Pagi-pagi sekali Norman sudah menelpon Justin yang masih terlelap. Justin menggerutu hebat karena managernya sangat cerewet setelah Justin mengangkat panggilan itu.
"Sebenernya dia ini manager apa orang tuaku sih?" gerutu Justin langsung bergegas ke kamar mandi, ia tak ingin mendengar ocehan Norman jika Norman tahu Justin belum bersiap-siap untuk konferensi pers nanti.
Di sisi lain, Karina sudah bangun bahkan sebelum jam enam. Ia merasa gugup karena tidak pernah melakukan konferensi seumur hidupnya, dan sekarang ia harus melakukan ini di depan awak media, bersama dengan Justin. Ia hanya takut jika ada kesalahan dalam keterangannya di pers nanti. Karina berkali-kali keluar dan melihat kamar Justin, berharap pria itu sudah bangun dan akan memberinya arahan lebih lanjut mengenai pers mereka nanti.
"Gimana nanti kalau aku keliatan jelek? Terus gimana kalau nanti jerawatku keliatan?" oceh Karina menutupi satu jerawat di kening dengan concealer. "Aku gak boleh keliatan jelek kaya pas di semak-semak itu," imbuhnya dan beranjak dari depan cermin. Karina terus mondar-mandir karena kebingungan, ia belum bisa menutupi satu jerawat di dahinya. "Masa aku tambal terus sih? Nanti belang-belang dong kalau ketebelan," monolognya lalu keluar dari kamar.
"Kak Justin!" Karina mengetuk pintu kamar Justin dengan kencang. "Apa sih? Jangan teriak-teriak," sahut Justin membuka pintu. Karina menganga karena Justin hanya menggunakan handuk di pinggangnya yang menutup hingga ke lutut. Wanita itu benar-benar menganga, hingga matanya membulat sempurna. Ia bisa melihat dengan jelas roti sobek pada perut Justin yang masih basah.
"Kamu ini kenapa sih?"
"K-kak Justin, aku boleh pegang ini gak?" tanya Karina menunjuk perut Justin. "Enak aja, ya nggak lah!" sahut Justin spontan.
"Dikiiiit aja," Karina memelas, sambil mendekatkan jari telunjuk dan jempol dengan sikap dramatis. "Dikiiit aja," kata Justin sambil mengikuti gerakan Karina. "Nggak ya nggak!" sambungnya kemudian menutup pintu.
Norman datang tepat pada jam 8, memberi arahan pada Justin dan juga Karina. "Elo nanti tinggal bilang, kalau kalian pingsan, dan gak ngelakuin hal neko-neko di semak-semak. Terus Rina juga bilang kalau dia jatuh terus pingsan, tunjukkin itu luka di kepala kamu, Rin," tutur Norman.
Setelah mendapat briefing dari managernya, Justin mengangguk paham. Dan mereka bertiga bersiap untuk datang ke pers yang digelar besar-besaran di pusat kota Incheon.
"Justin, jangan sampe elo bikin malu atau gua iris ginjal elo," ancam sang manager setelah duduk di jok mobil, dan Justin di belakang bersama dengan Karina. "Iya iya, brisik banget," ketus Justin.
Sebelumnya, Norman sudah mengatur tempat duduk di mobil, agar Karina dan Justin terlihat seperti pasangan sungguhan. Norman tertawa melihat ekspresi Justin yang sangat tertekan duduk di sebelah Karina. Sementara Karina sendiri cengar-cengir memandangi idolanya, yang duduk tepat di sebelahnya.
Mereka berangkat menuju tempat pers digelar. Jujur saja dari lubuk hati Justin yang paling dalam, dress yang dikenakan Karina saat ini sangat menambah aura Karina menjadi elegan, apalagi tubuhnya sangat cocok menerima dress yang baru saja dibeli oleh Norman.
"Rina, kamu nyaman nggak pakai dress itu?" tanya Norman. "Nyaman kok, suka banget. Pasti mahal ya?" Karina antusias. "Kalaupun pakai yang murah, kamu pasti juga tetep keliatan cantik, Rin," kata Norman. Karina berbinar, ia sangat senang dipuji oleh Norman.
"Ekhm," tiba-tiba saja Justin terbatuk dengan sengaja. Norman melirik Justin, begitupun Karina. "Kak Justin kenapa?"
"Nggak, cuma keselek tikus got," jawab Justin tanpa menoleh Karina dan Norman di depannya. "Pantesan bau got," sahut Norman malah membuat Justin menggeplak kepala managernya. "Enak aja."
