiri depan."

"Koq tau itu rok?"

"Karena kalo celana panjang yang kejepit jelas nggak mungkin. Cuma rok yang bisa kejepit di pintu dan nongol sebagian di ujungnya."

Spirit detektif kayaknya lagi bekerja di otak Dinda. "Tapi kenapa Sandro jadi baper gitu? Yang lu bilang mukanya jadi memelas."

"Seabis kejadian di pintu gerbang, Panji markirin mobil. Nggak pake lama, eh si Sandro juga markirin motor. Untung juga gue ngeliat nggak sengaja, Bim. Gue tau kalo Sandro parkir nggak jauh dari parkir Panji. Nah, karena parkiran mobil dan motor itu sama, waktu Sandro nyampe sana pasti dia lihat siapa yang keluar dari mobil selain si Panji itu sendiri."

            “Bokapnya?”

            “Bukan, eyangnya!” Dinda bermaksud menjewer kuping tapi Bimbing melengos. “So pasti ceweknya lah.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status