Home / Lainnya / Ada Hantu Di Ujung Jalan / Aku Sudah Melihatmu

Share

Aku Sudah Melihatmu

Author: Jeanne Darc
last update Last Updated: 2025-08-05 09:33:44

Bisikan itu menggema pelan di kepala Jaka seperti suara sound horeg.

Cari... dalam hatimu...

Jaka tercekat. Suara itu seperti datang dari dalam tulang rusuknya sendiri. Bukan hanya menggema, suara itu menusuk hingga hati yang paling dalam. Ia berdiri tergagap di tepi jalan yang sudah dikenalinya yakni jalan tempat nyawanya telah direnggut.

Angin malam menyentuh jiwanya yang tak bertubuh seperti kabut es. Jalan itu tampak sunyi, tapi tidak benar-benar sepi. Ada dengungan halus, semacam suara berbisik yang tak berbahasa namun bersembunyi di balik desir dedaunan. Lampu jalan berkedip – kedip pelan, seperti enggan untuk menerangi malam itu.

Saat Jaka menoleh, matanya tertuju pada sebuah bangunan tua yang berdiri tak jauh dari tempat ia terbujur sebelumnya. Rumah itu tampak kosong dengan jendela-jendela gelap seperti mata mati yang telah lama menjadi legenda seram di kalangan warga sekitar. Dindingnya tampak mengelupas seperti kulit yang terbakar dan pagarnya berkarat mencuat seperti gigi monster yang siap menerkam. Bulu kuduk Jaka, bila ia masih punya, pasti sudah berdiri melihat itu.

Ampun… jangan sampe aku harus ke situ…

Tapi rasa takutnya kalah dengan satu hal yang kini terus menggelayuti pikirannya yaitu keinginan apa yang membuat tetap bertahan di sana dan tidak bisa memasuki pintu menuju akhirat.

Ia berjalan mondar-mandir di tepi jalan itu sambil menggigiti ujung pikirannya sendiri. Tapi semakin keras ia berpikir, seakan semakin kabur jawabannya. Yang muncul hanyalah rasa rindu. Rindu pada sesuatu yang belum ia kenali.

Tanpa sadar, saat ia melangkah sambil merenung, tubuhnya yang tak kasat mata bagi manusia, melintas tepat di depan seorang pengendara motor yang lewat. Seketika, suara teriakan membelah keheningan malam.

“ASTAGHFI…AAAARGH!!”

Motor itu oleng dan hampir tergelincir ke depan saluran air. Pengendaranya kabur terbirit-birit setelah melihat sosok hantu yang berlumur darah dengan wajah hancur di satu sisi dan melayang begitu saja menembus udara.

Jaka melongo melihat kejadian itu, seakan nonton layar tancap edisi terbatas.

“Eh?!”

Tak lama, terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Sekelompok remaja kekinian, lewat sambil tertawa-tawa, mungkin baru saja pulang nongkrong. Jaka mendekat, tujuan sebenarnya untuk berbagi kebahagiaan, walau ia sadar bahwa komunikasi itu sudah mustahil untuk terjadi. Tapi begitu salah satu dari sekelompok remaja itu menoleh...

“WOY Anja…. Ada Hantu!!!!”

Tampak salah satu remaja jatuh terduduk dan di tarik beberapa temannya, salah satu lagi langsung lari lintang pukang sambil meninggalkan tetesan air seni yang berceceran di jalanan.

Jaka makin panik melihat kehebohan itu, seakan dunia ini sangat sibuk.

Apa aku sebegitu seramnya?!

Ia pun berjalan ke depan kaca jendela sebuah mobil yang parkir di pinggir jalan seperti tetangga yang numpang parkir di depan rumah kita dan saat melihat bayangannya...

Perutnya seperti diangkat dari tubuh.

Wajahnya tampak remuk di sebelah kiri dengan tulang pipi yang mencuat keluar dan satu bola mata menggantung berayun lemas. Lehernya tampak patah, sedikit miring ke sebelah kiri dengan darah yang mengering menutupi dadanya.

Ia terduduk lemas.

Jaka baru sadar... Kenapa semua orang lari ketakutan saat melihat sosoknya.

Setelah insiden sekelompok orang ketakutan hingga ada yang sampai kencing di celana, Jaka benar-benar merasa bersalah. Ia akhirnya memutuskan untuk bersembunyi dari dunia. Ia menyelinap ke balik semak-semak kering di depan rumah kosong yang tadinya dia takuti, lalu jongkok di antara ranting dan ilalang yang menusuk-nusuk pantatnya.

“Penghuni… aku enggak niat kesini, sumpah... Aku cuma enggak mau nakutin orang – orang lagi. Merasa berdosa aku…,” gumamnya lebih ke diri sendiri.