"Yang bilang tikus got kan elo sendiri, gue telen elo lama-lama," Norman jengkel menghadapi Justin yang labil dan mudah marah akhir-akhir ini.
Mobil Justin sudah terparkir di depan gedung, seperti biasa mereka memanggil para bodyguard untuk membuka jalan. Namun, sepertinya ada beberapa fansclub wanita yang tidak menyukai Karina karena telah bersama Justin. Bahkan, salah satu dari mereka hampir menjambak rambut Karina, tapi untungnya Karina berhasil menghindar. "Eits! Enak aja jambak-jambak, gue jambak juga mulut elo ya?!" ancam Karina berbisik pada fansclub tersebut. Justin dengan tiba-tiba merangkul bahu Karina agar Karina tidak jauh dan terpisah, sekaligus menunjukkan bahwa mereka benar-benar pasangan.
Karina terguncang hatinya, ia ingin meleleh di karpet merah yang ia injak. Jika diizinkan, mungkin Karina akan berteriak karena kegirangan. "Kak Justin?" panggilnya. Justin menoleh. "Aku takut," imbuhnya lagi. "Takut apa?" tanya Justin penasaran, apa wanita ini benar-benar memiliki rasa takut. "Aku takut kalau jerawat aku keliatan," bisiknya kemudian. Mendengar itu, Justin ingin menyumpal mulut Karina dengan dasinya, tapi ia tak boleh melakukan itu. Bagaimana bisa dalam situasi mendebarkan seperti ini, justru Karina menghawatirkan jerawatnya, bukan harga dirinya yang digonjang-ganjing oleh reporter.
Mereka bertiga sekarang berada di depan semua awak media yang siap memotret dan merekam semua yang akan dijelaskan oleh Justin.
"Annyeong hashimnikka yeorobun. Terima kasih karena telah memberi kesempatan saya untuk menjelaskan keganjilan tempo hari itu. Sebelumnya perkenalkan wanita di samping saya, Karina. Wanita yang kalian lihat sedang berdiri di sebelah saya sekarang adalah istri saya, dan kami sudah menikah. Jadi tentang tempo hari yang kalian lihat saat saya dan Karina sedang tertidur di semak-semak, itu karena kami pingsan. Kami sama sekali tidak melakukan hal senonoh yang kalian pikirkan. Karina saat itu terjatuh sampai kepalanya terbentur batu. Saya berharap agar kalian bisa bijak menerima apa yang saya jelaskan," jelas Justin.
"Justin! Apa benar kamu tidak melakukan apapun dengan wanita itu di semak-semak?" tanya seorang reporter. "Tidak, kalian bisa melihat luka di pelipis saya, kalau saya memang benar-benar terjatuh dan pingsan," sahut Karina menunjukkan luka di pelipisnya. Justin tidak sadar bahwa dirinya sedang tersenyum, karena ternyata Karina bisa menjawab dengan cepat dan tidak melakukan kesalahan.
"Apa kalian berdua sedang mabuk hari itu?" tanya seorang reporter yang sama. "Ya, kami memang mabuk, tapi kami bisa menjamin kalau kami tidak melakukan hal semacam itu di tempat terbuka, apalagi semak-semak," jawab Karina dengan lancar. Norman memberi isyarat jari jempol pada Karina, pertanda bahwa gadis itu berhasil melancarkan pers. "Mungkin ini saja yang bisa kami sampaikan, terima kasih atas pengertian kalian," Justin mengambil alih mikrofon dan membungkuk, begitu juga Karina.
Namun sejenak Justin merasakan aura yang ia kenal, aura dari makhluk yang menyerangnya, sebelum akhirnya ia pingsan di semak-semak. Pandangan Justin berpusat pada pintu keluar gedung, ia melihat ada bayangan makhluk yang ia cari, rubah ekor sembilan. Justin terkejut bukan main dan berlari meninggalkan Karina di depan media.
