Share

Part 5

Author: MarniHL
last update Last Updated: 2023-02-12 22:07:26

Bella berjalan menuju kelas Vian. Bella ingin mengembalikan jaket cowok itu. Semalam, Bella sudah menaruhnya di dalam tas agar tidak lupa.

“Eh, ini anak baru yang ditaksir Vian, ya? Cantik sih, tapi gak cantik-cantik amat. Cantikan juga gue.”

“Iyalah. Cantikan lo kemana-mana kali. Kayaknya Vian dipelet deh sama dia.”

Bella mendengar omongan mereka, tapi Bella mengabaikannya. Bella merasa tidak penting mengurus hal sepele seperti itu. Lagipula Bella sudah biasa mendapat omongan seperti itu. Baginya itu hanyalah hal biasa.

“Pagi Bella. Tumben ke kelas kita. Mau cari Vian, ya?” ucap Regan sembari tersenyum.

Bella hanya mengangguk.

“Vian belum datang. Kayaknya dia datang telat.”

“Boleh minta tolong?” pinta Bella.

“Boleh-boleh. Mau minta tolong apa?”

Bella memberikan jaket Vian. “Tolong kasih ke Vian.”

Regan pun menerimanya. “Oke Bell.”

Regan menoleh pada kedua cewek yang tadi menjelek-jelekan Bella. Sampai sekarang pun keduanya masih membicarakan Bella.

“Lo berdua gak ada kerjaan, ya? Pagi-pagi udah gosipin orang. Ngaca dulu sana,” omel Regan.

Kedua cewek itu kesal, lalu pergi dari sana.

“Gak usah dipikirin ya, Bell. Mereka berdua emang tukang gosip. Hampir satu sekolah mereka jelek-jelekin. Ngerasa paling sempurna.”

“Gue gak papa, kok. Gue ke kelas dulu.”

***

“Bella.” Bella berpapasan dengan Vian.

Bella menatap Vian sejenak. Penampilan Vian tampak berantakan. Baju seragamnya kusut dan tidak dimasukkan. Wajahnya terlihat seperti baru bangun tidur dan matanya merah.

Bella tidak habis pikir kenapa murid cewek di sini menyukai Vian dengan penampilan yang berantakan seperti itu?

Vian tersenyum. “Darimana? Kelas lo kan di sana.”

“Kelas lo. Balikin jaket,” jawab Bella singkat.

“Sama-sama.”

“Makasih.” Bella malah lupa mengucapkan terima kasih.

“Gue kan udah nolongin lo. Gue boleh minta imbalan gak?”

Bella terdiam sejenak. Bella pikir Vian menolongnya dengan ikhlas. Ternyata Vian malah meminta imbalan. Memang benar, di dunia ini tidak ada yang gratis. Harusnya Bella tidak boleh langsung menilai kalau Vian cukup baik dibandingkan penampilannya.

“Boleh gak?” tanya ulang Vian.

Bella membuka tasnya membuat Vian menatap bingung. Bella mengeluarkan kotak bekal, lalu memberikannya pada Vian.

“Kita impas.” Setelah Vian menerima kotak bekalnya, Bella pun pergi.

Vian menatap kotak bekal tersebut sembari tersenyum. Meskipun Vian menginginkan imbalan yang lain, tapi Vian cukup senang. Kapan lagi dia bisa mendapat makanan dari Bella.

***

“Bell, ayo makan. Lo bawa bekal, kan?” tanya Sita.

Sita sudah mengeluarkan kotak bekalnya dari dalam tas.

Bella terdiam. Bekalnya sudah dia berikan pada Vian. Semalam, Sita mengirim pesan pada Bella. Sita menyuruh Bella untuk membawa bekal agar mereka tidak perlu mengantre lama di kantin. Bella malah lupa dan memberikannya pada Vian. Karena Vian meminta imbalan, Bella tidak tahu harus memberikan apa. Yang terlintas di pikirannya hanya kotak bekalnya.

“Bell? Kok diam?”

“Em, sorry, Sit, gue lupa. Ketinggalan padahal udah disiapin.” Bella berbohong. Bella sengaja karena kalau dia jawab jujur sudah pasti Sita menggodanya.

“Ya udah, gak papa. Ayo ke kantin.”

