Home / Lainnya / Ada Hantu Di Ujung Jalan / Janji Kelingking Dua Hantu

Share

Janji Kelingking Dua Hantu

Author: Jeanne Darc
last update Last Updated: 2025-08-07 07:45:18

Jaka terpaku akan sosok tinggi besar yang berdiri tepat di depannya. Sosok itu berwajah pucat seperti bule yang kurang tidur. Sosok itu tampak menatap Jaka lekat-lekat. Terlihat juga bahwa sosok itu berjalan pincang dan terdengar seperti menyeret pelan, tapi menimbulkan getaran horor di hati Jaka.

“A-aku... aku juga sudah melihat kamu. Maksudnya, barusan... baru saja...” kata Jaka sambil mundur sedikit demi sedikit seakan mau lari.

Sosok itu tidak menjawab. Ia hanya menatap dengan kepala yang agak miring seperti orang bingung atau lebih tepatnya seperti ada yang rusak di bagian engsel lehernya.

“A... aku hanya numpang lewat. Swear…” ucap Jaka sambil mendekatkan jari kelingkingnya. Lanjutnya, “Aku enggak berniat ngerecokin kamu. Enggak berniat maling juga. Aku enggak berniat ngapa-ngapain kok...”

“Tenang saja,” kata sosok itu akhirnya dengan suara pelan tapi berat. “Aku cuma pengen bicara.”

Jaka melotot.

Lho... suaranya nggak seperti hantu-hantu di TV.

Kok malah kalem?

Tapi... bukannya ini hantu rumah kosong yang rumornya serem itu ya?!

Yang kata tetangga pernah bikin orang kesurupan cuma gara-gara menengok jendelanya?!

“Kamu... siapa?” tanya Jaka dengan suara yang nyaris tak terdengar.

Sosok itu diam sejenak.

“Nanti juga kamu tahu.”

Jaka makin merinding mendengar jawaban itu.

Waduh, jawabannya misterius banget. Beneran hantu jahat kayaknya.

“Kamu yang selama ini... suka muncul di jendela, ya? Yang buat warga enggan lewat sini karena ketakutan?”

Sosok itu mengerutkan kening.

“Apa?”

“Yang suka muncul di jendela situ tengah malam? Yang kata orang matanya bisa berputar 360 derajat seperti baling – baling bambu?”

Sosok itu semakin mendekat, namun langkahnya masih ganjil.

“Kamu kebanyakan denger cerita.”

Jaka langsung mundur terbirit, tapi naas ia menabrak pagar dan jatuh tersipu.

“Eh... iya sih. Ada benernya. Tapi tetep aja! Gimana kalau kamu sebenernya hantu jahat? Yang hanya pura-pura baik, terus tiba-tiba... BLEK! Nelen aku bulat-bulat?”

Sosok itu tertawa pelan.

“Aku udah lama di sini. Kalau aku hantu jahat, harusnya dari dulu aku menyakiti orang.”

“Kalau begitu... kenapa kamu nyamperin aku?” tanya Jaka masih curiga.

“Karena kamu tampak beda,” katanya. “Kamu... bukan hantu yang biasa aku lihat disekita sini.”

“I…. iya…. Aku memang anak baru…” jawab Jaka sedikit nyengir.

Sosok itu mendekat satu langkah lagi. Jaka langsung reflek mundur dua langkah, namun lagi – lagi kepentok pagar.

“Tenang. Aku nggak akan menyakiti kamu,” katanya mencoba meyakinkan.

“Yap, itu yang biasa dikatakan penipu di film-film sebelum mereka ngegigit dan menghancurkan kepala orang,” gumam Jaka yang lebih ke diri sendiri.

Sosok itu berhenti. Lalu mengangkat satu tangannya dengan gerakan yang lambat dan kaku, seperti boneka yang baru belajar yoga.

“Aku... Dimas.”

Jaka langsung membeku.

“Di-Dimas?” suaranya menyangkut di tenggorokan.

Dimas mengangguk.

“Betulkan? Yang katanya bisa mengilang lalu muncul di ujung jendela?! Yang pernah bikin bu RT tempatku jatuh pingsan gara-gara ngeliat kamu di halaman rumah ini?!”

Dimas menghela napas.

