Vian menatap Bella sembari tersenyum. Akhir-akhir ini memperhatikan Bella menjadi kesukaannya. Bella merupakan gadis cantik yang mampu menarik perhatiannya.
"Kedip dong," ujar Regan.Vian tidak peduli."Gue gak pernah percaya sama cinta pada pandangan pertama, tapi ternyata benar-benar ada, ya," kata Beno sambil geleng-geleng."Mana terjadi sama teman kita lagi," timpal Regan.Vian mengalihkan pandangannya pada Regan dan Beno. "Gue mau minta pendapat lo berdua.""Apa?" Kompak keduanya."Gimana cara deketin cewek?"Keduanya tertawa membuat Vian menatap tajam mereka. "Jawab!"Mereka langsung berhenti tertawa."Em, gue mau mastiin. Lo beneran mau pacarin Bella atau cuma penasaran aja?" Beno bertanya."Dan kayak yang kita bilang sebelumnya Bella susah dideketin. Anaknya dingin. Lo yakin?" Regan menimpali.Vian mengangguk. "Yakin. Makanya lo berdua harus bantuin gue.""Kenapa kita harus bantuin lo?""Kan lo berdua yang pengalaman deketin cewek.""Iya, tapi kan kita gak pernah deketin cewek kayak Bella.""Gue gak mau tahu pokoknya lo berdua harus bantuin gue."*****"Hai." Bella cukup terkejut melihat Vian yang tiba-tiba sudah berada di hadapannya."Sendirian aja? Gak sama teman lo?" tanya Vian.Bella kembali sibuk membaca buku tanpa menjawab pertanyaan Vian.Saat ini Bella sedang berada di perpustakaan. Karena jam kosong di kelas dan suasana yang cukup berisik membuat Bella melarikan diri ke sini. Sudah merupakan kebiasaan Bella. Waktu di sekolah yang lama pun Bella pasti akan melakukan hal yang sama.Tadi Sita ingin mengikutinya, tapi setelah tahu kalau Bella ingin ke perpustakaan, Sita mengurungkan niatnya untuk ikut. Karena katanya Sita tidak terlalu suka suasana perpustakaan. Alasannya karena dia tidak bisa banyak bicara di sini. Maklum, apalagi suara Sita cukup besar."Lo suka baca buku, ya?" Vian kembali mengajukan pertanyaan. Namun, Bella masih tidak menjawab."Buku itu gue pernah baca, tapi baru satu halaman gue langsung berhenti. Gak kuat gue bacaan berat kayak gitu," ujar Vian melihat buku bacaan Bella.Walaupun Vian malas belajar, tapi cowok itu pernah sesekali membaca buku. Meskipun, tidak pernah membacanya hingga selesai. Karena sudah keburu bosan. Begitulah Vian. Tidak akan betah melakukan hal yang menurutnya membosankan.Sedangkan Bella sebaliknya. Bella sangat suka membaca buku. Buku apapun Bella pasti akan membacanya. Sekalipun bukan buku yang tidak Bella suka, pasti Bella akan membacanya hingga selesai."Lo baca buku?" Bella yang sedari tadi diam akhirnya bertanya membuat Vian tersenyum."Akhirnya lo ngomong juga. Iya, gue baca juga, tapi jarang. Soalnya bosan."Bella mendengar jawaban Vian, tapi pandangannya masih terfokus pada buku."Salut gue sama lo. Bisa baca buku setebal itu. Jaman sekarang udah jarang orang yang mau baca buku tebal-tebal."Meskipun di perpustakaan masih ada beberapa murid yang senang membaca, tapi tidak banyak. Bisa dihitung dengan jari. Yang pasti dirinya tidak termasuk dalam beberapa murid tersebut.Bella bangkit berdiri membuat Vian juga ikut berdiri.Bella berjalan menuju petugas perpustakaan. Bermaksud ingin meminjam buku yang tadi dibacanya.Setelah selesai, Bella pun keluar dari perpustakaan.Bella menghentikan langkahnya ketika Vian berjalan mengikutinya. Bella lalu beralih menatap Vian."Bisa gak usah ikutin gue?""Hah? Gue gak ikutin lo. Gue mau ke kelas. Kelas kita kan searah."Bella merutuki dirinya karena sudah salah paham pada Vian."Jaket lo besok gue balikin," ujar Bella."Iya. Mau dibalikin kapan aja juga gak papa."Bella lalu pergi. Ia mempercepat langkahnya.Vian memperhatikan Bella yang semakin jauh lalu mengulum senyumnya. "Lucu."