“Gak usah. Gue pergi sendiri saja.” Bella menolak.

“Udah gak papa. Gue juga sekalian mau beli minum kok. Ayo.” Sita merangkul Bella, kemudian mereka pergi.

***

Bella menahan napas ketika melihat banyak murid yang berdesak-desakan di kantin. Bella berharap jangan sampai bertemu dengan Vian. Karena Sita nanti akan mengetahui kalau Bella berbohong.

“Sit, lo cari tempat biar gue yang beli minum buat lo.”

“Oke.” Bella pergi membeli makan, sedangkan Sita pergi mencari meja kosong.

“Duduk di mana, ya? Meja pada penuh lagi.” Sita bergumam melihat semua meja yang sudah penuh.

“Setan!” Sita menoleh ketika pundaknya ditepuk oleh seseorang.

Sita seketika kesal ketika tahu kalau orang tersebut adalah Regan. “Nama gue Sita bukan setan. Gila lo!”

Regan cengengesan. “Sorry, habisnya gue lupa nama lo.”

“Kalau lupa mending gak usah dipanggil. Gue dikasih nama bagus-bagus sama orang tua gue, malah dipanggil setan.”

“Sorry deh. Lo cari tempat kosong, kan? Gabung saja. Kebetulan gue masih dapat meja.”

Sita menatap Regan sinis. “Kebetulan apanya? Jelas-jelas lo sama teman-teman lo ada meja sendiri.”

Memang Vian, Regan, dan Beno memiliki tetap di kantin. Dimana hanya boleh mereka bertiga yang duduk di situ. Dan murid-murid yang lain patuh. Mereka tidak pernah duduk di tempat itu termasuk Sita.

“Halo Sikat.” Beno menyapa Sita dengan senyum lebar.

Sita melotot. “Sita! Nama gue Sita bukan Sikat! Suka banget ganti-ganti nama gue. Gak Regan, gak lo sama aja!” ujar Sita kesal.

“Sorry, Sit, gue lupa mulu sama nama lo.”

“Udah lo duduk aja ...”

“Sita,” potong Sita cepat. Sebelum Vian menjadi orang ketiga yang mengubah namanya menjadi lebih aneh.

“Iya Sita. Lo duduk aja.”

“Bella mana, Sit?” Vian bertanya.

“Lagi beli makan. Padahal semalam gue sudah suruh dia bawa bekal biar gak perlu beli di kantin lagi. Soalnya kan lama banget. Yang ada keburu masuk. Mana hari ini jamnya Ibu Heni. Kalau masuk telat disuruh nulis kata maaf lima ribu kali. ”

“Emang galak Bu Heni. Waktu gue telat pas jamnya dia aja gue disuruh ngajar gantiin dia. Mana kalau ngajarnya gak benar digebukin lagi.” Regan menimpali.

Beno tertawa. “Asli lucu banget. Seketika langsung jadi gagap.”

“Kalau lo jadi gue juga lo bakal gagap.”

Vian menatap kotak bekal pemberian Bella. Rupanya Bella berbohong pada Sita. Padahal Bella malah memberikan kotak bekalnya pada Vian.

Vian merasa tidak enak pada Bella. Harusnya tadi Vian menolak.

“Tumben lo bawa bekal, Yan,” sahut Beno melirik kotak bekal yang dipegang Vian.

Regan ikut melirik. “Lah, iya juga. Kok gue baru nyadar? Padahal dia udah bawa dari kelas, kan?”

Beno dan Regan tahu kalau Vian paling malas membawa bekal. Jangankan bekal, buku saja kadang Vian tidak bawa.

“Gue gak bawa bekal, gue dikasih.”

“Dikasih? Sama siapa? Tumben lo terima makanan dari cewek. Biasanya mana pernah lo mau terima.”

“Bener. Lo sendiri yang bilang gak akan mau terima barang apapun dari cewek manapun.” Regan menimpali.

Cukup banyak cewek di sekolah ini yang mengagumi Vian. Mereka selalu memberikan makanan ataupun hadiah pada Vian, tapi selalu Vian tolak. Bukannya tidak menghargai, hanya saja Vian tidak mau membuat mereka salah paham karena menerima pemberian mereka.

