Jeofre dan Dimitri berjalan berputar dengan perlahan. Tatapan mereka saling mengunci untuk mencari kelemahan masing-masing.Dalam hati, Jeofre mengakui bahwa Dimitri sangat hebat, baik dari sisi fisik, teknik, pernapasan maupun tenaganya di saat usia Dimitri yang sudah tidak muda lagi.Jeofre menyadari bahwa hanya faktor usia dirinya yang jauh lebih muda saja yang menjadi keunggulannya.Tapi Jeofre tidak mau lengah dengan hanya bertahan dan mengharapkan Dimitri kelelahan karena Jeofre tahu bahwa Dimitri pun menyadari kelemahannya. Jeofre tetap memberikan tenaga yang penuh pada setiap serangan ataupun balasannya.'Aku benar-benar menemukan lawan yang sepadan dengan ku,' gumam Jeofre kembali dalam hati.Seraya menatap Dimitri, Jeofre mulai sedikit melemaskan otot-ototnya yang sudah terasa panas kemudian mengepalkan kedua tangannya di depan dengan memasang kuda-kuda.Seluruh otot harus terlihat lemas atau dalam keadaan rileks sehingga dapat membentuk posisi yang nyaman serta fisik dan me
Ia tak ingin kehilangan Dimitri begitu saja. Karena masih banyak yang ingin ia tanyakan padanya."Kau tak boleh mati begitu saja!!" pekik Arsen.Keringat mulai mengalir deras dari kening Dimitri, meski obat penawaran yang Arsen berikan sudah masuk ke dalam mulutnya. Bibirnya sudah semakin pucat.Arsen menatap jam tangan miliknya, memperkirakan waktu dari saat Dimitri menyuntikkan racun ke tubuhnya.Terlalu lama, mungkin sudah lebih dari 3 menit dan racun entah apa yang disuntikkan oleh Dimitri sudah menjalar ke seluruh tubuhnya."Sepertinya sudah tak mungkin bisa di selamatkan!" geram Arsen kesal.Dimitri kembali terkekeh meskipun keadaannya sudah kian lemah, ia kembali memuntahkan darah segar dari mulutnya.Tanpa membuang waktu Arsen mendekatkan wajahnya pada Dimitri dengan tatapan mata tajamnya."Apa kau bekerja sendiri atau ada orang lain yang membantumu??!" tanya Arsen dengan tajam dan penuh intimidasi.Bukannya menjawab Dimitri hanya tersenyum penuh arti di balik rasa sakit yang
Hingga pagi menjelang, Arsen pun tak banyak bicara. Pikirannya masih tertuju pada perkataan Dimitri tadi malam sebelum menghembuskan napasnya.Lily pun yang ada di sampingnya tak banyak bicara atau bertanya. Kini ia sudah mengerti mengenai sikap suaminya tersebut. Pulang larut malam dan tampak memikirkan sesuatu pasti terjadi hal yang penting kemarin malam.Lily hanya berusaha melayani suaminya saja sebaik mungkin. Tanpa bertanya apa yang terjadi padanya. Jika Arsen ingin membagi ceritanya, pasti sudah Arsen katakan. Lily berpikir, nanti juga jika Arsen siap, pasti Arsen akan mengatakan padanya."Mau tambah?" tanya Lily saat melihat piring sarapan Arsen sudah kosong."Tidak, ini sudah cukup," jawab Arsen."Baiklah," ujar Lily seraya mengangguk pelan."Sebentar lagi aku akan pergi ke markas. Ada yang harus aku kerjakan. Mungkin pulang terlambat lagi," jelas Arsen.Lily kembali mengangguk, "aku mengerti."Selain Arsen yang pulang larut malam, Mike, Alonzo dan Camilio pun tak kembali ke
