Eadric melihat ponselnya sepanjang jalan dia menuju kantor Raka siang ini. Dia berpikir tidak mungkin lagi bertemu wanita yang dia foto di lampu merah semalam. Padahal semalam dia tidur berfantasi-kan wajah polos wanita ini.
"Bos kita sudah sampai," suara Ali membuat Ed memasukkan ponselnya ke dalam saku jas.
"Bos apa tidak menelpon Pak Raka dulu mungkin beliau sedang makan diluar kantor karena ini jam makan siang."
"Raka makan siang di luar ? Robot sepertinya pasti akan tetap di kantor meski jam makan siang." Ed tersenyum kepada Ali mengingat betapa gigih temannya yang bernama Raka itu bekerja.
Ketika Ed masuk beberapa karyawan yang mengenalnya sebagai teman dari bos mereka langsung membungkuk memberi hormat.
Ada satu wanita cantik yang melewatinya dengan rok mini yang jelas sekali wanita itu mengumbar keseksian tubuhnya tersenyum menggoda Ed.Dengan jahilnya sebelum pintu lift tertutup Ed mengedipkan satu matanya kepada wanita itu. Ali hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan Ed.
Ali dan Ed sampai di lantai dimana ruangan Raka berada, mereka melihat meja sekertaris kosong sehingga Ed dengan mudah masuk ke dalam ruangan Raka. "Lihat sudah ku bilang Ali teman ku ini tidak akan meninggalkan kantor jika tidak ada paksaan."
"Kau datang? Bukannya janji kita setelah makan siang?"
Seorang wanita mengetuk pintu ruangan Raka membuat Ed tidak jadi berbicara. Wanita itu masuk dengan nampan di tangannya. Makanan yang dibawa wanita itu terlihat sangat menggoda dan aromanya membuat perut Ed minta di isi.
“Apa yang kamu bawa?” tanyanya sambil menatap makanan yang di bawa oleh wanita itu.
“Ayam rend—”
“Buat saya.” Tanpa basa-basi, Ed langsung mengambil nampan itu dan membawanya duduk.
“Tapi itu makan siang Pak Raka,” gumam wanita itu pelan. Dia tampak bingung dan menatap Raka meminta bantuan. Membuat Ed geli melihat ekspresi wanita yang kini terlihat bingung itu.
"Karyawan baru? Nama kamu siapa?" tanya Ed."Nindy, Pak. Asisten Pak Raka.”
"Jangan menggodanya, Ed," ujar Raka jengah.
"Aku hanya bertanya nama bukan alamatnya." Balas Ed dengan santai lalu dia terlihat sangat menikmati makanan itu. “Ini enak sekali. Kamu beli di mana Nindy?”
Raka mendengus mendengar pertanyaan Ed. Bahkan pria itu tidak peduli dengan dua orang yang menatapnya kesal saat ini.
“Saya pesan di teman saya, Pak.”
Ed mengangguk dan berbicara dengan mulut yang penuh, “Beri saya nomornya biar saya bisa beli sendiri nanti.”
Setelah terlihat berpikir Nindy berdehem dan mulai memasang wajah serius, “Tapi teman saya hanya menerima pesanan dengan jumlah banyak, Pak.”
Ed mengangkat wajahnya dan mengangguk, “Tidak masalah. Saya bisa pesan buat kantor saya.”
Wanita bernama Nindy itu menyebutkan nomor teman yang katanya memasak makanan yang sedang Ed nikmati sementara Ali yang menyimpan nomor tersebut.Sudah dari semalam dia sangat suka makan makanan berat seperti ini itu artinya olahraga-nya juga harus ekstra nanti malam.
***
Terik matahari sudah membuat peluh di tubuh Arinda semakin lengket rasanya. Hari ini pagi-pagi sekali dia sudah berangkat menggunakan sepedanya ke salah satu pasar yang tidak jauh dari tempat kost-nya.
Arinda sudah mengikat kotak dengan aman di bagian tengah sepeda untuk meletakkan beberapa bungkus nasi dan juga lauk serta sayur yang sudah siap dia masak untuk dijual di pasar. Berharap ada beberapa orang yang tidak sempat membuat sarapan akan membelinya.
