Home / Young Adult / About Me: Alshameyzea / Bab 9. Aline Kepo (Part 3)

Share

Bab 9. Aline Kepo (Part 3)

Author: litrcse
last update Huling Na-update: 2024-09-27 12:54:44

Aline, dengan mata berbinar, mengangguk dan terus menunjukkan foto itu. Benar saja, di postingan yang ditunjukkan Aline, tampak tiga cowok dengan wajah hampir mirip. "Lihat, mereka benar-benar kembar tiga!" serunya dengan antusias, suaranya membuat telingaku berdenging.

"Woah! Gila banget, bisa-bisanya kembar tiga tapi ganteng semua!" teriak Aline, suara kagetnya hampir memekakkan telinga.

"Aline," aku melotot padanya.

"Sorry, sorry, Al. Tapi ini serius. Mereka kembar tiga?" Aline terus bersemangat, tidak bisa menyembunyikan rasa herannya.

"Di foto memang keliatan mirip semua sih. Mungkin efek filter kali," jawabku asal, berusaha tetap tenang meskipun dalam hati aku juga terkejut.

"Entahlah," Aline tetap tak bisa menutupi kegembiraannya. "Yang paling penting, aku udah nemu akun Instagramnya Arshaka!" Dia hampir melompat kegirangan. "Aku bisa lihat story-nya dia, aku bisa kepoin dia. Kalo perlu, aku DM dia!"

Aku hanya bisa memandang Aline dengan rasa campur aduk. Malam ini, dia tampaknya tergila-gila dengan cowok misterius itu.

Beberapa menit kemudian, saat Aline masih asyik dengan ponselnya, tiba-tiba handphoneku berbunyi. Suara notifikasi yang tiba-tiba memecah keheningan membuatku terkejut. Aku segera meraih ponselku, mataku langsung tertuju pada layar. Di sana, tampak sebuah pesan yang membuat jantungku berdebar lebih cepat.

Keenan Aksara: Sheena

Alsha: Iya?

Keenan Aksara: belum tidur?

Alsha: Belum

Keenan Aksara: aku call kamu, boleh?

Pesan singkat dari Keenan kali ini benar-benar membuat jantungku berdetak lebih cepat. Tanpa ragu, aku mengiyakan permintaannya. Dengan cepat, aku meraih tas dan bersiap pergi ke kamar untuk berbicara dengan Keenan.

"Mau kemana?" tanya Aline, matanya masih terpaku pada layar ponselnya yang menampilkan akun I*******m Arshaka. Suaranya terdengar penasaran.

Aku menunjuk ke handphone yang kupegang, memberi isyarat bahwa Keenan meneleponku. Begitu Aline melihat ekspresi wajahku, sepertinya dia langsung paham bahwa ada panggilan penting dari Keenan. Aku sempat melihat ekspresi wajah Aline yang menunjukkan ketidaksenangan—sepertinya dari awal dia memang tidak terlalu suka dengan Keenan. Entah apa alasan pasti di balik ketidaksukaannya, padahal menurutku, sikap Keenan itu...

Sebelum meninggalkan ruang, aku menatap Aline sekali lagi. Dia hanya mengangkat bahu dan kembali tenggelam dalam dunia digitalnya, sementara aku melangkah menuju kamar dengan pikiran yang penuh rasa ingin tahu dan jantung berdebar.

"Belum ngantuk?" Suara Keenan terdengar lembut di telinga, menggetarkan hatiku meskipun suaranya hanya melalui telepon.

"Belum" jawabku singkat, meskipun jantungku berdebar kencang, seperti ada aliran listrik yang menyentuh setiap sarafku.

"Aku boleh nanya-nanya?"

"Boleh" ucapku sambil merebahkan diri di kasur, mencoba menenangkan diri meskipun semangatku sangat bergejolak.

"Kamu suka nonton film nggak?"

"Suka kalo filmnya bagus." jawabku jujur, walaupun sebenarnya aku lebih sering tenggelam dalam buku daripada menonton film.

"Aku boleh rekomendasikan film?"

"Boleh banget." jawabku dengan antusias, membayangkan apa yang akan disarankan oleh Keenan.

"Aku kirim ya link nya."

Tak lama kemudian, ponselku bergetar dengan pesan baru. Aku membuka link yang dikirimnya—sebuah video klip di YouTube dengan judul...

"Kekasih impian?" tanyaku untuk memastikan, sambil mengamati layar.

"Iya. Kamu tonton ya nanti, itu short film kok."

"Iya nanti aku tonton." jawabku, mencoba mengalihkan perhatian dari jantungku yang masih berdetak cepat.

Beberapa menit berlalu dalam keheningan yang nyaman, namun jantungku tetap berdebar dengan intensitas yang tak kunjung reda.

"Sheena.." Suara Keenan kenapa lembut banget disini, aku baru sadar akan hal itu.

