공유

Ada Apa dengan Bia?
Ada Apa dengan Bia?
작가: hajara

Prolog

작가: hajara
last update 최신 업데이트: 2021-05-31 12:51:30

“Sauqi ... Sauqi ....” Samar-samar kudengar seseorang memanggil namaku. Suaranya begitu pelan, bahkan aku hampir tak mendengarnya.

“Sauqi ....” Entah kenapa suara itu terus masuk ke dalam gendang telingaku. Kali ini lebih keras dari sebelumnya. Aku bisa mendengar dengan jelas si pemilik suara itu adalah seorang perempuan.

“Sauqi!” Kali ini volume suara itu semakin meninggi. Seperti seseorang yang menggelegarkan suaranya tepat di depan daun telingaku. Membuatku begitu kaget dan refleks langsung menjawab panggilannya. 

“Eh, Iya, Bunda! Uqi udah bangun, kok.”

Tiba-tiba terdengar suara gelak tawa yang memenuhi  seisi ruangan ini. 

“Bunda! Bunda! Sejak kapan saya menikah dengan Ayah kamu!” gertak Bu Rahayu, sosok perempuan yang ternyata memanggilku tadi.

Ya. Ternyata aku tadi tertidur di kelas. Parahnya lagi, aku tertidur saat pelajaran Bu Rahayu sedang berlangsung. Guru kimia yang terkenal cukup killer di sekolahku.

“Ma-maaf, Bu. Saya ketiduran,” ucapku sedikit gemetar. Bukan gemetar karena takut. Lebih tepatnya gemetar karena lenganku sedikit kesemutan. Sepertinya tadi terlalu lama kugunakan sebagai bantal, alhasil sekarang pun rasanya kesemutan sekali.

“Sudah puas tidurnya?! Ketemu siapa tadi di dalam mimpi?!” tanya wanita berusia empah puluh tahunan itu dengan nada sedikit tinggi. Ia kini sudah berdiri tepat di samping mejaku dengan kedua tangan dilipat di depan dada.

“Ketemu siapa ya, Bu? Saya lupa. Kayaknya si ketemu Raisa, Bu. Hehe,” ucapku asal seraya menggaruk tengkuk yang sebenarnya tak gatal.

“Huuuu ....” Sontak suara teriakan kembali menggema di dalam kelas. 

“Ya sudah sana, lanjutkan lagi ketemu Raisa-nya. Tapi di depan tiang bendera! Sambil hormat!” gertak Bu Rahayu seraya mengetuk keras spidol di genggaman tangannya ke meja.

Aku hanya menurut. Menerima hukuman yang diberikan Bu Rahayu. Memang salahku tidur di saat jam pelajaran sedang berlangsung, apalagi hari masih pagi seperti ini. Memang bukan murid teladan.

Kini, aku sudah berdiri tepat di depan tiang bendera. Kuangkat telapak tangan kanan ke sebelah pelipis untuk memberi hormat kepada Sang Saka Merah Putih. Layaknya orang sedang melaksanakan upacara bendera. 

Beberapa menit berlalu. Peluhku sudah mulai menetes. Padahal arloji di tangan kananku masih menunjukkan pukul 09.00 WIB, tetapi cuaca terasa sangat terik. Pandanganku beredar mencari apa pun yang tak membuatku silau. Namun, tiba-tiba aku terkesiap saat melihat seorang siswi berjalan melewati koridor di hadapanku. 

Wajahnya sangat kukenal, tetapi ada yang aneh dengan dia. Penampilannya berbeda sekali. Apa aku salah liat? Kucoba mengucek kedua bola mata. Barangkali aku belum seratus persen bangun dari alam mimpiku. Namun, siswi itu masih dengan penampilan yang sama, seperti yang kulihat tadi.

“Bia!” teriakku, memekikkan namanya. 

Dialah Biani Saliha. Tetangga sekaligus sahabat karibku sejak kecil. Sejak masih TK, aku dan Bia memang selalu bersama. Kami sudah seperti Upin dan Ipin. Ah tidak, zaman kecilku dahulu belum ada Upin dan Ipin. Mungkin lebih tepat jika disebut Nobita dan Doraemon. Entah siapa yang Nobita, siapa yang Doraemon.

Aku dan Bia selalu menghabiskan waktu bersama. Mulai dari mendaki gunung, latihan karate, bermain PS, bahkan kami selalu berangkat dan pulang sekolah bersama. Ia memang gadis yang tomboi, maka dari itu hobinya pun sama dengan hobiku. 

