Share

Pesan Makanan

Nuansa cafe sangat nyaman sekali. Interiornya pun didesain sedemikian rupa hingga begitu memanjakan para pelanggan.

Naya dan Rio telah duduk di sini sejak setengah jam yang lalu. Tak ingin menampik, perut Rio sudah sangat keroncongan sekarang. Sumpah demi Alex! Ia sangat lapar.

Maka dari itu secara perlahan ia memandang pada seorang wanita yang duduk di depannya itu.

"Lo udah makan, Nay?" tanya Rio tanpa basa basi.

Naya langsung ngangkat tengkuk. Ia menatap balik Rio hingga tatapan mereka bertemu untuk beberapa saat. "Belum lah. Ngapain gue ke sini kalo gue udah makan," tukas Naya memutar bola matanya malas.

Akibatnya Rio jadi mencibir. "Siapa tau aja, 'kan, lo ke sini mau kerja? Gue liatin dari tadi nge-cek hape mulu." Rio tak mau kalah.

"Kalo gue ke cafe, ya, berarti gue belum makan lah! Ngapain gue kerja di cafe. Gue punya ruang khusus pribadi di kantor," sahut Naya balik sambil ngotot.

"Mungkin aja, Ya! Mungkin aja!" Rio balas ngegas. Gedek juga, 'kan, jadinya? "Lagian gaya amat lo mentang-mentang punya ruang pribadi."

"K e n y a t a a n," tekan Naya pada tiap hurufnya.

Kini giliran Rio yang memutar bola matanya malas. Bisa songong juga nih cewek rupanya.

Beberapa saat berlalu, seolah disadarkan oleh sesuatu, tiba-tiba Naya menatap Rio seraya memicingkan mata penuh curiga.

Rio jadi menaikkan sebelah alisnya. "Apa?" tanya Rio seraya mengangkat dagu menantang.

"Lo stalkerin gue, ya?!" tuduh Naya tiba-tiba sambil menunjuk-nunjuk wajah Rio. "Wah, parah, sih, ini!" serunya. Naya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan eskpresi syok, tak menyangka.

"Mata juga mata gue. Jadi, ya terserah gue," balas Rio lempeng.

Kelewat lempeng sampai ingin sekali rasanya Naya menggeplak kepalanya.

Rio tertawa melihat ekspresi yang wanita cantik di hadapannya ini tampilkan. Seperti mau marah, tapi ditahan. Asal tau aja jatuhnya malah ngegemesin bangsat.

Sampai-sampai rasanya netranya ini enggan berpaling dari wanita ini yang baru saja ia temui beberapa saat yang lalu. Bahkan belum ada satu jam waktu berjalan.

Rio memandang Naya dengan tatapan yang sangat intens. Ya ... terserahlah apapun itu, yang penting Rio sudah sangat kelaparan. Maka dari itu ia menuturkan tanya. "Berhubung kita sama-sama belum makan, gue pesen makanan, ya?"

Dan tanpa menunggu jawaban dari Naya karena Rio tak butuh juga, ia segera mengangkat tangan sebagai isyarat untuk memanggil waiter. Sementara Naya hanya diam sambil memperhatikan apa yang Rio lakukan.

Tak berselang lama salah satu dari waiter datang menghampiri. Seorang wanita berbaju seragam khas pegawai cafe yakni perpaduan merah dan putih menyerahkan buku menu yang langsung disambut oleh Rio dengan baik.

Rio memperhatikan dengan seksama jenis makanan apa saja yang tersedia. Ternyata ada banyak sekali sampai-sampai bikin Rio bingung mau pesen apa.

"Kamu mau pesen apa, Ya?"

Naya yang awalnya duduk bersandar langsung menegakkan tubuhnya menjadi tegap setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan Rio barusan.

Perlahan jemariannya terulur untuk meraih buku menu yang saat ini berada di genggaman Rio. "Coba aku liat dulu."

Akan tetapi, Rio menyangkalnya. "Bentar," ujarnya meminta Naya menunggu. Pasalnya ia sendiri belum menentukan hendak pesan apa.

Hal itu bikin Naya jadi jutek. Ia melirik sang waiter. Dari tatapannya saja sudah jelas ia minta buku menu yang lain. Akan tetapi, ucapan si waiter bikin Naya tak bisa apa-apa selain diam.

"Maaf, gak ada buku menu yang lain, Mbak. Cuma satu, jadi gantian aja, ya."

Setelah berpikir kilat akhirnya Rio putuskan untuk pesan ayam saos keju + nasinya saja. "Saya pesen ayam saos keju, ya, Mbak. Sekalian nasi, 'kan, ini?"

Mastiin aja. Sekalinya sudah dipesan ternyata tak ada nasi, 'kan, yang gak enak Rio juga nanti. Pasalnya ia lapar sekarang dan tak akan lega kalau tak makan nasi. Indonesia asli, nih, Bos!

Kini atensi Rio sepenuhnya teralih pada wanita di depannya. Rio memandangi Naya yang cuma diam sedari tadi. Ia bertanya dengan suara berat yang begitu lembut. "Kamu mau pesen apa, Sayang?" Suaranya sangat sopan masuk ke gendang telinga.

Akan tetapi, ia malah dapat tatapan sinis dari Naya. Sudah terlanjur dibuat kesal hati. Tadi nanya mau pesan apa. Sekalinya diminta buku menu malah pesen sendiri. Stres sia.

"Siniin buku menu-nya," tukas Naya dengan ketus.

Rio langsung menyerahkannya. Seraya tertawa ia bertutur. "Nggak usah jutek-jutek gitu lah," ujarnya sambil tertawa entah di mana letak kelucuannya.

Naya tak terpengaruh sama sekali.

Akan tetapi, sepertinya yang terpesona justru si waiter. Bahkan ia melamun beberapa saat sambil memandangi wajah rupawan milik Rio. Apalagi ketika laki-laki pelanggannya itu tertawa. Level ketampanannya jadi meningkat berkali-kali lipat. No tipu-tipu!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status