Namun saat dia berhasil mendapatkan lapak untuk dia berjualan ada saja penjual lain yang mengusir dan mengatakan itu adalah tempat berjualan mereka.
Arinda akhirnya memutuskan berkeliling saja di sepanjang jalan di pasar sambil menawarkan jualannya kepada semua orang yang dia lihat.Sudah empat jam dan dia mulai kelelahan. "Nasi ayam kremes, nasi rendang," katanya masih berjalan perlahan sambil mendorong sepedanya. Dari berkeliling di dalam pasar kini Arinda pergi ke pinggir jalan di sekitaran pasar tersebut.
"Arinda. Oi Samosa," panggil suara dari belakangnya dan jika sudah memanggil dengan Samosa pasti dia adalah Ena alias Reina salah satu sahabat Arinda juga. Arinda berhenti dan melihat ke arah belakangnya.
"Apa ?" tanyanya lalu motor yang membawa Reina kini maju ke depan dan sudah berada di sebelahnya.
"Ini siapa pac__," ucap Arinda terhenti karena pelototan Reina yang memberhentikan pertanyaan Arinda.
"Lo lagi ngapain di sini ?" tanya Reina kemudian.
"Jualan nasi. Udah kalau gak mau beli sana deh gue mau lanjut lagi. Eh tunggu lo balik jangan malam-malam terus Ena, ntar ada yang marah baru tau rasa."
"Siapa yang marah ?" tanya pria yang membonceng Reina saat ini.
"Bapaknya," jawab Arinda lalu dia tertawa seorang diri sementara Reina mungkin saat ini ingin menjewer kuping Arinda. "Udah bye gue mau lanjut jualan lagi," kata Arinda melambaikan tangan dan kini dia sudah kembali berteriak menjajakan jualannya kembali.
Dari jam enam pagi kini sudah mencapai pukul sebelas siang, Arinda melihat wadah kotak tempat dia meletakkan jualannya. Masih ada tersisa dua bungkus nasi dan tiga lauk serta sayur, Arinda menarik napas meski tidak sepenuhnya habis tapi dia tetap bersyukur, lagi pula sisa jualannya masih bisa dia makan di kost nanti.
Arinda pun ingin pergi dari jalanan pasar yang kini sudah penuh tapi rejekinya datang karena satu buah mobil berhenti di sebelahnya dan wajah seorang wanita cantik bertanya kepadanya.
"Kamu jualan apa ? Nasi atau hanya kue saja," tanya wanita itu.
"Nasi kak. Ada ayam kremes ada juga yang ayam rendang," jawab Arinda masih tersenyum dengan ramah.
"Pas kalau gitu saya memang lagi cari nasi. Saya mau keduanya deh ya," kata wanita itu lalu memberikan selembar uang kertas berwarna merah kepada Arinda.
Dia lagi mengambil uang kembaliannya namun kemudian mobil tersebut sudah pergi. Arinda sudah memanggil tapi nyatanya mobil itu pergi begitu saja."Cantik,kaya, baik lagi." Arinda mengatakan hal itu sambil mendamba. Sedetik kemudian dia tersenyum sendiri lalu benar-benar meninggalkan pasar.
Kayuh sepedanya berhenti tepat di depan kost dia turun kemudian mengunci sepedanya di parkiran yang tersedia.
"Arinda," sapa Anton yang sepertinya baru ingin keluar."Eh Bang Anton ada apa ?"
"Teman-teman saya memuji masakan kamu mereka bilang makanan kamu luar biasa enak," kata Anton membuat senyum Arinda merekah.
"Makasih ya bang atas orderannya."
"Iya sama-sama. Oh ya kamu ada acara gak nanti malam," tanya Anton dan Arinda yang tidak memiliki acara menggelengkan kepalanya.
"Kalau tidak ada mau gak ikut saya nonton ?" Arinda sebenarnya mau saja namun dia berpikir sedang sangat-sangat menghemat lagi pula dia juga harus mempersiapkan jualan untuk besok.
"Duh bang Anton maaf ya, nanti malam Arinda harus siapin untuk jualan besok di pasar."
"Oh ya sudah lain kali saja," kata Anton lalu dia pamit pergi dari hadapan Arinda.
Menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya bagaikan naik gunung untuk Arinda saat ini, kakinya benar-benar sudah pegal.
Begitu masuk kamar Arinda meluruskan kakinya lalu minum banyak air putih yang ada di botol minum.Ponselnya bergetar menampilkan nama Gendis, dia mengangkatnya langsung.
"Apaan ?" tanya Arinda dengan suara lelah.
["Lo ngapain? habis agustusan apa gimana?”]
"Apaan sih Gen gue capek nih habis jualan. Lo kenapa nelpon ? Awas aja kalau minta anterin makan, gue udah gak sanggup mau jalan lagi."
["Dih, sok tau lo. Itu tadi ada temen Pak Raka yang minta nomor telpon lo. Katanya dia suka masakan lo dan mau order. Awas kalau gak lo angkat. Rejeki tuh."]
"Ah... Mantap ! Thanks me beloped Gendis."
["Belo belo! Nggak usah sok Inggris, Butet! Inggris lo belepotan."]
Sambungan telpon terputus dan Arinda tertawa puas, dia memang tidak bisa bahasa inggris dan itu kadang membuat sahabatnya kesal jika mereka menonton karena dia pasti tidak akan mau menonton film luar.
"Lebih baik baca novel, dari pada nonton yang dilihat hanya subtitle-nya doang !"
Arinda benar-benar menunggu panggilan telpon yang dikatakan oleh Nindy tadi, sudah satu jam dia menunggu hingga akhirnya ponselnya berdering juga dengan nomor tak dikenal."Halo," sapa-nya dengan semangat empat lima.["Halo benar dengan Ibu Arinda."]"Iya benar. Ada perlu apa ya," tanya Arinda sambil mengigit bibirnya sendiri.["Saya Ali ingin memesan makanan dari katering Ibu apa bisa ?"]"Bisa Pak, untuk kapan ya ? dan mau menu apa Pak ?" Setelah Arinda menanyakan hal tersebut pria bernama Ali itu sepertinya tidak langsung menjawab. Hingga akhirnya terdengarlah suara Ali kembali.["Bos saya minta Ibu buatkan sarapan untuk besok pa
Wanita paruh baya di depan Arinda itu tersenyum lalu mempersilahkan Arinda untuk masuk."Bawa masuk saja sekalian ya. Saya panggilkan keponakan saya dulu," kata wanita yang terlihat sangat anggun itu.Arinda membawa sedikit demi sedikit barang yang dia bawa dan meletakkan di tempat yang wanita tadi minta. Ruangan yang dia masuki saat ini sangat mewah dia sangat terpesona melihatnya.Setelah selesai menata semua orderannya Arinda berniat pamit dan ingin mengucapkan terima kasih. Tapi yang dia dengar ada semacam keributan antara dua orang dengan bahasa inggris, dan untungnya dia tidak mengerti sama sekali apa yang mereka bicarakan.Tidak lama keluar seorang pria membuatnya langsung menampilkan senyuman. Sementara pria itu mengusap wajahnya berulang kali dan perlahan mendekati
"Abang bos mau apa kesini ?" tanya Arinda sedikit takut, dia juga melihat ada seorang pria lain di belakangnya.Ed menaikkan satu alisnya mendengar panggilan yang di ucapkan oleh Arinda, terlihat sangat menggemaskan. Ed menaikkan telunjuknya mengisyaratkan agar Ali menjelaskan maksud dan tujuannya datang mencari Arinda. Sementara dia terus menatap Arinda dengan intens, namun sayangnya Arinda tidak terlalu memperhatikannya."Maaf nona Arinda," kata Ali dan baru permulaan, namun sifat galak Arinda keluar begitu saja."Panggil saja Arinda !" Tegasnya dan matanya masih melirik keadaan sekitar lorong di lantai kamarnya."Ehm begini Arinda Mr. Eadric Derson menyukai masakan anda dan dia berniat menjadikan anda sebagai koki pribadi di tempat
