Hari ini adalah hari keempat sejak musim gugur datang ke Incheon. Berhubung Incheon adalah kota padat yang didominasi oleh gedung-gedung besar, musim gugur tidak seberapa dirasa oleh penduduk di sana, karena tidak banyak pohon di pusat kota Incheon. Mobil hitam Justin melaju dengan kecepatan tinggi di jalan raya pusat kota, mendahului kendaraan-kendaraan yang melaju cukup pelan. Sesekali pria yang berprofesi sebagai aktor itu menatap arloji di tangan kirinya.
Sebentar lagi sore tiba, ia harus cepat mencari makhluk yang baru saja ia dapati petunjuknya melalui mimpi beberapa hari lalu.
"Sialan, gara-gara masalah semalem, aku jadi harus keteteran," umpat Justin membanting stang bundarnya ke kanan, melaju di jalur yang sepi menuju Seoul. Dalam mimpinya ada gambaran kota Seoul yang didominasi oleh energi gelap yang sangat pekat. Kali ini mimpinya mengatakan bahwa Justin harus memburu makhluk itu di Seoul.
"Apa rubah ekor sembilan itu ada di Seoul sekarang?" gumamnya menambah kecepatan mobil melintasi lampu-lampu kuning yang menjulang tinggi.
Sejenak Justin menepi dan mengambil gawai yang semula ada di dasbor. Karena ponselnya terus berbunyi sedari lima menit yang lalu, Justin tahu itu Norman, tapi ia masih malas untuk mengangkatnya, karena ia tahu apa yang akan Norman katakan.
"Lama banget!" protes Norman yang panggilannya baru direspon oleh Justin.
"Hm? Ada apa?"
"Besok ada konferensi pers jam sepuluh! Elo harus siap dan rancang kata-kata yang udah kita diskusiin tadi," ocehnya dari seberang telepon.
"Ya," singkat Justin lantas menutup panggilan secara sepihak. Sudah bisa dipastikan kalau Norman sedang mengumpati Justin.
"Repot banget jadi orang ganteng," gumamnya menyisir rambut ke belakang dengan jari. Kemudian ia kembali melaju menuju pusat kota Seoul untuk memastikan keberadaan makhluk berekor sembilan yang ia cari.
Seoul yang awal mulanya memiliki penduduk sebanyak sepuluh juta lebih, pada 2022 Seoul mengalami krisis populasi hingga turun mencapai sembilan koma empat juta. Meski demikian, Seoul tetaplah kota yang padat dan ramai. Bahkan hari ini mobil Justin terjebak macet setelah memasuki Seoul. Justin merasa bahwa ia tidak merasakan energi makhluk jahat itu berada di sekitarnya. Bahkan ia merasa Seoul sangat bersih dan jauh dari energi jahat makhluk-makhluk pemburu manusia.
Justin merasa kebingungan di sini, mimpinya tentang makhluk berekor sembilan itu rupanya salah prediksi. Nyatanya, ia merasakan Seoul sangat bersih dari makhluk-makhluk pemburu manusia.
"Hari ini hari apa sih! Kenapa sial banget! Ketemu sama cewek gila, dan sekarang prediksi mimpi makhluk itu salah," Justin membenturkan keningnya ke stang mobil. Ia terpaksa mencari jalan pintas untuk menghindari macet dan kembali ke Incheon.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Justin menuju apartemennya, ia ingat bahwa sebelumnya ia berpamitan pada Karina, kalau dia bisa saja tidak pulang, tapi baru dua jam Justin pergi dan sekarang sudah kembali, agak malu memang.
"Males banget harus ketemu cewek itu lagi, ah!" kesalnya membanting pintu mobil yang sudah terparkir di basement apartemen. Langkahnya sangat lenggang saat memasuki lift. "Sebenernya ada di mana makhluk sialan itu? Bisa-bisanya dia biarin gue nyari dia keliling Korea. Dia pikir dia siapa?"
