Share

Acara Syukuran di Rumah Mertua
Acara Syukuran di Rumah Mertua
Penulis: Cucan_Apprilliaa

Bab 1

Note:

Kisah ini diangkat dari kisah nyata dari seorang teman yang saya bumbui banyak fiksi, ikuti kisahnya ya...

☘️☘️☘️☘️

"Kamu lagi ngapain, sayang?" Mas Kenzie tiba-tiba memeluk tubuhku dari belakang.

"Eh, ini Mas, aku lagi catat barang-barang yang kosong," jawabku sambil tetap melanjutkan aktivitas mencatatku. Minggu ini sudah waktunya belanja, karena barang-barang di toko juga banyak yang kosong.

"Bagaimana kabar Ibu dan Bapak, Mas?" tanyaku. Mas Kenzie tadi berpamitan pergi kerumah mertuaku untuk memberikan uang bulanan, yang memang selalu rutin kami berikan. Sedangkan aku tak bisa ikut, karena sibuk menyiapkan pesanan sembako dari pelanggan.

"Alhamdulilah, mereka sehat kok. Ibu sama Bapak titip salam buat kamu. Oh ya, kenapa catatnya berdiri disini? Ayo duduk." Mas Kenzie menarik tubuhku yang sedang berdiri di depan lemari etalase belanjaan, dan menuntunku untuk duduk di kursi.

"Besok, biar Mas aja yang belanja. Kamu di toko aja, kalau gak, kamu liburan bareng temen-temen kamu seperti biasa. Biar gak jenuh di toko mulu, kasian istri kesayangan Mas ini, pasti jenuh kan?" kata Mas Kenzie sambil menjawil hidungku.

Begitulah Mas Kenzie, dia begitu menyayangi dan memanjakanku. Tak pernah sekalipun ia marah atau berbicara kasar padaku. Sikapnya lembut, baik, sabar dan juga pengertian. Hidup kami sangat bahagia, tak pernah sekalipun kami bertengkar. Tapi, sudah hampir 7 tahun kami menikah, hingga kini kami belum juga dikaruniai keturunan.

Segala macam cara sudah aku lakukan untuk berusaha mendapatkan momongan, tapi hasilnya tetap nihil. Padahal, aku dan Mas Kenzie sudah periksa ke dokter, dan hasilnya kami sama-sama subur. Mungkin Tuhan masih belum mempercayakan seorang anak di rahimku. Mas Kenzie selalu menyemangatiku, begitu juga dengan kedua mertuaku. Tak pernah sekalipun mereka menuntut ataupun mendzalimi aku, seperti cerita drama rumah tangga yang biasa aku baca.

Sebenarnya, semua ini memang salahku dan juga Mas Kenzie, karena aku dan Mas Kenzie terjerumus pergaulan bebas saat kami masih pacaran dulu. Aku tinggal seatap dengan Mas Kenzie saat status kami masih melajang dan belum terikat pernikahan. Bisa dibilang, kami kumpul kebo.

Kami juga melakukan hubungan layaknya sepasang suami istri. Dan yang lebih buruk, aku meminum pil KB agar aku tak hamil. Aku sadar, itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupku. Mungkin ini juga adalah hukuman dari Tuhan atas perbuatan buruk kami di masa lalu.

"Heii, kok malah melamun?" Mas Kenzie tiba-tiba mencium pipiku dan membuyarkan lamunanku. Begitulah Mas Kenzie, ia sangat genit padaku, tapi tak apa, karena aku istrinya.

"Gak papa, Mas. Oh ya, Mas, besok aku mau ke tukang urut dekat rumah Siska."

"Loh, ngapain ke tukang urut? Kamu sakit?"

"Enggak, Mas. Aku baik-baik aja kok. Begini, Mas, kata Siska, tukang urut itu bisa benerin peranakan. Katanya sih, udah banyak orang yang cocok urut disitu. Baru beberapa kali diurut banyak yang langsung hamil loh, Mas," jawabku antusias.

"Wah, bagus dong Sayang. Tapi maaf ya, Mas besok gak bisa anterin kamu. Besok kan Mas harus belanja di kota Metro. Seperti biasa, disana kan belanjanya ngantri, mungkin malam Mas baru pulang," ujar Mas Kenzie dengan raut wajah sedih.

"Iya, Mas. Gak papa, aku ngerti kok," jawabku tersenyum.

Mas Kenzie memang selalu rutin belanja mingguan untuk toko kami. Jika ada waktu, terkadang aku ikut menemani Mas kenzie. Tapi, karena mengantri belanja disana bisa menghabiskan waktu seharian, aku jarang ikut karena merasa jenuh. Aku dan Mas Kenzie membuka sebuah toko grosir di sebuah pusat pasar di kota ini. Usaha kami berkembang cukup pesat, karena kami sudah memiliki cukup banyak pelanggan, hingga menghasilkan uang yang cukup banyak setiap bulannya.