*****"Udah balik lo, Bell? Kok cepat baliknya?" Sita bertanya saat Bella sudah kembali ke kelas.Bella mengangguk. "Ada pengganggu.""Pengganggu? Siapa?"Belum sempat Bella menjawab, Sita sudah kembali bersuara. "Biar gue tebak. Yang gangguin lo Rina cs, ya?""Kayaknya bukan. Gak mungkin Rina cs ke perpus. Itu langka banget. Atau jangan-jangan Vian, ya?" Sita kembali bertanya.Bella hanya mengangguk."Nah, benar kan. Vian kan sering banget tidur di perpus. Tapi harusnya lo senang diajak ngobrol sama Vian. Kapan lagi dia mau ngajak cewek ngobrol. Langka banget, loh.""Gak peduli," kata Bella cuek."Jangan terlalu cuek, lah, Bell sama cowok."Bella hanya diam. Memilih sibuk membaca buku yang tadi dipinjamnya."Lo gak asyik banget. Diajak ngobrol malah baca buku."Bella tidak merespons. Bukannya tidak menghargai Sita. Hanya saja Bella sangat malas kalau sudah berbicara mengenai cowok. Bella akan merespons apapun kecuali satu, yaitu pembahasan mengenai cowok. Apalagi sampai dijodoh-jodohkan. Sungguh Bella tidak suka. Karena Bella benar-benar sudah menutup pintu hatinya untuk setiap cowok. Tidak akan Bella biarkan hatinya kembali terluka hanya karena seorang cowok.*****"Bell, udah pulang lo."Bella hanya mengangguk.Bella lalu menatap jaket yang dipakai Baron."Itu jaket lo dapat darimana?" Bella bertanya karena jaket yang dipakai Baron sangat mirip dengan jaket Vian yang cowok itu pinjamkan padanya saat insiden kemarin.Harusnya Bella mengembalikannya hari ini, tapi Bella lupa. Karena buru-buru.Baron ikut menatap jaket yang ia pakai."Dari kamar lo. Hadiah buat gue, kan? Thanks, ya hadiahnya. Tahu aja lo kalau gue lagi pengin jaket ini.""Lepas jaketnya.""Loh, kenapa?""Buruan!"Baron menurut. Baron melepas jaket tersebut lalu mengembalikannya pada Bella."Itu jaket cowok. Gue pikir lo beliin buat gue. Kalau bukan buat gue terus buat siapa?" tanya Baron.Tidak mungkin Bella membeli jaket itu untuk Bella pakai. Apalagi itu jaket cowok."Ini jaket orang."Baron seketika menatap Bella bingung. "Jaket orang? Maksudnya gimana?""Udah sana pergi. Lo mau jalan, kan?" Bella tidak akan mau menjawab pertanyaan Baron. Bisa-bisa Baron malah menggodanya karena dipinjamkan jaket oleh Vian."Iya, tapi boleh gak gue pinjam jaketnya?""Buat apa?" Bella bertanya."Buat dipamerin ke teman-teman gue. Apalagi jaketnya keliatan mahal.""Gak! Kalau mau beli aja sendiri. Jangan gaya pakai barang punya orang.""Dasar pelit!"