Namun, saat ini aku sungguh dibuat heran dengan penampilan gadis berpipi tembam itu. Ia berbeda dari biasanya. Berbeda sekali. Aku coba mendekat, sedikit berlari ke arahnya yang sedang berjalan di koridor depan kelas XI Bahasa.

“Bi!” teriakku, kembali memanggil namanya. Akhirnya ia pun menoleh, menatap ke arahku. Kupercepat langkah sampai akhirnya kini aku sudah berdiri tepat di hadapannya. 

“Bi? Ini kamu, 'kan? Kok kamu beda?” tanyaku sedikit memperhatikan wajahnya. Kutatap gadis berkulit putih ini dari ujung kaki sampai kepala. Mencoba meyakinkan bahwa dia memang Bia sahabatku.

“Memangnya kalau aku bukan Bia, siapa lagi?” jawabnya seraya mengalihkan pandangan dariku. Ini perasaanku saja atau memang Bia sama sekali tak ingin menatapku.

“Kamu nggak kenapa-kenapa, kan, Bi? Kamu lagi nggak kesambet, 'kan?” tanyaku seraya meletakkan punggung tangan di dahi mulusnya. 

“Apaan si, Qi. Nggak usah pegang-pegang juga,” ucap Bia seraya mengalihkan tanganku dari wajahnya. Membuatku semakin merasa aneh dengan semua perubahan sikapnya. 

“Aku nggak kenapa-kenapa, kok. Aku nggak kesambet juga. Kalau aku kesambet mana mungkin aku berangkat sekolah,” jawabnya, masih dengan pandangan yang entahlah ia arahkan ke mana.

“Kok penampilan kamu beda, Bi?” tanyaku amat penasaran. 

“Nggak papa. Cuma pengin berubah aja. Nggak salah, 'kan?” Ia tersenyum kecil mendengar pertanyaanku. Namun, pandangannya tetap mengarah ke tempat lain. Senyum manisnya itu tak ia arahkan kepadaku. 

“Ya ... enggak, si. Cuma sedikit aneh aja. Sifat kamu juga agak berubah,” ucapku ragu.

“Oh ya? Cuma perasaan kamu aja kali, Qi.”

Aku hanya mengangguk, tetapi rasa penasaran masih berenang-renang di dalam kepalaku. “Kamu kok tadi pagi berangkat sekolah duluan? Berangkat sama siapa, Bi?” tanyaku lagi. Tadi pagi memang entah kenapa Bia sudah tak ada di rumah saat aku menjemputnya. Padahal hampir tiap hari ia selalu setia menungguku di depan rumahnya. 

“Aku berangkat sama Ayah, Qi,” jawabnya. “Mulai besok ... kita nggak usah berangkat bareng lagi ya, Qi. Biar aku diantar Ayah aja.”

Ucapan Bia seketika membuat kedua netraku membulat sempurna. Aku begitu terkesiap. Setiap hari kami selalu berangkat bersama, tetapi kenapa ia malah berkata seperti itu. “Loh, kenapa, Bi?”

“Nggak papa. Pengin berangkat sama Ayah aja. Dari dulu kan kamu selalu antar aku buat berangkat dan pulang sekolah, mulai sekarang biar aku sama Ayah aja, Qi. Aku nggak enak sama kamu,” ucapnya sedikit menunduk.

Aku semakin heran dengan ucapan Bia. Dahiku berkerut sembari menatap lekat-lekat wajahnya. “Aku nggak papa kok, Bi. Kamu nggak usah sungkan sama aku, kayak sama siapa aja. Aku malah seneng kok antar kamu. Jadi ada temen berangkat, 'kan,” balasku.

“Enggak, Qi. Biar mulai sekarang aku diantar Ayah aja,” kekehnya. 

“Trus kamu pulangnya gimana? Ayah kamu kan jam segitu masih di kantor,” ucapku, sedikit khawatir dengannya. Ayah Bia merupakan seorang pegawai di Kantor Kelurahan. Di saat jam pulang sekolah, beliau pasti masih berada di kantor. 

“Aku bisa naik angkot kok,” jawabnya seraya tersenyum kecil.

“Kok naik angkot?”

“Nggak papa, Qi. Ya udah, ya. Aku mau nganterin tugas anak-anak dulu di ruang guru. Takut Pak Slamet udah nungguin. Assalamu'alaikum,” ucap Bia seraya undur diri dan melangkah meninggalkanku.

“Tapi, Bi ....” ucapku, berusaha mencegahnya. 