Ed duduk gelisah sedari tadi di dalam mobil, jam di tangannya menunjukkan sudah pukul delapan malam. Dia tadinya berniat untuk langsung pulang ke apartemen setelah rapatnya selesai tapi ternyata sepupunya yang tidak terduga datang dan mengajaknya untuk makan bersama.Ed langsung naik ke unit apartemen dengan buru-buru, dia sudah menelpon Arinda sedari tadi namun sambungan telponnya tidak terhubung. Saat pintu terbuka dan dia mulai masuk lebih dalam ke unit miliknya itu Ed melihat Arinda yang sedang tertidur di sofa ruang tamu.Ed tersenyum lalu dia berlutut tepat di depan wajah Arinda, lama dia mengabsen setiap bentuk indah yang di ciptakan Tuhan sempurna di wajah Arinda. Tanpa dia sadari dia tersenyum lalu mengusap wajah Arinda perlahan membuat ketenangan tidur Arinda terusik.K
Sebelum matahari memperlihatkan kilaunya, kamu harus bangun ! Itu adalah pesan nasehat yang terus Arida ingat dan dia patuhi. Setelah mandi dan menuntaskan kewajibannya, Arinda memiliki waktu tiga puluh menit untuk dia berolahraga.Sepertinya waktu memang selalu mempertemukan Anton dengan dirinya, karena pagi ini dia bertemu dengan Anton yang juga baru keluar dari kamarnya memakai setelan olahraga. "Hai Arinda," sapa Anton dan Arinda mengulum senyum karena dia malu bertemu dengan Anton."Kamu sudah terima hadiahnya ?""Sudah bang Anton. Terima kasih ya. Tapi kado itu untuk apa ?" tanya Arinda karena dia memang masih belum mengerti sepenuhnya kenapa Anton memberikan kado itu.
Arinda senang bekerja dengan Ed, kerjanya santai dan Ed benar-benar adalah bos yang sangat baik. Siang itu ternyata dia tidak sendiri di apartemen luas milik Ed itu, ada seorang wanita paruh baya yang datang dan saat berkenalan dengan Arinda ibu bernama Surti itu ternyata adalah orang yang bertugas membersihkan apartemen itu setiap harinya.Saat Arinda sudah selesai merapikan semua barang belanjaannya dengan Ed tadi, pria itu datang sudah dengan setelan rapi dan duduk di meja makan yang ada di dapur tersebut."Arinda kamu bisa memasak apa dengan waktu dua puluh menit ?" pertanyaan itu membuat Arinda terkejut."Abang bos m
Ed masih dengan memasang wajah tidak bersemangat duduk bersama para sepupunya yang sangat menyebalkan saat ini, jika biasa club adalah tempat kesukaannya sepertinya tidak untuk malam ini karena nyatanya dia sangat ingin pulang dan ehm... jika bisa melihat wajah Arinda.Tiba-tiba seorang wanita datang dan bergabung bersama meraka. "Ed," panggil wanita itu yang tak lain adalah Samantha."Dari mana tahu aku ada disini ?""Aku menelpon Ali. Kau tidak menjawab panggilan ku sedari kemarin, kau juga tidak datang ke kantor.""Pekerjaan ku tidak hanya di ada disana Sam," ujar Ed lalu menyuruh Samantha untuk duduk. Samantha sempat memberikan senyumannya untuk menghormati dua orang yang memiliki nama besar di sebelah Ed.
Ed terus membuka satu persatu laporan yang diberikan oleh Ali mengenai kemajuan perusahaannya. Bahkan baru-baru ini Ed juga sudah resmi membeli salah satu stasiun televisi yang dulunya menjadi saingannya.Ed tersenyum puas dan tidak sia-sia kerja kerasnya selama ini "Semoga apa yang baru kita mulai di New York dan Los Angeles bisa sama berhasilnya dengan di sini. Aidan sudah menyetujui proses pembukaan kedua stasiun televisi itu dan dia juga meminta kita untuk segera ke Santorini melihat kemajuan perkembangan yang ada di sana."Aidan adalah pemegang seluruh kendali perputaran bisnis keluarga Orlando dan juga Derson, meski perkembangan semua aspek bisnis keluarga mereka di Indonesia diberikan kepada Ed dan juga Ibra tapi tetap Aidan harus tahu seluruh perkembangannya."Oh ya Ali apa sud