Sasha dan Alonzo mengendari mobilnya dan melakukannya menuju pusat kota. Alonzo akan mencari informasi dari informannya yang berada di sana."Kita mau kemana?" tanya Sasha."Pusat kota," jawab Alonzo singkat.Kemudian Sasha hanya mengangguk-anggukkan kepalanya seraya ber-oh ria.Kemudian ia kembali menatap pandangan di luar jendela mobil. Mereka mulai memasuki perkotaan dengan gedung tinggi yang menjulang.Ini kali keempatnya Sasha mendatangi pusat kota New York. Pertama saat ia datang untuk kali pertama dari Rusia. Dua, saat Mike mengajaknya jalan-jalan, ralat dia yang memaksa Mike untuk berjalan-jalan dan mendandani Mike untuk menyamar. Tiga, saat ia mengantar Lily untuk membeli perlengkapan bayi. Dan ini menjadi keempat kalinya bagi Sasha."Kita akan mencari info dari siapa?" tanyanya kembali tanpa menolehkan pandangannya pada Alonzo yang sedang fokus menyetir mobil."Kita akan menemui informanku, dia biasanya ada di salah satu cafe di pusat kota," jelas Alonzo."Oh, baiklah aku me
Selama tiga hari ini mereka melakukan perintah sesuai arah Camilio tiga hari yang lalu. Sasha dan Alonzo terus bekerja sama. Bukan hanya itu saja, Alonzo pun memberikan wejangan-wejangan pada Sasha, serta rahasia-rahasia kecil Mike pada Sasha.Seperti apa makanan kesukaannya, buku apa yang di baca Mike, Pengalaman masa lalu mereka. Dan masih banyak lagi."Jadi Handsome ku menyukai Ayam Parmigiana?" gumam Sasha bertanya pada Alonzo. Saat ini mereka kembali berkeliling kota untuk mencari informasi. Selama tiga hari ini usaha mereka masih belum membuahkan hasil, hingga Alonzo mengarahkan mobilnya menuju perbatasan New York dan New Jersey."Ya, dia menyukai Parmigiana," jawab Alonzo.Sasha mengangguk pelan, "eh, tapi aku tidak bisa membuatnya, Al. Bagaimana aku bisa membuatnya?" tanya Sasha."Ayam parmigiana tampilan dan rasanya mirip dengan chicken cordon bleu. Kau harus bisa membedakannya," seru Alonzo."Ah, Cordon blue, ya aku tahu itu," ujar Sasha."Ayam yang digoreng dengan menggunak
Arsen sampai di mansion saat sore menjelang. Tampak Lily yang sedang bermain dengan Theo di kamar Theo di temani oleh Charlotte dan Maria.Begitu Arsen datang, Charlotte dan Maria segera pamit meninggalkan kamar Theo."Kau sudah pulang," seru Lily menyambut kedatangan Arsen dengan Theo di gendongannya.Arsen mengangguk seraya tersenyum tipis. Kemudian ia melepaskan jas yang dikenakannya dan menaruhnya di atas sofa kemudian berjalan mendekati Lily dan Theo.Arsen mengecup kening Lily sekejap, Theo tampak menggapai-gapai tubuh Arsen yang begitu dekat dengannya."Kau mau ku gendong, hemm??" tanya Arsen pada Theo, Theo yang melihat Ayahnya tampak tertawa.Arsen segera mengambil alih Theo dari gendongan Lily. Dan Theo tampak begitu bahagia. Beberapa hari ini memang Arsen jarang bermain dengan Theo karena kesibukannya di markas.Arsen mengangkat Theo dan menghadapkan wajah Theo padanya. Theo kembali tertawa, ia seperti mendapat suatu kebahagiaan.Mulut nya mulai membuka seolah ingi mengatak
"Kau ini menakutkan, Al," kata Maria."Jika dibiarkan, mereka akan terus merecoki kita. Bahkan mungkin tidak berhenti sampe di depan kamar kita. Berisik!" jawab Alonzo dengan santai.Kemudian mereka berdua kembali melangkah menuju kamar mereka.Alonzo mengeluarkan kunci miliknya dari saku celananya, kemudian memasukkan dan memutar kuncinya.Ceklek..Alonzo membuka pintu kamar dan segera mereka memasukinya.Setelah melepas sepatu masing-masing, Alonzo menarik tangan Maria untuk duduk di sofa."Aku sudah mendapat ijin dari Tuan untuk cuti liburan bersamamu. Kita besok berangkat ke Tulum," ujar Alonzo dengan senyum setelah mereka duduk berdampingan di sofa."Benarkah?" tanya Maria tak percaya."Ya. Aku bahkan sudah membeli tiket untuk kita ke sana tadi," sahut Alonzo seraya membuka ponsel untuk menunjukkan booking confirmation tiket dari New York ke Cancun, Mexico pulang pergi atas nama mereka berdua."Jadwal pesawatnya besok jam 09.30 pagi dan kita tiba di Cancun jam 11.45 waktu Mexico,