"Sheena" panggilnya lagi

"Kamu belum ngantuk?" tanyanya dengan kekhawatiran yang tulus.

"Belum" aku menjawab, padahal sebenarnya aku sudah mengantuk. Namun, entah mengapa, aku tidak ingin tidur malam ini. Aku ingin terus mendengar suara Keenan, seolah itu adalah satu-satunya hal yang bisa membuatku merasa tenang dan bahagia.

"Aku temenin, boleh?" Keenan menawarkan dengan nada yang lembut, membuat jantungku berdetak lebih cepat lagi.

Jantungku..

"Sheena?" Suara Keenan memanggilku lembut, menarikku dari lamunan.

"Eh iya, kenapa?" jawabku sedikit tersentak.

"Aku temenin kamu tidur, boleh?"

"Maksudnya?" tanyaku, bingung dan agak terkejut.

"Telepon nya nggak usah dimatikan, kamu tidur aja dulu, aku temenin dari jauh."

"Oh .. emangnya kamu nggak mau tidur?" tanyaku penasaran.

"Belum, aku belum ngantuk. Kamu tidur aja dulu."

"Kamu lagi di luar ya?" Aku mendengar suara gaduh di latar belakang, suara tawa dan obrolan.

"Iya, ini aku bareng anak-anak, ada Kafka, Abhi, Nevan. Udah kamu tidur aja nggak papa, nggak aku matiin kok teleponnya." Keenan memastikan dengan nada lembut yang menenangkan.

"Iya sudah, aku tidur dulu ya." jawabku, merasakan ketenangan yang menyelimuti malamku.

"Iya, nighty night, Sheenaku." ucap Keenan dengan sentuhan kehangatan dalam suaranya.

Dalam diam, kata-katanya menyusup ke dalam benakku, mengiringi detak jantungku yang perlahan melambat, seakan menenangkan setiap kekhawatiran yang tersisa. Tak ada yang istimewa dari malam itu, tapi perasaan nyaman yang dia tawarkan seolah merangkulku dalam ketenangan yang tulus. Bukan kepopuleran atau sorotan yang membuatnya berarti, melainkan sikapnya yang selalu membuatku merasa diperhatikan.

Aku yang dulu enggan berbicara panjang di telepon, kini menunggu detik-detik suaranya datang. Dan setiap pesan yang kuterima darinya selalu menorehkan senyum di wajahku, meski sesederhana apapun kata-katanya.

Selamat, Keenan Aksara. Kamu telah berhasil membuatku jatuh hati tanpa aku sadari.

BERSAMBUNG

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 7)

    “E-eh, Kak, itu mau dipasang di mading sama Yara...” protes si siswi, namun Aline tak peduli, tangannya gemetar ketika ia mulai membaca, matanya bergerak cepat melintasi kalimat-kalimat di selebaran itu. Aku berdiri di sampingnya, dan perlahan-lahan judul berita di koran itu terlihat jelas di mataku, seolah-olah huruf-huruf itu melompat keluar dari halaman dan menghantam dadaku dengan keras. ~"Tragedi di Laut Mediterania: Pesawat XYZ345 Jatuh, 7 Siswa Indonesia Jadi Korban"Penerbangan internasional XYZ345 dari Indonesia menuju Spanyol yang membawa total 162 penumpang mengalami kecelakaan tragis di perairan dekat Laut Mediterania. Pesawat tersebut membawa 7 siswa Indonesia yang terpilih untuk mengikuti lomba tingkat Internasional ke Spanyol, bersama dengan penumpang umum dan kru pesawat. Berdasarkan laporan sementara, sebagian besar korban telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Namun, terdapat satu jasad siswa Indonesia yang hingga saat ini belum ditemukan. Berikut adalah da

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 6)

    Tiba-tiba Aline menepuk lenganku, memutuskan lamunan yang mulai merasuk. "Hey, Al! Kok malah ngelamun? Udah sana, lanjutin belajarnya. Aku mau tidur," katanya dengan ringan sebelum berbalik dan menuju tempat tidurnya.Aku sedikit terkejut, lalu tersadar dan mengangguk. "Iya, iya," jawabku sambil kembali menatap layar laptop, mencoba fokus lagi pada tugas yang harus kuselesaikan. Aku menggulir pelan halaman pada laptopku, membaca artikel tentang ketentraman jiwa manusia. Di tengah keheningan malam, pikiranku melayang pada nasihat lembut seorang ustadz di pengajian kecil. Suaranya penuh keyakinan, wajahnya teduh di bawah sorotan lampu masjid, saat ia berbicara tentang hati dan perasaan perempuan."Perempuan," katanya lembut, "jika tidak disibukkan dengan ilmu dan agamanya, dia akan gila karena perasaannya."Kalimat itu seperti sayatan tajam, menggugah kesadaran yang dalam. Aku memejamkan mata, mencoba merenungkan kata-katanya. Mungkin ini jawabannya—aku perlu mengalihkan perasaanku ke