*****"Bell, udah pulang?""Ah, iya, ma." Bella mencium tangan Lani."Loh, ini kan jaket yang tadi dipakai Baron. Kok malah ada di kamu?" Lani bertanya melihat jaket yang dipegang Aulia.Bella terdiam. Tidak tahu harus menjawab apa."Bell?""Iya, ma. Ini emang jaket yang dipakai Kak Baron. Cuma ini jaket teman aku. Kemarin dia pinjamin ke Bella karena baju Bella basah ketumpahan minuman." Bella menjelaskan secara jujur. Bella tidak mau membohongi sang mama.Lani manggut-manggut. "Harusnya Baron tanya dulu ke kamu. Eh, dianya malah langsung pakai. Untung kamu liat.""Iya ma.""Ngomong-ngomong teman cowok siapa yang pinjamin kamu jaket? Baik banget, ya dia. Baru beberapa hari kamu pindah udah dapat teman cowok.""Em, ada teman aku. Kalau gitu aku ke kamar dulu, ya, ma.""Iya. Habis ganti pakaian jangan lupa makan. Mama udah siapin.""Iya ma."Lani tersenyum ketika Bella sudah pergi ke kamar. Lani berharap putrinya bisa kembali menjadi Bella yang dulu. Yang tidak menutup diri pada orang lain.******************************"VIAN!"Vian terkesiap dia langsung bangun dari tidurnya. "Ada apa Bell? Lo kenapa?" tanya Vian yang masih mencoba mengumpulkan kesadarannya.Bella tak segan menimpuk Vian dengan buku yang sedang dipegangnya. Membuat Vian meringis."Lo tuh ya gue kan suruh lo kerjain soal. Kenapa lo malah tidur?""Sorry, Bell. Gue ngantuk banget. Soalnya semalam nobar bola bareng Regan sama Beno.""Oh, jadi semalam lo suruh gue tidur duluan biar lo bisa begadang gitu? Pantes aja waktu gue chat lagi langsung centang satu. Lo sengaja matiin hp biar gue gak ganggu lo, kan?"Vian segera menggeleng. "Gak gitu, Bell. Lo salah paham. Gue bisa jelasin.""Gue gak butuh penjelasan lo. Lo sadar gak sih kita itu udah kelas dua belas. Udah waktunya buat belajar persiapan ujian. Emang lo mau nilai lo jelek terus gak keterima di kampus impian lo?""Enggak. Sorry, Bell, gue janji gak akan kayak gitu lagi.""Gue udah males dengar janji-janji lo. Sekarang lo kerjain soal-soal ini waktu lo cuma tiga jam. Awas aja kalau
"Akhirnya tuan putri yang ditunggu-tunggu turun juga," ucap Vian ketika Bella menghampirinya.Bella sudah berpakaian rapi, tapi wajahnya terlihat jelas baru bangun tidur. Bahkan Bella beberapa kali menguap."Lo ngapain pagi-pagi ngajak gue pergi sih? Gue kan masih ngantuk. Masih pengin tidur.""Semalam kan gue udah sempat chat lo kalau kita mau jalan pagi.""Iya, tapi gue gak liat hp soalnya gue semalam begadang sama Sita sama Sani.""Ya udah, kalau lo gak mau pergi gak papa deh. Cancel aja.""Lah? Kok dibatalin sih? Kan gue udah siap-siap.""Iya, tapi lo kayak gak mau pergi gitu. Daripada nanti mood lo gak bagus mendingan gak usah aja." "Gue bukannya gak mau, Yan, tapi gue ngerasa kepagian aja perginya. Kan bisa kita keluarnya siang atau sore.""Gue ngajak pergi pagi karena gak mau kita kena macet, tapi kalau emang lo masih ngantuk ya udah tidur lagi aja.""Gimana sih lo? Gue kan udah siap-siap. Walaupun gue ngantuk, tapi kan gue mau pergi.""Percuma lo mau pergi kalau mood lo aja g
"Kalian yang semangat belajarnya, ya. Apalagi udah naik kelas dua belas. Harus lebih fokus biar nilainya bagus dan bisa masuk kampus impian kalian." Alan berpesan sebelum dia pergi.Saat ini mereka sedang berada di bandara untuk mengantarkan Alan pulang ke Surabaya. "Lo juga semangat. Semoga bisa cepat dapat cewek baru ya biar gak gangguin Bella lagi," ucap Vian yang langsung mendapat tatapan tajam dari Bella."Safe flight ya, Lan. Kalau udah sampe kabarin kita," ujar Sita.Alan mengangguk lalu beralih menatap Sani. "San, kalau yang lain gue minta buat rajin belajar gue minta lo istirahat yang banyak, ya."Sani mengernyitkan keningnya. "Kenapa? Lo mau nilai gue jelek? Lo gak suka gue kalau gue masuk kampus bagus?"Alan segera menggeleng tidak mau membuat Sani salah paham. "Gak gitu. Gue cuma pengin lo bisa atur waktu buat kapan belajar dan kapan istrirahat. Jangan lo gunakan semua waktu lo buat belajar. Manusia juga butuh istirahat. Emang lo mau drop lagi kayak kemarin-kemarin? Sekar