Maria dan Alonzo sudah mengemasi barang mereka tadi malam, sebentar lagi mereka akan segera berangkat, namun sebelum itu mereka akan berpamitan terlebih dahulu pada Lily, karena Arsen sudah berangkat setelah sarapan."Nyonya, kami pamit," seru Maria pada Lily yang sedang menggendong Theo, sedangkan Charlotte berada di sampingnya.Lily mengangguk pelan seraya tersenyum dengan lembut. "Nikmati waktu libur kalian. Maria, Al berhati-hati lah," ujar Lily."Tentu saja Nyonya," jawab Maria."Terima kasih atas perhatian Anda, Nyonya," timpal Alonzo.Setelah berpamitan Maria dan Alonzo segera memasuki mobil mereka. Alonzo segera menyalakan mesin mobil miliknya, kemudian mulai melakukannya perlahan dan mulai meninggalkan pekarangan mansion."Mari, Nyonya, kita kembali ke dalam," ajak Charlotte."Ayo, di luar sedikit berangin, tidak baik bagi Theo," seru Lily. Kemudian mereka berdua berjalan masuk kembali ke dalam mansion.Alonzo memang sengaja membawa mobil sendiri dan akan memarkirkannya di ba
Setelah menyelesaikan meeting dengan client di sebuah hotel, Arsen berencana kembali ke mansion.Di dalam mobil, Arsen tiba-tiba teringat perkataan Yuri beberapa hari yang lalu. Arsen sempat mendiskusikan hal ini dengan Lily.Mike sangat menghargai Arsen dan memperlakukannya dengan hormat, Arsen sangat memahami dedikasi, kontribusi dan kesetiaan Mike padanya.Arsen sangat mengerti, pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran Mike untuk Black Nostra bukan semata-mata karena mengejar materi dan status. Meskipun Mike banyak dikenal sebagai ketua oleh dunia hitam, Mike tidak pernah congkak menepuk dada di luar sana.Mike selalu tunduk dan memperlakukan Arsen dengan hormat sejak kecil meskipun David dan Marissa selalu mengatakan bahwa Mike sudah dianggap seperti cucu kandungnya, sama seperti Arsen. Arsen tahu bahwa Mike sangat menyayanginya dan selalu siap pasang badan untuk melindungi Arsen.Arsen menyadari bahwa perkataan Yuri itu benar adanya. Sasha adalah anak angkat Yuri dan otomatis akan m
"Selesai sarapan, kita berangkat ke hutan, Theo" seru Arsen di tengah sarapannya."Benarkah, Dad?" Tanya Theo dengan wajah berbinar dan penuh antusias.Arsen mengunyah makanannya sambil menganggukkan kepala. Theo tampak sangat gembira dan bersemangat.Lily tersenyum melihat Theo yang sangat antusias belajar banyak hal pada ayahnya. Theo benar-benar mirip sekali dengan Arsen."Aku ikut mengantar kalian sampai tempat berkuda," kata Lily."Mom tidak ikut?" Tanya Theo."Tidak bisa Theo. Ada adikmu di perut Mommy. Berbahaya," sahut Lily dengan lembut seraya mengusap perutnya.Theo mengangguk-anggukkan kepalanya, seakan mengerti dengan penjelasan dari ibunya tersebut.Theo dan Arsen memakai pakaian dan sepatu boots untuk berkuda di hutan. Arsen juga membawa sebuah helm kecil untuk Theo.Mereka bertiga berjalan keluar mansion menuju ke tempat penyimpanan kuda. Pelayan yang mengurus kuda segera menghampiri Tuan dan segera menyiapkan kuda yang akan di gunakan oleh Tuannya."Dad, apa aku boleh