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 5)

    Jemariku gemetar sedikit saat menemukannya, dan aku membuka halaman demi halaman, hingga kutemukan kutipan yang selalu berulang dalam buku itu. Bibirku membaca pelan kata-kata yang pernah memberiku kekuatan."Dalam perpaduan bulan dan bintang, langit malam mengungkap keindahan, menghapus segala beban hidup yang memandang."Aku mengulangi kalimat itu, berbisik, "Bulan dan bintang... langit malam... keindahan... menghapus beban hidup yang memandang."Mataku tak lepas dari langit di luar jendela. Bulan bersinar dengan tenang, bintang-bintang di sekelilingnya berkelip, seolah menyapa. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang hampir kupegang. Aku merasakan denyut ide yang perlahan mulai terbangun di kepalaku."Keindahan... langit malam..." gumamku lagi, lebih dalam, mencoba merangkai makna di antara kata-kata itu. Aku menutup mataku sejenak, membiarkan bayangan langit malam menari-nari di dalam pikiranku, berharap bisa memunculkan sesuatu yang nyata. Dan tiba-tiba.. seperti kilatan cahaya, 'aku t

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 4)

    Aku berbalik dan memandangnya dengan lelah. "Sebentar lagi, Lin," jawabku singkat, suaraku nyaris tenggelam."Aku mau ngaji dulu, sambil nunggu adzan isya'," tambahku, berharap Aline tak lagi mendesakku.Namun, dia tetap mendekat, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan. "Al, minum obat dulu, ya? Jangan ditunda-tunda," katanya sambil meraih kotak obat yang sudah kusiapkan di kamar untuk keadaan darurat. Dia menyodorkan obat itu kepadaku, seakan tak ingin memberi ruang bagi penolakan.Aku menatap pil-pil di tangannya, lalu mengangguk lemah. Perlahan, aku mengambil obat tersebut dan segera menelannya. Perasaan sedikit tenang menyelimuti, meski tidak sepenuhnya menghapus rasa sakit yang ada di dalam dada."Nah, gitu dong. Kalau gini kan aku bisa lebih tenang. Kamu lupa ya? Tadi Kafka nitip kamu ke aku," ucap Aline, mencoba mencairkan suasana.Kafka. Nama itu membuatku terdiam sejenak. Masih ada banyak hal yang harus kupertanyakan padanya, namun, malam ini, aku terl

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 3)

    Aline mengangguk pelan, "Iya," jawabnya lembut, tak pernah sekalipun melepaskan rangkulannya di pundakku.Abhi yang biasanya ceria terlihat lebih serius. "Cepet sembuh ya, neng Alsha," ucapnya dengan nada tulus, meskipun ada sedikit kebingungan di matanya.Nevan menambahkan, "Iya, cepet sembuh, Al, biar Keenan nanti nggak kepikiran pas tanding." Kalimat terakhir itu terasa seperti belati yang menusuk langsung ke hatiku. Air mataku yang sedari tadi kutahan semakin deras mengalir, namun aku tetap diam. Mereka tidak tahu. Tidak tahu bahwa sakit yang kurasakan bukan hanya karena pusing, tetapi karena pengkhianatan yang baru saja kulihat. Keenan. Orang yang mereka banggakan, orang yang mereka kira akan peduli padaku, ternyata sudah bersama orang lain. Gadis lain. Setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan, aku memohon agar mobil berhenti. "Mampir ke masjid dulu... sholat Maghrib," pintaku dengan suara pelan, hampir tak terdengar.Aline mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut, dan su

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 2)

    Beberapa menit kemudian, suara langkah kaki yang semakin mendekat membawaku kembali ke kenyataan. Aline tiba lebih dulu, diikuti oleh Kafka, Nevan, dan Abhi. Wajah mereka penuh kecemasan saat mereka menghampiriku. Aline duduk di sampingku, tanpa ragu langsung merangkulku dengan erat. Pelukan hangatnya seolah mencoba menarikku keluar dari keterpurukan yang tengah melingkupiku."Al, tiba-tiba banget sakitnya?" tanyanya lembut, suaranya bergetar samar dengan kekhawatiran.Aku hanya mengangguk pelan, masih menutupi wajah dengan kedua tanganku. Air mata yang membasahi pipiku tidak bisa kutahan lagi, dan aku tidak ingin mereka melihat betapa hancurnya aku saat ini."Bentar, gue telfon supir gue dulu biar cepet kesini," Kafka berkata, suaranya terdengar seperti dari kejauhan, bergema di antara pikiranku yang kacau. Aku bisa mendengar langkah kakinya menjauh sedikit, mungkin untuk mendapatkan sinyal yang lebih baik, tapi fokusku tak bisa sepenuhnya tertuju padanya.Aline menghela napas dalam

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status