Vian mendekati Sani yang kebetulan sedang duduk di depan kelas. "San, gue minta maaf soal kemarin. Niat gue cuma mau nolongin lo.""San, kok lo diam aja?" Sani mengembuskan napas beralih menatap Vian. Beberapa detik kemudian dia tersenyum. "Gue maafin kok.""Beneran?" Sani mengangguk. "Gue takut banget lo jadi benci sama gue karena kejadian kemarin. Terus bokap lo gimana? Marah sama lo gak?""Awalnya marah, tapi gue mutusin buat ungkapin semua yang selama ini gue pendam ke bokap gue. Karena gue capek selalu diam dan ikutin semua kemauan bokap gue. Syukurnya bokap gue sadar dan minta maaf ke gue. Bahkan hubungan kita udah jauh lebih baik."Vian tersenyum lega. Usahanya berhasil. "Syukur deh. Gue lega dengarnya. Soalnya dari kemarin Bella gak tenang banget.""Bella? Gak tenang gimana?""Ya dia takut lo malah diamuk sama bokap lo. Makanya dia jadi kepikiran terus.""Thanks ya, udah mau bantuin gue. Emang sih gue marah karena tindakan lo yang bisa dibilang lumayan membahayakan gue, tap
"Lo berdua ngapain ke sini?" Sani terlihat tidak senang ketika Vian dan Bella datang ke rumahnya.Mungkin kalau tidak ada mamanya Sani sudah mengusir mereka. Karena saat ini dia sedang tidak ingin bertemu dengan siapapun."Gue mau ketemu bokap lo."Sani mengerutkan keningnya. "Mau ngapain?" Tentu saja Sani heran karena tidak biasanya Vian ingin bertemu dengan papanya. "Mau kasih oleh-oleh dari bokap gue.""Harus banget nunggu bokap gue? Gak bisa dititipin ke gue?"Vian menggeleng. "Bokap gue udah kasih amanah buat gue untuk kasih langsung ke bokap lo tanpa perantara.""Tapi bokap gue baliknya malam. Lo mau nunggu lama?""Gak papa kok. Lagian kita juga gak ada urusan mendadak sih. Jadi kita bisa nunggu lama. Iya kan, Bell?"Bella hanya mengangguk.Sani mengembuskan napas kasar. Terlihat jelas dia tidak suka, tapi dia tidak bisa melakukan apapun selain membiarkan mereka.***"Loh, ada Vian." Irvan, papa Sani yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Untungnya mereka tidak dibuat menun
"Kenapa lo baru bilang kalau lo mau balik ke Surabaya? Kenapa lo cuma ngomong ke Bella? Kenapa gue enggak? Emang teman lo Bella doang?" Pertanyaan beruntun diberikan Sita pada Alan saat Alan memberitahunya kalau dia akan kembali ke Surabaya."Makanya sekarang gue bilang ke lo kan.""Tapi kenapa baru sekarang? Kenapa gak dari lama? Bella udah tahu duluan. Lo gak anggap gue teman lo, ya? Iya, gue tahu emang gue jarang ngobrol sama lo, tapi kan setidaknya gue juga harus tahu." Ekspresi Sita terlihat kesal.Alan mengembuskan napasnya sejenak. "Oke, gue salah. Gue minta maaf karena baru ngomongnya sekarang. Lo mau kan maafin gue? Gue traktir apapun yang lo mau sebelum gue balik."Sita menatap Alan sinis. "Lo pikir gue bisa disuap sama makanan?""Gak gitu, Ta. Gue cuma pengin lo maafin gue aja. Kalau lo gak mau gue traktir terus lo mau gue gimana biar bisa lo maafin?"Sita terdiam cukup lama sembari sibuk dengan ponselnya. "Gue mau lo hari ini beliin semua yang gue mau. Nih listnya." Sita m