Home / Romansa / ASHOLE / Pesan Makanan

Share

Pesan Makanan

Author: QurratiAini_
last update Last Updated: 2021-08-29 01:23:34

Nuansa cafe sangat nyaman sekali. Interiornya pun didesain sedemikian rupa hingga begitu memanjakan para pelanggan.

Naya dan Rio telah duduk di sini sejak setengah jam yang lalu. Tak ingin menampik, perut Rio sudah sangat keroncongan sekarang. Sumpah demi Alex! Ia sangat lapar.

Maka dari itu secara perlahan ia memandang pada seorang wanita yang duduk di depannya itu.

"Lo udah makan, Nay?" tanya Rio tanpa basa basi.

Naya langsung ngangkat tengkuk. Ia menatap balik Rio hingga tatapan mereka bertemu untuk beberapa saat. "Belum lah. Ngapain gue ke sini kalo gue udah makan," tukas Naya memutar bola matanya malas.

Akibatnya Rio jadi mencibir. "Siapa tau aja, 'kan, lo ke sini mau kerja? Gue liatin dari tadi nge-cek hape mulu." Rio tak mau kalah.

"Kalo gue ke cafe, ya, berarti gue belum makan lah! Ngapain gue kerja di cafe. Gue punya ruang khusus pribadi di kantor," sahut Naya balik sambil ngotot.

"Mungkin aja, Ya! Mungkin aja!" Rio balas ngegas. Gedek juga, 'kan, jadinya? "Lagian gaya amat lo mentang-mentang punya ruang pribadi."

"K e n y a t a a n," tekan Naya pada tiap hurufnya.

Kini giliran Rio yang memutar bola matanya malas. Bisa songong juga nih cewek rupanya.

Beberapa saat berlalu, seolah disadarkan oleh sesuatu, tiba-tiba Naya menatap Rio seraya memicingkan mata penuh curiga.

Rio jadi menaikkan sebelah alisnya. "Apa?" tanya Rio seraya mengangkat dagu menantang.

"Lo stalkerin gue, ya?!" tuduh Naya tiba-tiba sambil menunjuk-nunjuk wajah Rio. "Wah, parah, sih, ini!" serunya. Naya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan eskpresi syok, tak menyangka.

"Mata juga mata gue. Jadi, ya terserah gue," balas Rio lempeng.

Kelewat lempeng sampai ingin sekali rasanya Naya menggeplak kepalanya.

Rio tertawa melihat ekspresi yang wanita cantik di hadapannya ini tampilkan. Seperti mau marah, tapi ditahan. Asal tau aja jatuhnya malah ngegemesin bangsat.

Sampai-sampai rasanya netranya ini enggan berpaling dari wanita ini yang baru saja ia temui beberapa saat yang lalu. Bahkan belum ada satu jam waktu berjalan.

Rio memandang Naya dengan tatapan yang sangat intens. Ya ... terserahlah apapun itu, yang penting Rio sudah sangat kelaparan. Maka dari itu ia menuturkan tanya. "Berhubung kita sama-sama belum makan, gue pesen makanan, ya?"

Dan tanpa menunggu jawaban dari Naya karena Rio tak butuh juga, ia segera mengangkat tangan sebagai isyarat untuk memanggil waiter. Sementara Naya hanya diam sambil memperhatikan apa yang Rio lakukan.

Tak berselang lama salah satu dari waiter datang menghampiri. Seorang wanita berbaju seragam khas pegawai cafe yakni perpaduan merah dan putih menyerahkan buku menu yang langsung disambut oleh Rio dengan baik.

Rio memperhatikan dengan seksama jenis makanan apa saja yang tersedia. Ternyata ada banyak sekali sampai-sampai bikin Rio bingung mau pesen apa.

"Kamu mau pesen apa, Ya?"

Naya yang awalnya duduk bersandar langsung menegakkan tubuhnya menjadi tegap setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan Rio barusan.

Perlahan jemariannya terulur untuk meraih buku menu yang saat ini berada di genggaman Rio. "Coba aku liat dulu."

Akan tetapi, Rio menyangkalnya. "Bentar," ujarnya meminta Naya menunggu. Pasalnya ia sendiri belum menentukan hendak pesan apa.