Malam semakin menunjukkan nuansa dinginnya. Angin menelusup lewat lubang-lubang genting rumah tua itu, menghasilkan suara yang aneh. Suara yang terdengar seperti bisikan orang mengeluh dari dalam dinding. Daun-daun kering berdesir dan lampu jalan berkedip pelan seolah tahu sesuatu yang Jaka tidak ketahui.

TUK!

Sebuah batu melayang dari arah rumah dan menghantam plat seng yang terlah berkarat. Suaranya terdengar nyaring hingga membuat Jaka tersentak. Jaka menoleh dengan cepat. Namun tidak ada siapa pun. Tapi suasana di sekitarnya mulai berubah. Udara menjadi terasa berat, seperti ada tekanan dari dalam bumi.

TUK!

Kali ini batu itu menghantam kaleng yang berada tak jauh dari kakinya. Jaka berdiri perlahan. Matanya seketika tertuju pada rumah itu. Pintu kayunya seperti bergetar pelan, lalu terbuka dengan derit panjang seperti kuku yang menggores papan tulis.

Gelap di dalam sana seperti menelan semua partikel cahaya bulan.

Dan dari kegelapan itu…

Keluar sesosok bayangan.

Tinggi…

Besar…

Langkahnya terlihat aneh, seakan berat sebelah. Seperti orang yang sedang menyeret kaki tapi melayang.

Tubuhnya tampak tegap, berbalut kain gelap yang melambai tertiup angin dan wajahnya tampak samar dalam kegelapan. Tapi Jaka bisa menangkap sedikit karakternya, yakni dengan rahang yang tegas, kulit yang pucat seperti tak pernah terkena matahari dan tatapan kosong yang dingin. Wajah itu sepintas tampak rupawan.

Namun ada yang aneh dari cara makhluk itu bergerak. Seperti tubuhnya bukan miliknya. Gerakannya terlihat kaku tapi juga terlihat kuat.

Jaka mundur perlahan dengan napas yang membeku.

“Apaan tuh…” ucapnya pelan, lanjutnya “Penunggu rumah ini kah...?”

Sosok itu berhenti di ambang pintu. Tak berbicara dan tak bergerak lagi. Hanya berdiri termenung, dengan tatapan yang menatap langsung ke arah Jaka, tatapan menembus semak dan menembus malam.

Jaka mematung, tak tahu harus apa. Berharap sosok itu tidak melihatnya, walau dia tau tatapan itu ditujukan untuknya.

Jaka sangat bingung, apakah dia harus….

Lari?

Berteriak?

Atau pura-pura saja jadi batu?

Dan saat itulah, terdengar suara berat dan dalam seperti datang dari perut bumi, pelan, namun jelas,

"Aku sudah melihatmu."

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ada Hantu Di Ujung Jalan   Berdua Lagi!

    Setelah hari itu, segalanya berubah. Ibu Jaka, yang selama ini larut dalam duka, akhirnya mengikhlaskan kepergian anaknya. Ia mulai membuka jendela-jendela yang lama tertutup, mebersihkan halaman yang dulu penuh dengan barang - barang dan menata kembali tiap ruang rumah.Wajahnya yang sebelumnya lesu kini kembali hangat. Langkah-langkahnya ringan dan senyum yang dulu hilang perlahan muncul lagi. Ia mulai memasak makanan kesukaan Jaka, menyiram tanaman, bahkan sempat tertawa kecil saat melihat bayangan dirinya di cermin seolah melihat dirinya yang dulu.Jaka melihat semua itu dengan perasaan campur aduk. Ia tersenyum, walau tak terasa matanya ikut basah.“Makasih ya, Bu. Kamu adalah ibu yang kuat,” bisik Jaka walau tak terdengar.Sementara itu, di sebuah gang sempit tampak Jaka, Dimas, dan Awan berdiri seperti orang hilang. Awan baru saja keluar dari tubuh anak

  • Ada Hantu Di Ujung Jalan   Merasuki Demi Jaka

    Suasana rumah Dimas sore itu seperti posko darurat. Terlihat ada semangat yang membara disana, kertas – kertas yang di penuhi strategi dan sisa pop mie di meja. Jaka duduk dengan kaki menggantung, memandangi jendela sambil gelisah. Dimas duduk di lantai sambil memegang catatan strategi yang dia tulis menggunakan spidol merah dan bekas struk pulsa.“Jadi, gini aja ya... Awan masuk ke tubuh orang, kita datangi ibu aku, lalu memberi tau yang sebenarnya, lalu berpamitan baik-baik. Selesai.” ucap Jaka menjelaskan sambil menggambar sketsa di udara.Dimas mengangguk pelan. “Iya... terdengar mudah. Kecuali satu hal.”“Apa?” tanya Jaka.“Bila yang dirasukin ternyata sedang boker atau orang gila.”Mereka saling berpandangan dan suasana menjadi hening sebentar.Kemu