"Annyeong," sapa anak kecil yang berpapasan dengan Justin setelah keluar dari lift. "Annyeong," jawab Justin tersenyum, ia tahu anak itu adalah tetangga di unitnya.
"Seenggaknya ada orang normal hari ini," katanya mengelus dada, mengingat hari ini kesialannya sangat beruntun. Tapi tetap saja, sebentar lagi Justin akan bertemu dengan Karina di unit apartemennya.
Dan benar saja, saat membuka pintu, Justin langsung disambut oleh Karina yang menyengir di balik pintu. Justin ingin menangis saja rasanya. Justin bisa melihat Karina membawa nampan yang diatasnya dihidangkan semangkuk sup yang masih panas, dan juga segelas jus jeruk. "Dalam rangka apa kamu bikin ginian?" tanya Justin ngeloyor masuk, Karina mengekor di belakangnya. "Emangnya gak boleh calon istri bikinin calon suaminya makan malam?"
Mendengar itu, Justin menghela nafasnya dan menatap tajam ke arah Karina. "Kita ini nikah boongan, kamu jangan nganggep pernikahan ini beneran dong."
"Mau boongan atau beneran, aku kan tetep calon istri kamu. Siapa yang tau kalau tiba-tiba aku beneran jodoh kamu?" ujar Karina lagi, kali ini mendekat dan meletakkan nampan itu di meja. "Iya deh terserah kamu," Justin menyambar jus dingin itu dan meneguknya secara kasar, karena ia memang sedang haus. "Pinter banget suamiku," imbuh Karina, sontak Justin yang sedang minum tersedak hingga menyemburkan jus yang sudah masuk ke mulutnya. "Eh, suamiku kenapa?" tanya Karina mengambil tisu dan mengelap dagu Justin.
"Aku bukan suami kamu, jangan panggil gitu," Justin menatap datar wanita di depannya. Yang ditatap justru tersenyum kotak. Dengan jarak sedekat ini, Justin sadar bahwa wanita ini memang benar-benar cantik, tapi ia segera menepis pikirannya dan menjauhkan tangan Karina dari dagunya.
"Aku mau tidur."
"Makan dulu makanannya," pinta Karina. Justin tidak merespon Karina dan memilih masuk ke kamarnya. Karina terdiam, menatap semangkuk sup di meja dengan tatapan sedih, ia melangkah pergi dari tempat semula menuju kamar, tapi tiba-tiba Justin berteriak, "bawain makanannya ke sini," katanya di depan pintu. Karina menoleh dan kegirangan, mengambil nampan itu dan berlari kecil menghampiri Justin. Saking girangnya, Karina tersandung kakinya sendiri saat berlari. Justin terkejut dan spontan menangkap nampan itu sembari menangkap tubuh Karina.
"Hampir aja," Justin menghela nafasnya lega. Sementara Karina sendiri terpaku di dalam dekapan Justin yang menangkapnya. Aroma parfum yang menguar dari tubuh Justin sangatlah maskulin dan tidak akan bosan dihirup selama mungkin. Saat sadar posisinya, Justin melepas Karina dan membiarkan wanita itu masih menatapnya. "Kamu mau ngerusak wajahku pake sup panas ini?" tanya Justin ketus, Karina terpaku. "Aigoo!" keluh Justin langsung masuk ke kamarnya membawa nampan.
Di kamar Justin menyantap sup buatan Karina yang ternyata memang enak dan sesuai dengan lidah Justin. "Tapi, gimana sama makhluk-makhluk jahat itu?" monolognya setelah menghabiskan semangkuk sup. Ia sejujurnya masih heran, mengapa ia tidak bisa merasakan keberadaan rubah ekor sembilan di Seoul?
"Aku tidur aja, besok kalau telat Norman pasti bakal ngomel kaya janda kembang," Justin menarik selimutnya dan memejamkan mata.