Namun, gadis bertubuh mungil itu sudah telanjur menjauh. Aku hanya bisa menatap kepergiannya yang sama sekali tak menoleh ke arahku. “Wa'alaikumussalam, Bi.”

Aku menghela napas panjang. Sungguh aku dibuat heran dengan tingkah Bia hari ini. Gadis yang biasanya menguncir surai sebahunya ke belakang itu benar-benar sudah membuat kepalaku dipenuhi berbagai pertanyaan. Bagaimana tidak?

Pertama, penampilannya kini sungguh sangat berubah. Ia yang biasanya terlihat tomboi dengan lengan seragam sekolah panjang yang ia lipat jadi tiga perempat, kini memakai seragam yang benar-benar tertutup rapat. Bahkan surai hitamnya pun tertutup rapi oleh sepotong jilbab yang menutup dada.

Terlebih sikapnya yang seolah-olah sedang menjauhiku, bahkan saat bicara tadi ia sama sekali tak pernah menatap mataku. Kusentuh dahinya pun tak mau. Ia benar-benar aneh. Padahal biasanya sering sekali kepalaku dijitak oleh tangan mungilnya saat aku terlalu kencang membawa sepeda motor.

Dan satu lagi, kenapa ia tiba-tiba tak mau berangkat dan pulang sekolah bersamaku. Padahal sudah dari SMP kami selalu berangkat bersama. Argh! Aku benar-benar dibuat bingung dengan semua perubahan sahabatku itu. Apa yang terjadi sebenarnya.

Ada apa dengan Bia?

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Ada Apa dengan Bia?   Di Gubuk yang Sama

    Esok harinya, aku mencoba menemui Bia. Kuhentikan laju sepeda motor di depan rumahnya. Sengaja kusempatkan waktu untuk memberikan bingkisan yang sudah kupersiapkan semalam sebelum aku berangkat ke sekolah. Aku tak mau gadis bertubuh mungil itu sudah telanjur pergi setelah aku pulang dari sekolah.Aku melangkah dengan ragu-ragu memasuki halaman rumah yang dahulu sering kudatangi. Halaman rumah yang cukup asri dengan sebuah pohon mangga yang berdiri tegak di pojok kanan rumah. Saat kecil, aku sering sekali naik ke pohon itu bersama Bia. Kami biasa duduk-duduk di atas dahan sambil menikmati mangga yang kami petik.Bia kecil memang sudah terlihat begitu tomboi. Ia sama sekali tak takut akan terjatuh atau tegigit serangga saat naik pohon bersamaku. Ayahnya pun sampai sering berteriak, memintanya turun. Namun, kami berdua tetap menikmati aktivitas kami seperti seekor monyet yang duduk nangkring di atas dahan pohon.Sekarang, rasanya begitu aneh. Semuanya sungguh

  • Ada Apa dengan Bia?   Lebih dari Sekedar Sahabat

    Suara jangkrik yang bersahutan menemani malamku yang kini tengah dilanda perasaan bingung. Kurebahkan tubuh di atas tempat tidur dengan wajah menghadap langit-langit kamar. Sementara kedua telapak tanganku menggenggam erat sebuah ponsel yang kuangkat tepat di atas wajah.Berkali-kali jari-jemariku mengetikkan beberapa kata di aplikasi perpesanan dengan kontak tujuan bertulisakan nama Bia. Namun, kata-kata itu langsung kuhapus sebelum aku sempat mengirimnya. Aku sedikit ragu. Aku takut pesanku ini akan mengganggu atau bahkan membuatnya kembali marah kepadaku.Jujur, sejak pertemuan tak sengaja di toko buku siang tadi, aku sama sekali belum bisa menghilangkan bayangan wajahnya dari pikiran. Melihat wajah ayunya setelah satu setengah tahun tak bersua sungguh mengobati rasa rindu yang selaman ini begitu menyiksa. Aku sangat bahagia. Terlebih ia sudah mau memaafkan semua kesalahanku.Hati yang selama ini sempat redup karena kehilangan sosok sahabat sekaligus ga