Hari ini adalah ulang tahun pernikahan Arsen dan Lily yang ke 4. Lily meminta pada Arsen untuk merayakannya secara sederhana. Hanya makan bersama dan beramah tamah bersama keluarga inti Black Nostra, dengan mengundang anak istri masing-masing dan Arsen menyetujuinya.Lily sedang membantu Arsen memasang dasi. Arsen merangkul pinggang Lily dan menatapnya dengan mesra."Kau tetap cantik seperti dulu. Bahkan lebih cantik dibanding awal saat kita bertemu. Dress putih yang kau pakai ini membuatku teringat saat menggandengmu sebagai pengantinku 4 tahun yang lalu." Bisik Arsen dengan mesra.Lily mengenakan dress panjang sutra berwarna broken white model off shoulder bertaburan bunga-bunga emas dan perak di dada. Lily menjepit rambut indahnya di atas kedua telinganya dengan jepitan emas lalu menggerai rambutnya ke kanan dan ke kiri untuk menutupi sebagian kulit bahunya yang putih mulus.Perutnya sudah terlihat sedikit membuncit.Lily tersenyum manis mendengar pujian suaminya dan menjinjitkan k
Arsen, Lily, Mike, Sasha dan Yuri segera mengambil tempat untuk duduk sambil berbincang ringan dan memperhatikan Theo, Michael dan Misha yang sedang bermain bersama.Misha sedang berjalan cepat mengitari sofa sambil tertawa-tawa. Sesekali Theo datang di hadapan Misha untuk mengejutkan dan mencegat langkah Misha lalu Misha menjerit kemudian segera membalikkan badannya untuk menghindari Theo dan kembali berjalan cepat lagi namun di ujung sana, Misha dicegat oleh Michael. Misha kembali berjalan cepat ke arah lain yang diikuti oleh Theo dan Michael.Yuri tertawa gembira melihat kedua cucunya bermain dengan riang bersama Theo."Tingkah Misha benar-benar menggemaskan, persis seperti ibunya. Periang dan aktif. Lihat itu, Misha dikeroyok oleh Michael dan Theo." Seru Yuri dengan sumringah."Benar. Misha memang seperti aku. Aktif sekali," seru Sasha dengan bangga.Tiba-tiba Misha berjalan cepat ke arah Mike dan berseru dengan suara cadelnya "Handsome, tolong... handsome.."Mike segera berdiri,
2.5 tahun kemudian.."Yuri sedang berada di Atlanta, Handsome," kata Sasha pada Mike di sela sarapannya di meja makan."Benarkah?" Tanya Mike balik. Sasha menganggukkan kepalanya."Aku lupa bercerita kalau kemarin Yuri tiba di sana dan siang ini ia menghadiri undangan perkawinan anak dari salah satu relasi dekatnya," jawab Sasha."Apakah Yuri akan kemari?" Tanya Mike.Sasha kembali menganggukkan kepalanya sambil mengunyah suapan makanan terakhirnya."Aku memintanya untuk singgah beberapa hari kemari. Sore ini ia akan terbang ke New York." Kata Sasha sambil tersenyum."Kita harus menjemputnya." Jawab Mike seraya menutup sendok di atas piringnya."Ya, aku juga berpikir begitu, Handsome. Sekitar jam 18.30 ia sampai di New York, " sahut Sasha kemudian."Baiklah. Aku akan menjemputnya sepulang dari markas. Kau tunggu di mansion saja dan menjaga anak-anak," kata Mike.Sasha tersenyum dan menganggukkan kepalanya.Sore menjelang malam hari pun tiba..."Yuri..." seru Sasha saat melihat Yuri mu
"Lampu hias itu dulu tidak ada.. Di situlah aku dulu pertama kali di tampar dan dipukul oleh ibuku," kata Arsen dengan bibir bergetar.Lily segera merangkul pinggang Arsen dan mengusap punggungnya dengan lembut untuk menenangkannya."Semua sudah berlalu. Biarkan kenangan pahit itu tertinggal di sana. Kau sudah menang atas tragedi kehidupan. Bukankah ibumu pun sangat menyesali karena sudah menyakitimu?" Lirih Lily.Arsen mengangguk perlahan dan memutar tubuhnya menatap dinding."Di situ dulu ada connecting door yang menghubungkan kamarku dan kamar orang tuaku. Ternyata itu pun telah dihilangkan oleh Grandpa," tunjuk Arsen."Grandpa dan Grandma benar-benar sangat menyayangimu," kata Lily dengan lembut, dan Arsen menganggukkan kepalanya.Arsen berjalan melangkahkan kaki menuju ke kamar mandi dan membukanya."Kamar mandi ini tidak berubah. Hanya diganti bentuk kacanya saja," kata Arsen.Setelah beberapa saat berada di kamar masa kecilnya, Arsen merangkul Lily untuk berjalan ke lantai 2.L