Di luar kamar, Karina menari kegirangan karena dua sebab, yang pertama karena Justin memeluknya, dan yang kedua karena Justin memakan masakannya.
"Tuhan, kalau pernikahan ini bukan boongan, aku ikhlas kok, aku rela," ujar Karina menuju kamar yang telah Justin tunjukkan sebelumnya.
"Liat aja Justin! Kamu pasti jatuh cinta sama aku!" imbuhnya membanting tubuh ke ranjang berwarna abu-abu. Takdir memang tidak bisa diprediksi, siapa yang menyangka kalau Karina akan benar-benar bertemu dengan idolanya, bahkan menikah, meskipun hanya pernikahan bualan.
Sepuluh tahun kemudian."Papa!"Suara nyaring ini memenuhi rumah hingga Karina menutup telinganya. "Jangan teriak-teriak, Papa lagi keluar," jawabnya dengan menyiapkan sarapan di meja makan. "Kakek! Lihat Mama, Mama marahin aku terus," katanya dengan berlari memeluk sang Kakek."Timothy! Mama gak marahin kamu kok, habisnya kamu teriak-teriak terus dari tadi. Makan dulu," Karina duduk di sebelah papanya, yang sekarang menjadi kakek dari putranya yang berusia sepuluh tahun.Timothy Kim, putra pertama keluarga kecil Justin dan Karina. Ia mewarisi kekuatan Justin yang bahkan lebih kuat dari Justin. Tanpa Timothy ketahui, ia bisa membuka segala dimensi hanya dengan memikirkannya saja. Di usianya yang kesepuluh, Timothy meraih juara lomba lari di sekolahnya. Karena pada dasarnya kecepatan lari itu ia warisi dari sang papa. Timothy belum bisa mengendalikan kekuatan yang ia miliki. Karena Justin juga belum memberi tahu putranya kalau putranya itu memiliki kekuatan, dan papanya bukan manusia.
Pernikahan sudah usai, malam ini bukan malam yang ditunggu, melainkan malam yang menegangkan, pasalnya tepat setelah pesta pernikahan selesai, Justin harus dengan berat hati bertarung dengan iblis. Iblis itu rupanya sejak tadi menunggu Justin dan Karina keluar dari Chapel. Dia mengincar Justin karena keberadaan Justin membahayakan iblis dan monster di muka bumi.Karina mondar-mandir di kamar menunggu Justin kembali, ia masih dalam balutan gaun pengantin yang indah, bahkan riasannya juga belum terhapus.Di sisi lain, Justin menghadapi iblis tingkat biasa, tapi cukup membahayakan manusia. Ia tidak memanggil Pangeran Biru maupun Alice. Ia ingin terbiasa melawan makhluk jahat sendirian. Karena ia juga tidak mungkin terus menerus memanggil Alice dan Pangeran Biru untuk membantunya.Untung saja iblis itu bisa disingkirkan oleh Justin secara mudah. Karena tingkat kekuatannya yang tergolong sebagai iblis biasa. Berbeda dengan Ruin, Sin Rose, Rubah ekor sembilan, ataupun iblis Norman yang ting
Hari ini adalah hari pernikahan tanpa persiapan. Papa Karina membuka acara itu dengan membuka identitas Karina sebagai putrinya di depan semua pegawai kantornya. Hana sangat terkejut mendengar itu, karena ia pernah memarahi Karina saat Karina membuat Justin benjol tempo hari itu. Kalau tahu dia anak dari pemilik perusahaan, tentu saja Hana akan diam saja."Saya akan menjadikan Karina sebagai pemimpin, menggantikan saya di Moon interior ini. Saya menaikkan jabatan bukan karena dia putri saya, tapi karena keberhasilannya dalam bekerja yang luar biasa, peningkatan produk dan penambahan produk itu sangat mampu menarik perhatian dari para pecinta interior classic modern. Dan untuk Park Hana, saya ucapkan terima kasih karena telah membantu perkembangan perusahaan ini. Untuk semuanya, saya berterima kasih karena kalian bekerja dengan baik dan jujur, saya harap akan tetap seperti ini meski pemimpin Moon interior akan berganti. Akan ada beberapa orang yang naik jabatan karena memiliki potensi