  • Ada Apa dengan Bia?   Melepas Rindu

    Hari demi hari berlalu. Aku sudah berada di penghujung kelas XII. Satu minggu lalu Ujian Nasional sudah terlaksana, dan sekarang aku sedang menikmati masa-masa tenang menunggu pengumuman kelulusan dan perpisahan sekolah.Semuanya terasa begitu cepat. Waktu bergulir tanpa kusadari. Namun, hari-hariku tetap terasa hampa. Pagiku tak pernah bersemangat karena tak ada lagi Bia yang biasanya setiap hari selalu ingin kutemui. Tak ada lagi wajah ayu yang senyum riangnya selalu membuatku ikut tersenyum sendiri. Tak ada lagi si pemilik pipi tembam yang meskipun sering marah-marah, tetapi selalu terlihat lucu dan menggemaskan bagiku.Aku benar-benar merindukannya. Setiap momen bersamanya sejak kami masih kecil masih terekam jelas di kepala. Aku rindu momen-momen itu. Saat tak ada jarak di antara kami, saat perasaan ini belum muncul, saat Bia belum berubah, dan saat aku tak pernah melakukan kesalahan fatal yang membuatnya begitu membenciku.Andai bisa memutar waktu, aku leb

  • Ada Apa dengan Bia?   Permintaan Maaf

    Aku menatap kosong halaman sekolah dari balik jendela kelas sembari membayangkan hari-hariku yang kini terasa begitu sunyi. Aku benar-benar kehilangan sosok sahabat sekaligus seseorang yang sangat spesial di hati. Semuanya begitu hampa. Gadis yang sudah mengisi relung jiwaku, tadi pagi benar-benar pergi tanpa memberikan jawaban apa pun atas ungkapan perasaanku. Jangan membalas cinta, memafkan kesalahanku pun tak ia lakukan.Aku benar-benar resah. Segala perasaan begitu berkecamuk di dalam dada. Sejak jam pelajaran pertama aku sama sekali tak bisa fokus mendengarkan penjelasan guru di depan sana. Rasanya aku ingin segera pulang dan merebahkan diri di atas tempat tidur. Ah! Seperti inikah rasanya orang patah hati?Kriiing!Lengkingan bunyi bel istirahat sekolah menggema keras di seantero bangunan sekolah. Kutangkupkan wajah di atas meja. Aku benar-benar tak bertenaga. Seluruh energi tubuhku seolah-olah pergi bersamaan dengan kepergian Bia."Bro!

  • Ada Apa dengan Bia?   Pengakuan

    Aku sudah berada di depan gerbang rumah Bia. Kuhentikan mesin motor dan segera memasang standar dengan perasaan masih ragu-ragu. Jujur, aku sebenarnya masih takut bertemu Bia. Takut ia belum mau memaafkanku. Takut ia akan semakin membenciku. Dan takut aku melakukan hal yang lebih bodoh dari itu. Namun, hal yang lebih kutakutkan adalah jika aku tak sempat mengungkapkan semua perasaanku sebelum ia benar-benar pergi.Kulirik ke dalam halaman rumah Bia. Tampak suasana sangat sepi dan gerbang pun masih tertutup rapat. Sudah dipastikan ayah Bia tidak ada di rumah. Mungkin hanya ada Bia yang sedang berdiam diri di dalam sana.Beberapa kali kuteriakkan namanya dari depan gerbang. Berharap ia mendengar dan mau membukakan pintu untukku. Namun, setelah menunggu selama sepuluh menit, tak ada satu pun tanda-tanda ia mau keluar menemuiku. Akhirnya kuputuskan untuk kembali ke rumah dengan perasaan kecewa.Bruk!!Kujatuhkan tubuh di atas tempat tidur. Rasanya harik

  • Ada Apa dengan Bia?   Terlambat Jatuh Cinta

    Sudah dua hari aku tak melihat keberadaan Bia. Gadis berpipi tembam itu sama sekali tak kulihat keberadaanya, baik di lingkungan rumah maupun di sekolah. Beberapa kali aku coba menghubunginya. Namun, pesan dan panggilanku sama sekali tak ia balas, bahkan membacanya pun tak ia lakukan, padahal sering kulihat status di kontaknya menunjukkan tulisan online.Aku yakin gadis bermata lentik itu masih sangat marah kepadaku. Aku memang salah. Apa yang kuperbuat begitu fatal. Pantas jika ia membenciku. Aku pun begitu resah memikirkan hal itu. Namun, aku bukan sengaja melakukannya. Semuanya begitu tiba-tiba. Aku tak tahu jika kakiku akan tersandung dan tubuhku jatuh menubruknya.Sampai saat ini aku masih merutuki diri sendiri. Berharap waktu dapat kuulang dan hal itu tidak terjadi. Aku masih ingat bagaimana butiran air mata menetes membasahi pipinya, pun dengan amarah yang meluap di kedua netranya. Aku sudah mengambil ciuman pertamanya. Ciuman yang harusnya ia berikan kepa

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status