Hal itu bikin Naya jadi jutek. Ia melirik sang waiter. Dari tatapannya saja sudah jelas ia minta buku menu yang lain. Akan tetapi, ucapan si waiter bikin Naya tak bisa apa-apa selain diam.

"Maaf, gak ada buku menu yang lain, Mbak. Cuma satu, jadi gantian aja, ya."

Setelah berpikir kilat akhirnya Rio putuskan untuk pesan ayam saos keju + nasinya saja. "Saya pesen ayam saos keju, ya, Mbak. Sekalian nasi, 'kan, ini?"

Mastiin aja. Sekalinya sudah dipesan ternyata tak ada nasi, 'kan, yang gak enak Rio juga nanti. Pasalnya ia lapar sekarang dan tak akan lega kalau tak makan nasi. Indonesia asli, nih, Bos!

Kini atensi Rio sepenuhnya teralih pada wanita di depannya. Rio memandangi Naya yang cuma diam sedari tadi. Ia bertanya dengan suara berat yang begitu lembut. "Kamu mau pesen apa, Sayang?" Suaranya sangat sopan masuk ke gendang telinga.

Akan tetapi, ia malah dapat tatapan sinis dari Naya. Sudah terlanjur dibuat kesal hati. Tadi nanya mau pesan apa. Sekalinya diminta buku menu malah pesen sendiri. Stres sia.

"Siniin buku menu-nya," tukas Naya dengan ketus.

Rio langsung menyerahkannya. Seraya tertawa ia bertutur. "Nggak usah jutek-jutek gitu lah," ujarnya sambil tertawa entah di mana letak kelucuannya.

Naya tak terpengaruh sama sekali.

Akan tetapi, sepertinya yang terpesona justru si waiter. Bahkan ia melamun beberapa saat sambil memandangi wajah rupawan milik Rio. Apalagi ketika laki-laki pelanggannya itu tertawa. Level ketampanannya jadi meningkat berkali-kali lipat. No tipu-tipu!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ASHOLE   Parah

    Naya melotot bungkam atas apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Telapak tangannya menutup mulut. Terlalu syok atas apa yang disaksikannya.Bagaimana tidak? Secara jelas Naya melihat bahwa Rio baru saja menampar kepala anak kecil itu hingga kepalanya terputar dan tubuh mungil itu tersungkur.Tidak ingin Rio berbuat lebih lagi, Naya terburu-buru menyampirkan tas yang ia kenakan di pundak kemudian segera mengambil langkah menuju posisi Rio berada.Bukankah Rio terlalu berlebihan? Ini hanyalah masalah sepele. Cuma soal es fanta harga lima ribuan, tak seharusnya Rio melakukan hal sejahat itu. Emosi Naya benar-benar terpancing untuk datang."Rio!" teriaknya saat sudah dekat.Membuat si empunya nama menoleh pada panggilan dari suara yang sudah ia kenali jelas siapa pemiliknya.Raut Naya tampak datar. Tatapan matanya amat tajam menghunus Rio. Ia hanya melirik laki-laki itu sekilas dengan ekor matanya, terlalu menunjukkan secara terang-ter

  • ASHOLE   Basah

    "Neng, beli fanta gak?"Teguran tersebut mengalihkan atensi Naya dan Rio yang sedang bercengkrama. Terlihat seorang laki-laki paruh baya berkulit hitam legam menghampiri mereka dengan membawa sebuah nampan berukuran cukup besar yang di atasnya tersusun gelas-gelas plastik yang biasanya dipakai untuk wadah pop ice. Namun, kali ini wadah tersebut diisi oleh air fanta berwarna merah, oren, dan biru keunguan.Rio menelisik pedagang tersebut. Sudah sangat biasa jika berkunjung ke sebuah tempat wisata atau pun tempat-tempat sejenisnya, maka ada saja pedagang-pedagang es, gorengan, jajan-jajanan tusuk, yang berniaga dengan berjalan-jalan menghampiri para pengunjung. Baik yang sedang berjalan menulusuri tempat, terlebih sedang duduk bersantai pada bangku yang telah disediakan, contohnya mereka.Ia tak mau beli. Sayang duit jika dibelikan barang tak berguna. Membiarkan pedagang tersebut tetap di sini, Rio hendak melihat Naya. Apaka