Karina dan Norman tentu saja kebingungan melihat Justin berlari melewati kerumunan, menuju pintu keluar. Norman langsung menghampiri Karina dan mengajak Karina untuk keluar juga.Manager Justin itu sungguh tidak habis pikir kalau Justin bertindak ceroboh di depan media massa yang tengah membara. Dan sudah bisa dipastikan kalau para reporter itu akan menyebar berita bahwa Justin kabur saat pers belum ditutup sepenuhnya.Di sisi lain, Justin melesat dengan kekuatan yang ia miliki, dan seberusaha mungkin ia tidak ketahuan oleh orang-orang. Bagaimanapun caranya ia harus mencari makhluk berekor sembilan itu, ia harus memusnahkannya sesegera mungkin, karena semakin lama Justin mengulur waktu, maka akan semakin banyak korban yang menjadi sasaran makhluk tersebut.Justin menghentikan langkahnya, melihat bayangan besar yang berada di ujung jalan sepi. Cahaya matahari dari timur cukup membuat bayangan itu terlihat jelas.Ia menyipitkan kedua netranya untuk mencoba memperjelas siapa yang berada
Justin merasa bahwa rubah ekor sembilan itu memiliki kekuatan yang luar biasa hebatnya. Bahkan ketika Justin melihat ekornya saja, sudah sangat bisa ditebak kalau kekuatan rubah ekor sembilan itu memiliki peningkatan dari sebelumnya. Mungkin saat bertemu lagi, rupa rubah itu akan terlihat bengis dan sangat mengerikan.Sofa letter U yang menghadap ke televisi saat ini dikuasai oleh Justin. Karina mungkin sedang memasak atau menyiapkan sesuatu untuk Justin. Sebenarnya Justin tidak meminta, tapi Karina bersikeras untuk tetap melakukannya.Mata Justin terpicing ketika Karina membawa tiga mangkuk makanan di atas nampan dengan langkah yang hati-hati. "Kamu ngapain masak sebanyak itu?" tanya Justin. "Ya buat kita, Kak," jawabnya menaruh nampan di meja. "Kok tiga?" imbuh Justin lagi. "Satu buat Kak Justin, dua buat aku," Karina menyengir kuda.Justin tidak habis pikir kalau wanita ini sangat random, dan tingkahnya tidak bisa ditebak."Kok Kak Justin diem aja? Mau aku suapin, ya?!" seru Karina
Incheon sudah kedatangan pagi, musim gugur masih berlangsung dengan indah bagi sebagian orang. Apartemen Dal-Byeol Incheon dipenuhi edaran surat kabar tentang beberapa orang yang tewas dengan jantung yang menghilang.Karina terbangun, merasakan berat di perutnya. Dan ia menyadari bahwa itu adalah tangan Justin yang sedang tidur di sebelahnya. Karina mesem dengan tertahan, lantas menatap lamat-lamat wajah idolanya. "Ganteng banget sii!" seru Karina sambil menyentuh hidung Justin. Justin sepertinya merasakan bahwa hidungnya sedang disentuh, lantas mengerjapkan mata untuk melihatnya, alangkah terkejutnya Justin saat mendapati bahwa ia sedang memeluk Karina dengan posisi tertidur. "Selamat pagi, Kak Justin!" ujarnya kemudian."Astaga!" Justin langsung duduk dan melompat dari sofa, ya benar, mereka tertidur di sofa. "Kak Justin kenapa?""Kok kamu tidur sama aku di sini sih?""Kan Kak Justin yang gandeng aku kesini, peluk-peluk aku lagi," kata Karina menyipitkan matanya. "Jangan-jangan dari
Justin menghampiri pria itu, mencoba melihat lebih dekat. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" jawabnya sambil tersenyum."Apa Bapak pemilik butik ini?" tanya Justin. Pria itu mengangguk dan memperkenalkan dirinya."Nama saya Lee Hyun Jae, pemilik butik ini. Apakah ada yang bisa saya bantu?""Tidak, Pak. Saya hanya ingin bertanya apa butik ini bisa mempersiapkan dress untuk tamu khusus pernikahan dalam jumlah yang cukup banyak?"Justin merasakan bahwa energi jahat itu bukan dari pria ini, dan sejak Justin memanggilnya, energi itu sudah lenyap begitu saja, membuat Justin semakin gencar untuk mencari pusat energi tersebut."Untuk itu, kami tidak bisa, Pak. Karena butuh waktu cukup lama untuk mempersiapkan dress dalam jumlah banyak, apalagi saya hanya memiliki beberapa pegawai saja," jawabnya."Kalau begitu terima kasih, Pak. Saya hanya membeli sepasang baju pengantin saja," Justin sedikit membungkukkan badannya untuk memberi sedikit hormat. Pria bernama Hyun Jae itu pun melakukan hal yang s