Usaha yang kami jalani ini juga tak mudah awalnya. Kami harus banting setir untuk mendapatkan modal yang cukup. Awalnya, aku dan Mas Kenzie sama-sama bekerja untuk mengumpulkan uang. Dengan modal nekat, akhirnya kami bisa membuka toko grosir kecil-kecilan. Semakin hari, toko kami semakin berkembang, hingga menjadi sebuah toko yang cukup besar. Dari hasil toko itulah, aku dan Mas Kenzie bisa membeli mobil dan dua motor. Kami juga berencana ingin membangun sebuah rumah karena saat ini kami masih mengontrak.

Kami mengambil barang-barang kebutuhan pokok dari sebuah agen yang memang menjual kebutuhan pokok dengan harga yang cukup miring. Meskipun tempatnya lumayan jauh, tak masalah, karena sesuai dengan untung yang kami dapatkan.

"Oh ya, besok kamu pergi sama siapa Sayang?"

"Aku mau ngajak Dini, Mas."

"Kayaknya Dini besok ada acara deh," jawab Mas Kenzie seperti sedang berpikir. Dini adalah adik Mas Kenzie yang bungsu. Biasanya, aku memang suka pergi dengan Dini.

"Memang tadi kamu ketemu Dini, Mas?"

"Iya, Sayang. Kebetulan tadi aku ngobrol sebentar sama Dini, katanya besok dia ada acara sama temen-temennya," jawab Mas Kenzie.

"Gitu ya, Mas. Ya udah deh, besok aku pergi sendiri aja."

"Kamu ajak temen kamu yang lain aja, aku gak mau loh kamu pergi sendiri. Kalau kamu kenapa-kenapa gimana?"

"Yaelah, Mas. Aku kan bukan anak kecil lagi," sungutku.

"Dih gitu aja ngambek, ya udah yang penting kamu hati-hati bawa mobilnya ya, Sayang."

"Iya, Mas."

Mas Kenzie memang selalu mengkhawatirkan aku. Setiap aku pergi, ia selalu menelpon untuk menanyakan keadaan ataupun keberadaanku. Bahkan, ia selalu mengingatkan aku agar tak telat makan. Itulah yang membuat aku selalu percaya dan juga mencintai Mas Kenzie sepenuh hatiku.

*****

Hari ini, aku sudah janjian dengan Siska untuk mengantarkanku berobat ke tukang urut dekat rumahnya. Siska adalah teman dekatku dari sekolah dulu. Kami selalu pergi bersama, dan suka menghabiskan waktu di luar bersama. Karena Siska masih melajang, aku bisa mengajaknya kemanapun aku mau tanpa perlu meminta izin pada suaminya.

"Lo enak banget sih, Nay, punya suami mapan, sabar, pengertian, udah gitu ngebebasin Lo mau pergi kemana aja, tanpa perlu merengek-rengek minta izin," kata Siska saat kami sudah di mobil untuk pergi ke rumah tukang urut itu.

"Disyukuri aja, Sis. Gue sama Mas Kenzie juga pernah susah kali, bisa di titik ini juga butuh proses dan perjuangan," kataku.

"Iya juga ya, tapi kan sekarang Lo udah bisa petik hasilnya. Tapi Lo aneh, Nay, mobil punya, motor ada dua, terus duit banyak, tapi kenapa rumah masih ngontrak?"

"Gue kan lagi ngumpulin duit dulu buat bikin rumahnya. Rencananya, gue sama mas Kenzie mau bikin rumah yang sekalian gede jadi butuh dana gede juga," jawabku.

"Memang kalian mau bikin rumah dimana?"

"Samping rumah mertua gue, Sis. Kebetulan mertua gue tanahnya luas, jadi kami mau bangun disana aja."

"Lo gak takut tinggal deket mertua? Banyak tuh kasus, mertua sama menantu ribut karena gak cocok tinggal deket-deket," ujar Siska.

"Gak lah, mertua gue kan baik," kataku tegas.

Tak lama, kamipun sampai di tempat tukang urut yang direkomendasikan oleh Siska. Setelah memarkirkan mobil, aku dan Siska segera turun dari mobil. Ternyata, tukang urut ini memiliki banyak pasien terlihat dari ramainya orang-orang yang datang.

"Naya!" Sebuah suara perempuan memanggil.

"Bude Darmi, kok ada disini?" Ternyata Bude Darmi, tetangga rumah mertuaku.

"Ini, Bude lagi nemenin keponakan mau urut. Kok kamu ada disini, Nay?"

"Aku juga mau urut Bude," jawabku tersenyum.

"Loh, bukannya di rumah Ibu mertuamu lagi ada acara syukuran ya? Kamu gak kesana?" tanya bude Darmi bingung.

"Acara syukuran apa ya, Bude?"

"Kayaknya, saudara Ibu mertuamu baru melahirkan. Tapi, bikin acara syukurannya tempat Ibu mertuamu, memangnya kamu gak tahu?"

Aku jadi bingung dengan pertanyaan Bude Darmi, aku bingung harus menjawab apa. Karena memang, aku tak tahu apapun tentang acara syukuran di rumah Ibu. Mas Kenzie pun tak bilang apapun padaku, padahal, kemarin mas Kenzie baru mengunjungi Ibu dan Bapak. Lalu, siapa yang baru melahirkan? Setahuku, tak ada saudara Ibu mertuaku yang sedang hamil saat ini.

******

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status