Karina dan Papanya saling menatap, tak lama kemudian ada suara ketukan pintu yang membuat keduanya berhenti menatap. "Permisi," ujar seseorang dari luar ruangan. "Masuk," balas Karina. Ternyata itu adalah asisten dari papanya. Saat ia masuk, suasana sangat canggung karena raut wajah papanya sangat aneh."Ada apa?" tanya papanya pada sang asisten."Produksi interior jenis vintage dan classic sedang dalam peningkatan, bagaimana dengan kerja sama dengan perusahaan HS Eksterior? Apa perlu diberhentikan?""Tidak perlu, bahas ini di luar saja," balas papanya berjalan keluar dari ruangan, diikuti asistennya yang membawa sebuah dokumen berisi beberapa produk perusahaan yang akan mengalami peningkatan atau pembaruan.Karina langsung menutup pintu saat mereka pergi, lantas mondar-mandir di depan pintu dengan perasaan takut. Karina ingin menjelaskan semuanya saat nanti makan malam, karena ia tahu, kalau papanya akan marah jika tiba-tiba Justin kembali setelah meninggalkan Karina.***Sore datang
Karina masuk ke mobil, begitu juga dengan Martin. Ia membawa mobilnya ke tepi jalan. Karina masih dalam keadaan yang sama, ia terus menanyakan perihal identitas pria bermarga Kim itu."Rin," Martin menghela nafasnya."Apa?""Maaf aku udah bohongin kamu."Karina merasa dunia seperti sedang berhenti, meski tidak ada yang menghentikannya. Netranya menahan genangan air yang menumpuk di pelupuknya. "Jadi, kamu beneran Kak Justin?" tanya Karina, memastikan kalau apa yang ia dengar dari bibir Martin adalah kebenaran.Beberapa detik selanjutnya, pria itu mengangguk. Karina ingin pingsan sekarang. "Tega kamu Kak, bohongin aku kayak gini. Puas kamu?!" Karina membuka pintu, menutupnya dengan keras hingga mobil itu terguncang.Sosok Martin yang ternyata adalah Justin itu keluar, mengejar Karina, karena Karina berjalan dengan langkah cepat. "Rin!" Justin meneriaki Karina, tapi Karina tidak mau tahu, karena ia sudah merasa sedang dipermainkan.Setelah berlari mengejar Karina cukup jauh, Justin berh
Setelah suara misterius di kamar Karina, sontak Karina menyalakan lampu kamarnya, dan orang yang ada di kamarnya saat ini membuat Karina benar-benar terpaku karena kehadirannya yang sangat tidak mungkin."Kak Justin!!!" Karina tentu saja histeris. Ia melotot sampai matanya hampir terlepas. Bahkan Karina menampar pipinya sendiri.Mata Karina mencoba terbuka, dan Karina sadar, itu hanyalah mimpi. "Jadi, ini cuma mimpi?" Karina menyalakan lampu kamarnya, ia melihat ke arah di mana di dalam mimpi itu ia melihat Justin berdiri di sana.Dengan berat hati, Karina mematikan lagi lampunya, meratapi kenyataan yang benar-benar menyakitkan. Harapannya bertemu Justin dalam mimpi terwujud, tapi itu justru membuat hati Karina semakin terkoyak dan tersayat.Kenyataan macam apa ini? Di ambang keputusasaan yang membuatnya menggila. Sejauh tujuh hari ini, ia sudah bisa perlahan terbiasa, tapi sejak ia bertemu Martin, ia gagal lagi untuk melupakan Justin. Mungkin Karina memang membutuhkan waktu yang lama