Justin yang melihat Norman keluar dari mobil ikut keluar. Ia penasaran kenapa bisa Hyun Jae ada di depan sana, padahal baru beberapa saat lalu Hyun Jae masih berdiri di gedung dan memberi salam hormat dua jari pada Justin, dan kini Hyun Jae sudah ada di depannya, yang berarti ia sudah lebih dulu dari pada Justin dan yang lain."Ban mobilku bocor," Hyun Jae menjawab pertanyaan Norman. Justin memicingkan alisnya, ia masih tidak habis pikir tentang apa yang terjadi. "Pak Lee, bukankah anda tadi masih di gedung sebelum kita berangkat?" sahut Justin.Perlahan, gerimis turun dan menerjang seperti jarum-jarum. Sekali lagi, Justin melangkah, mendekat pada Hyun Jae. Hyun Jae tersenyum, "aku tadi lewat jalan pintas, pak Justin," balas Hyun Jae kemudian, kedua netra bening nan tajam milik Hyun Jae tiba-tiba teralihkan untuk berpusat pada seseorang di dalam mobil Justin, yang tak lain dan tak bukan adalah Karina. Justin merasa was-was tanpa alasan yang jelas, kemudian ia mengikuti arah mata Hyun
"Rin! Aku dobrak sekarang!" Justin mengenyampingkan tubuhnya dan bersiap mendobrak pintu. Justin berlari mendekat, tapi tiba-tiba saja pintu terbuka, dan membuat Justin harus terpaksa kebablasan dan menimpa seseorang yang membukanya. Karina berada di bawah Justin dengan posisi kedua tangan Justin mengukung Karina."Kak Justin udah jatuh cinta sama aku ya?" tanya Karina tiba-tiba, membuat Justin langsung beranjak dari atas Karina. "Jangan sembarangan ya kalau ngomong," ketus Justin. Karina masih dalam kondisi rambut yang basah dan kulitnya masih dingin, wajahnya juga bersih dari make up. Justin terdiam untuk beberapa detik, Karina terlihat sangat menggoda di mata Justin. "Kamu dari tadi aku panggil kenapa diem aja si?!" omel Justin. "Kak Justin gak liat aku masih basah begini? Itu berarti aku tadi lagi apa??" Karina balik ngomel. "Lagi mandiin ikan cupang kali," balas Justin membuang pandangan. "Kak Justin! Ikan cupang ngapain di mandiin! Kan udah di air!" protes Karina meninju lengan
Kepala Karina sudah merapat ke kaca di belakangnya. Ia tak tahu harus berbuat apa, Justin membuatnya bingung."Harusnya gini," tangan Justin terangkat, meraih pita yang mengikat rambut Karina, ia menariknya, lantas jatuhlah helai demi helai, hingga rambut Karina tergerai bebas dengan sangat cantik. Karina kehilangan kata-kata, ia tidak menyangka sama sekali, apa yang baru saja dilakukan oleh Justin. Pria itu baru saja melepas ikat rambut Karina. "Aku lebih suka gini," kata Justin memberikan pita merah pada Karina.Sungguh demi seisi bumi dan langit, Karina ingin pingsan sekarang."Udah sana keluar, aku mau ganti baju."Justin membuka lemari di sebelah Karina."Aku gak apa-apa kok di sini." Karina menyengir."Tapi aku yang ada apa-apa, udah sana keluar."Justin memberi gerakan mengusir."Pelit banget jadi suami," Karina menggerutu keluar dari kamar Justin.Karina mendengar suara pintu yang diketuk, sepertinya itu adalah Norman, Karina buru-buru membukanya."Pagi, Kak Norman!" seru Kari
"Rin, kamu jangan bercanda, ya?" Justin kembali menggedor pintu."Kak Justin!" suara dari dalam membuat Norman dan Justin terkejut."Rin, kamu kenapa?" sahut Norman."Aku gak bisa buka resleting baju ini, Kak. Bantuin dong," katanya.Mendengar hal ini, Norman dan Justin menghela nafasnya bersamaan. Mereka lega karena ternyata Karina baik-baik saja."Ya udah aku bantuin ya?" tanya Norman."Bentar, Kak. Aku buka dulu.""Eh, eh, bentar. Mau ngapain elo? Minta bantuan staf di bawah aja," imbuh Justin memegangi knop pintu. Norman menatap Justin untuk beberapa detik, lalu membuang pandangannya."Rin, kamu tunggu bentar. Aku mau cari staf di bawah," ujar Norman lalu meninggalkan ruang pemotretan.Sikap Norman hari ini cukup membuat Justin terganggu, bukan terganggu karena cemburu, tapi Justin juga takut orang lain melihat sikap Norman pada Karina, hal itu tentunya akan membuat orang berspekulasi bahwa hubungan Karina dan Justin sedang tidak baik-baik saja, atau memang tidak pernah menjalani