  • ASHOLE   Membantu

    Naya meraih nampan yang ada di samping kaki Rio. Kemudian ia menaruh gelasnya di atas sana. Ia juga mengambil gelas kosong Rio untuk ditaruh di atas nampan juga."Taruh aja di bawah nanti mamangnya ngambil ke sini sendiri," kata Rio."Eh, iyakah?"Rio mengangguk ringan sebagai respon untuk pertanyaan Naya. Maka gadis itu menurut. Ia menaruh nampan berisi dua gelas yang telah kosong tadi di samping kursinya.Setidaknya ia sudah merasa segar dan lebih baik dari kondisi tadi meski sinar mentari bersinar terang di bumi Jakarta. Namun, rasanya lega sudah melepas dahaga dengan minum es tebu yang sangat menyegarkan.Pun di belakang tempat duduknya terdapat pohon bintaro yang melindungi dari paparan sinar matahari."Ayok, tadi mau cerita apa? Biar aku dengerin, deh.""Oh." Rio mengangguk. "Aku sebenernya ke Jakarta itu gak serta merta ikut kata hati aja, sih, kare

  • ASHOLE   Es Batu

    Naya memiringkan kepala hendak lebih fokus mendengar jawaban apa yang akan Rio berikan."Maybe karena tebu itu cuma diambil airnya doang terus tebunya dibuang. Kalo buah lain, 'kan, sekalian sama buah-buahnya diblender terus ditambahin air. Kalau jus teksturnya juga kental karena buahnya ikut nyatu sama airnya pas diblender. Kalo tebu, kan, tektsurnya cair karena cuma diambil airnya doang. Eh, tapi gak tau, deh, soalnya gue ngarang."Seketika Naya terbahak dengan kencang. Memang asem si Rio. Padahal dirinya sudah sangat serius mendengarkan penjelasan dari awal, tapi keterangan diakhir tadi sangat membagongkan, huh!"Lagian kalo masalah buah nyatu atau enggak, jus timun disaring loh. Kan, buahnya keras tuh. Nah, selesai diblender ampasnya dibuang yang diminum cuman airnya aja. Hayoloh, namanya tetep jus timun bukan es timun. Malahan bikinnya dicampur air pemanis gitu, 'kan? Gak asli air sari dari buah itu sendiri k

  • ASHOLE   Jus / Es

    Rio menerima nampan berisi dua gelas es tebu yang diulurkan oleh penjualnya. Minuman berwarna kuning itu tampak menyegarkan sekali. Terlebih dahulu Rio menaruh nampan tersebut di atas kaca berisi tebu yang telah dipotong sekira-kira berukuran seperempat meter.Kemudian ia mengeluarkan dompet dari saku celana. "Berapa, Mang?""Kayak biasa," jawab si mamang seadanya.Rio tak menjawab lagi. Ia mengangguk saja lalu mengeluarkan satu-satunya lembar uang yang ada di dalam dompet tersebut untuk dibayarkan."Uangnya gede banget. Uang kecil gak ada?"Gelengan kepala Rio berikan sebagai jawabannya. Mau tak mau si mamang memberi kembalian uang berwarna biru satu dan yang berwarna hijau dua.Namun, beberapa selang pembelinya ini tak jua beranjak dari stand-nya padahal uang kembalian sudah diberi? Maka dari itu ia bertanya, "Kenapa lagi?""Loh ini cuman 90 ribu sosokny

  • ASHOLE   Es Tebu

    Dua pasang manusia yang menjadi sorot titik fokus dalam cerita ini akhirnya tiba di kedai ice cream yang mereka hendak tuju.Wanita itu bahkan sampai menge-cek hape-nya sekedar untuk mencocokkan sebuah foto temannya—yang kemarin merekomendasikan tempat es krim enak padanya—sedang berpose tepat di depan pintu kedai."Bener, 'kan?"Entah berapa kali Naya mengajukan pertanyaan yang sama sampai Rio bosan mendengarnya."Udah dicocokin belum? Kalau sama, ya, berarti ini tempatnya," jawab Rio lempeng."Coba, deh, kamu liat."Naya menyuruh Rio untuk mengamati fotonya. Namun, Rio malas nunduk-nunduk untuk melihatnya. Pun matahari sedang bersinar dengan terang membuat pandangan Rio pada benda dengan layar seperti kaca itu silau."Kayaknya bener ini."Akhirnya Rio menjawab asal. Namun, sayangnya Naya tampak belum puas.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status