Waktu itu Vian pernah menerima hadiah dari seorang cewek. Cewek itu salah paham dan mengira Vian menyukainya. Akhirnya Vian harus terlibat perkelahian dengan kakak cewek tersebut karena merasa Vian mempermainkan cewek itu. Sejak saat itu, Vian memutuskan untuk tidak akan mau menerima pemberian dari cewek manapun.

“Jawab Yan. Ini bukan soal Matematika yang bikin lo harus susah mikir.”

“Dikasih Bella.”

Ketiganya terkejut. “Bella?!”

******************************

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ARABELLA   Epilog

    "VIAN!"Vian terkesiap dia langsung bangun dari tidurnya. "Ada apa Bell? Lo kenapa?" tanya Vian yang masih mencoba mengumpulkan kesadarannya.Bella tak segan menimpuk Vian dengan buku yang sedang dipegangnya. Membuat Vian meringis."Lo tuh ya gue kan suruh lo kerjain soal. Kenapa lo malah tidur?""Sorry, Bell. Gue ngantuk banget. Soalnya semalam nobar bola bareng Regan sama Beno.""Oh, jadi semalam lo suruh gue tidur duluan biar lo bisa begadang gitu? Pantes aja waktu gue chat lagi langsung centang satu. Lo sengaja matiin hp biar gue gak ganggu lo, kan?"Vian segera menggeleng. "Gak gitu, Bell. Lo salah paham. Gue bisa jelasin.""Gue gak butuh penjelasan lo. Lo sadar gak sih kita itu udah kelas dua belas. Udah waktunya buat belajar persiapan ujian. Emang lo mau nilai lo jelek terus gak keterima di kampus impian lo?""Enggak. Sorry, Bell, gue janji gak akan kayak gitu lagi.""Gue udah males dengar janji-janji lo. Sekarang lo kerjain soal-soal ini waktu lo cuma tiga jam. Awas aja kalau

  • ARABELLA   Part 120

    "Akhirnya tuan putri yang ditunggu-tunggu turun juga," ucap Vian ketika Bella menghampirinya.Bella sudah berpakaian rapi, tapi wajahnya terlihat jelas baru bangun tidur. Bahkan Bella beberapa kali menguap."Lo ngapain pagi-pagi ngajak gue pergi sih? Gue kan masih ngantuk. Masih pengin tidur.""Semalam kan gue udah sempat chat lo kalau kita mau jalan pagi.""Iya, tapi gue gak liat hp soalnya gue semalam begadang sama Sita sama Sani.""Ya udah, kalau lo gak mau pergi gak papa deh. Cancel aja.""Lah? Kok dibatalin sih? Kan gue udah siap-siap.""Iya, tapi lo kayak gak mau pergi gitu. Daripada nanti mood lo gak bagus mendingan gak usah aja." "Gue bukannya gak mau, Yan, tapi gue ngerasa kepagian aja perginya. Kan bisa kita keluarnya siang atau sore.""Gue ngajak pergi pagi karena gak mau kita kena macet, tapi kalau emang lo masih ngantuk ya udah tidur lagi aja.""Gimana sih lo? Gue kan udah siap-siap. Walaupun gue ngantuk, tapi kan gue mau pergi.""Percuma lo mau pergi kalau mood lo aja g

  • ARABELLA   Part 119

    "Kalian yang semangat belajarnya, ya. Apalagi udah naik kelas dua belas. Harus lebih fokus biar nilainya bagus dan bisa masuk kampus impian kalian." Alan berpesan sebelum dia pergi.Saat ini mereka sedang berada di bandara untuk mengantarkan Alan pulang ke Surabaya. "Lo juga semangat. Semoga bisa cepat dapat cewek baru ya biar gak gangguin Bella lagi," ucap Vian yang langsung mendapat tatapan tajam dari Bella."Safe flight ya, Lan. Kalau udah sampe kabarin kita," ujar Sita.Alan mengangguk lalu beralih menatap Sani. "San, kalau yang lain gue minta buat rajin belajar gue minta lo istirahat yang banyak, ya."Sani mengernyitkan keningnya. "Kenapa? Lo mau nilai gue jelek? Lo gak suka gue kalau gue masuk kampus bagus?"Alan segera menggeleng tidak mau membuat Sani salah paham. "Gak gitu. Gue cuma pengin lo bisa atur waktu buat kapan belajar dan kapan istrirahat. Jangan lo gunakan semua waktu lo buat belajar. Manusia juga butuh istirahat. Emang lo mau drop lagi kayak kemarin-kemarin? Sekar