  • Ada Hantu Di Ujung Jalan   Bayang-Bayang Briga

    Setelah kepergian Briga, rumah Dimas kembali sunyi. Tidak ada lagi suara derap langkah berat di lorong, atau suara teguran tegas dari sudut ruangan. Yang tersisa hanya aroma samar minyak kayu putih dan rasa dingin yang menggantung di udara, seolah kenangan Briga belum benar-benar pergi.Jaka duduk termenung di tangga belakang rumah. Di sampingnya, Dimas dan Awan hanya terdiam, sama-sama larut dalam pikiran masing-masing.“Kenapa rasanya sedih banget ya, padahal Briga udah tenang…” gumam Jaka sambil memainkan batu kecil di tangannya.Awan menatap langit yang dipenuhi cahaya bintang, lalu menjawab pelan,“Karena kita tahu… dia adalah seorang yang luar biasa, dia yang terkuat dari antara kita semua.”Jaka menunduk. Karna Jaka baru tahu sedikit tentang kehidupan Briga, maka ia bertanya,

  • Ada Hantu Di Ujung Jalan   Hormat Terakhir Sang Tentara

    Pertarungan sengit terus berlangsung. Di ruang tengah rumah Dimas yang kini lebih mirip dengan arena gladiator daripada tempat tinggal, meja makan sudah berjungkirbalik, karpet melayang-layang dan lampu gantung berkedip seperti lampu disko.Pasukan hantu makelar satu per satu mulai tumbang. Tuyul mutan terkena jebakan ‘Kalimat Nasehat dari Ibu’ dimana mereka langsung menangis dan memutuskan pensiun. Hantu awan menguap sendiri karena Awan melemparkan ‘Debu Pengingat Mantan’ yang sangat emosional. Sementara nenek bertongkat listrik malah sibuk bermain kartu remi dengan boneka kuntilanak karaoke.Kini hanya tinggal satu yaitu hantu makelar.Dia berdiri di ujung lorong gelap. Napasnya berat, mata merahnya melirik ke arah serbuk mimpi yang hanya beberapa langkah darinya.Briga melihat itu.“Awas!! Hantu makelar mau mengambil serbuk itu!!”

  • Ada Hantu Di Ujung Jalan   Pertempuran Gaib di Rumah Dimas

    Mereka sudah bersiap. Rumah Dimas sudah seperti benteng pertahanan akhir zaman. Tapi dua hari telah berlalu dan tidak terjadi apa-apa.Tidak ada pasukan.Tidak ada teriakan.Tidak ada tangisan.Bahkan suara jangkrik pun tidak ada karena jangkriknya kabur duluan.Jaka mulai terlihat gelisah. Awalnya dia duduk tegak, memegang sapu terbang dengan gaya siap serang. Setelah itu, dia mulai tiduran di lantai sambil membuat origami dari kertas mantra.Siangnya, dia sudah mengubah jebakan-jebakan jadi mainan seperti puzzel. Sorenya, dia membuat sandiwara satu babak di ruang tamu.“Apa mereka nyasar ya?” gumam Jaka sambil makan kerupuk angin.Briga tetap tenang sambil duduk di depan pintu dengan posisi meditasi.“Ini yang berbahaya, Jak. Diam-diam meresahkan.”

  • Ada Hantu Di Ujung Jalan   Operasi Siaga Nangis Taktis

    Setelah mereka berhasil kembali dan mendapatkan serbuk mimpi, suasana sedikit terlihat aneh. Dimas sering duduk di pojok ruangan sambil memeluk lutut dan matanya menatap kosong ke arah dinding.“Dim, kamu kenapa sih?” tanya Jaka sambil menyemprotkan minyak angin ke betisnya sendiri.Dimas menghela napas lalu berkata, “Sebelum aku masuk ke lubang hitam, aku melihat dia…”“Dia siapa?” tanya Awan pelan.“…hantu makelar,” jawab Dimas lirih.Ruangan menjadi sunyi.“Dia menatapku. Tatapannya… seperti menanam sesuatu di kepalaku. Seperti… menempel sebuah tanda.”Briga berdiri dan menepuk bahu Dimas, “Tenang. Tidak ada apa-apa. Kalau dia mau ngapa-ngapain kamu, pasti kamu sudah jadi semur jenglot dari tadi. Tatapan hantu makelar tuh emang seperti itu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status