Menjelang sore tadi, Lily, Theo, Arsen dan rombongannya melakukan penerbangan kembali ke New YorkMaria dan Roza menyambut kedatangan mereka dan mengambil alih Theo dan barang bawaan mereka, sementara Camilio dan Charlotte berpamitan untuk pulang ke rumahnya dan berkumpul bersama anak-anaknya.Setelah membereskan semua barang, makan malam, kini mereka bersiap untuk tidur. Theo bahkan sudah terlelap di kamarnya sebelum pukul 9 dan Lily menyuruh Roza untuk beristirahat.Lily tak mampu menggambarkan kebahagiaan nya saat ini. Ia sudah mendatangi makam kedua orang tuanya setelah sekian lama. Kemudian mengunjungi rumah lamanya yang menyimpan berbagai macam kenangan bersama mereka. Bahkan kenangan pahit bersama Margaret.Namun, yang membuatnya semakin bahagia adalah Arsen yang akan memperbaiki rumah tersebut. Arsen mengatakan padanya akan membuat mansion atau vila di sana dan berjanji akan mengajak dirinya dan Theo setiap tahun ke sana.Lily sempat menolak, jika akan membangun mansion atau v
"Handsome.." panggil Sasha untuk kedua kalinya sambil menggerakkan perlahan lengan Mike."Hmm.. apa?" gumam Mike sambil membuka separuh matanya dengan malas. Ia sebenarnya sudah tidur dengan lelap, namun guncangan Sasha membuatnya terbangun. Meski masih merasa mengantuk Mike tetap membuka matanya."Aku lapar. Aku ingin makan," kata Sasha dalam posisi duduk sambil memasang wajah memelasnya.Mike menolehkan pandangannya pada jam di dinding."Ini masih jam 1 malam," jawab Mike dengan suara seraknya."Iya. Tadi aku sudah ke dapur sendiri. Tidak ada makanan yang enak. Cuma ada kue, buah dan pudding. Aku tidak suka dan tidak mau itu," jawab Sasha."Kau ingin makan apa?" Tanya Mike mulai membuka matanya dengan lebar kali ini."Aku kemarin lihat referensi kuliner di internet. Aku tertarik pada masakan Indonesia. Nasi goreng. Lagi pula dengan keadaanku saat ini pasti rencanamu mengajakku ke Lombok diundur seperti berburu ke hutan." jawab Sasha dengan sedikit cemberut.Mata Mike membulat menden
"Kau tidak lelah?" Tanya Camilio seraya merangkul bahu Charlotte dengan lembut."Ahh.. kau mengagetkanku, Cam!" seru Charlotte"Apa yang sedang kau lihat dan lamunkan, hmm?" Tanya Camilio sambil mencoba menelisik apa yan tadi Charlotte lihat dari jendela kamar hotel mereka."Aku tidak melamun," jawab Charlotte."Aku menyapamu pelan dan tidak bermaksud mengejutkanmu tapi kau terkejut. Itu artinya ada yang sedang yang sedang mencuri perhatian dan pikiranmu." Jawab Camilio setelah melihat tidak ada apapun di luar jendela sana selain pemandangan kota Austin menjelang malam hari saja.Charlotte menarik napasnya panjang lalu menundukkan kepalanya."Suami istri harus saling terbuka dan bisa berbagi cerita. Jangan suka disimpan sendiri, yang ada nanti malah akan menjadi ganjalan dan suatu kebiasaan. Selelah apapun, jangan segan-segan untuk berbagi denganku. Memang aku belum tentu bisa langsung memberikan solusi tapi setidaknya akan meringankan pikiranmu," kata Camilio sambil memegang bahu ist