  • ARABELLA   Part 118

    Vian mendekati Sani yang kebetulan sedang duduk di depan kelas. "San, gue minta maaf soal kemarin. Niat gue cuma mau nolongin lo.""San, kok lo diam aja?" Sani mengembuskan napas beralih menatap Vian. Beberapa detik kemudian dia tersenyum. "Gue maafin kok.""Beneran?" Sani mengangguk. "Gue takut banget lo jadi benci sama gue karena kejadian kemarin. Terus bokap lo gimana? Marah sama lo gak?""Awalnya marah, tapi gue mutusin buat ungkapin semua yang selama ini gue pendam ke bokap gue. Karena gue capek selalu diam dan ikutin semua kemauan bokap gue. Syukurnya bokap gue sadar dan minta maaf ke gue. Bahkan hubungan kita udah jauh lebih baik."Vian tersenyum lega. Usahanya berhasil. "Syukur deh. Gue lega dengarnya. Soalnya dari kemarin Bella gak tenang banget.""Bella? Gak tenang gimana?""Ya dia takut lo malah diamuk sama bokap lo. Makanya dia jadi kepikiran terus.""Thanks ya, udah mau bantuin gue. Emang sih gue marah karena tindakan lo yang bisa dibilang lumayan membahayakan gue, tap

  • ARABELLA   Part 117

    "Lo berdua ngapain ke sini?" Sani terlihat tidak senang ketika Vian dan Bella datang ke rumahnya.Mungkin kalau tidak ada mamanya Sani sudah mengusir mereka. Karena saat ini dia sedang tidak ingin bertemu dengan siapapun."Gue mau ketemu bokap lo."Sani mengerutkan keningnya. "Mau ngapain?" Tentu saja Sani heran karena tidak biasanya Vian ingin bertemu dengan papanya. "Mau kasih oleh-oleh dari bokap gue.""Harus banget nunggu bokap gue? Gak bisa dititipin ke gue?"Vian menggeleng. "Bokap gue udah kasih amanah buat gue untuk kasih langsung ke bokap lo tanpa perantara.""Tapi bokap gue baliknya malam. Lo mau nunggu lama?""Gak papa kok. Lagian kita juga gak ada urusan mendadak sih. Jadi kita bisa nunggu lama. Iya kan, Bell?"Bella hanya mengangguk.Sani mengembuskan napas kasar. Terlihat jelas dia tidak suka, tapi dia tidak bisa melakukan apapun selain membiarkan mereka.***"Loh, ada Vian." Irvan, papa Sani yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Untungnya mereka tidak dibuat menun

  • ARABELLA   Part 116

    "Kenapa lo baru bilang kalau lo mau balik ke Surabaya? Kenapa lo cuma ngomong ke Bella? Kenapa gue enggak? Emang teman lo Bella doang?" Pertanyaan beruntun diberikan Sita pada Alan saat Alan memberitahunya kalau dia akan kembali ke Surabaya."Makanya sekarang gue bilang ke lo kan.""Tapi kenapa baru sekarang? Kenapa gak dari lama? Bella udah tahu duluan. Lo gak anggap gue teman lo, ya? Iya, gue tahu emang gue jarang ngobrol sama lo, tapi kan setidaknya gue juga harus tahu." Ekspresi Sita terlihat kesal.Alan mengembuskan napasnya sejenak. "Oke, gue salah. Gue minta maaf karena baru ngomongnya sekarang. Lo mau kan maafin gue? Gue traktir apapun yang lo mau sebelum gue balik."Sita menatap Alan sinis. "Lo pikir gue bisa disuap sama makanan?""Gak gitu, Ta. Gue cuma pengin lo maafin gue aja. Kalau lo gak mau gue traktir terus lo mau gue gimana biar bisa lo maafin?"Sita terdiam cukup lama sembari sibuk dengan ponselnya. "Gue mau lo hari ini beliin semua yang gue mau. Nih listnya." Sita m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status