“Ah… iya…. Tapi tidak seperti yang diceritakan orang-orang. Aku lagi cari kelerengku yang jatuh dari jendela kamar.”

Jaka melongo mendengar pengakuan itu. Separuh jiwanya serasa ingin kabur, separuhnya lagi ingin mengajak selfie bareng karena Jaka merasa seperti ketemu seleb di dunia hantu. Tapi Jaka tetap berjaga-jaga, matanya awas ke segala sudut. Siapa tahu Dimas benar hantu yang jahat dan bisa menelan Jaka.

Dimas menatap Jaka lama.

Jaka masih berdiri setengah siap kabur, tapi Dimas tidak bergerak atau pun menyerang. Atau bahkan melet ke Jaka. Juga mengeluarkan belatung dari mulut seperti rumor-rumor yang beredar dulu.

Hingga situasi terasa canggung setebal harapan orangtua, Jaka menggerutu pelan,

“Yasudah deh... lagian kalau aku mau kabur, aku juga enggak tau mau ke mana…”

Dimas mengangguk pelan.

“Jadi... kenapa kamu bisa ada di sini?”

“Ehm... aku meninggal karena kecelakaan. Dijalan depan itu. Terus...niatnya aku kerumah Malaikat Azrael buat masuk ke pintu akhirat. Tapi saat ketemu dengan Malaikat Azrael, dia bilang aku belum bisa masuk akhirat.” sambil ngusap tengkuknya.

“Kenapa?” tanya Dimas sambil menaikkan alis.

“Nah itu dia masalahnya!” Jaka mendadak semangat karena merasa ada yang mau mendengarkan keluh kesahnya selama menjadi hantu. “Aku juga enggak tahu. Malaikat Azrael hanya berkata kalau aku masih punya keinginan duniawi yang membuat aku terperangkap disini. Tapi aku disuruh mencari tahu sendiri. Ingatan aku meninggal aja udah samar – samar, gimana mencari tahunya coba?!”

Dimas terdiam setelah mendengar sebuah alkisah dari Jaka. Tapi matanya, yang tadi membuat Jaka hampir pipis gaib, kini terlihat seperti mengerti dan memahami perasaan Jaka.

“Aku tahu rasanya jadi kamu,” katanya pelan. “Terjebak dan bertanya – tanya kenapa belum bisa pergi dari sini.”

“Kamu juga...?” tanya Jaka sambil menoleh penasaran.

Dimas mengangguk dengan wajah memelas.

“Kita bernasib sama...”

Jaka menatap Dimas lama. Ia masih sedikit merasa ngeri pada Dimas, tapi rasa itu mulai lumer dan tergantikan dengan rasa menenangkan. Seperti menemukan teman sekelas di alam barzakh.

“Terus... maksud kamu, kamu mau bantuin aku untuk mencari keinginan duniawi itu?”

“Kalau kamu berhasil pergi, siapa tahu bisa nego ke Azrael dan aku juga bisa ikut.”

“Hmm... make sense sih.” sambil mengangguk-angguk pelan.

Kedua mata mereka saling bertemu. Mereka saling menatap dalam hening. Lalu, Dimas mengangkat satu jari tangannya.

“Berarti, sekarang kita akan kerja sama kan! Jadi kita harus bikin janji.”

“Janji?” Jaka nyengir. “Kayak anak TK?”

Dimas mengulurkan kelingkingnya. “Ya. Tapi anak TK yang meninggal karena penasaran.”

“Oke deh, bro hantu.” sahut Jaka sambil tertawa pelan.

Ia menyambut jari kelingking Dimas dengan senyum lebar dan dua makhluk gentayangan itu mengikat janji dengan gestur paling suci menurut anak-anak yakni janji kelingking.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ada Hantu Di Ujung Jalan   Berdua Lagi!

    Setelah hari itu, segalanya berubah. Ibu Jaka, yang selama ini larut dalam duka, akhirnya mengikhlaskan kepergian anaknya. Ia mulai membuka jendela-jendela yang lama tertutup, mebersihkan halaman yang dulu penuh dengan barang - barang dan menata kembali tiap ruang rumah.Wajahnya yang sebelumnya lesu kini kembali hangat. Langkah-langkahnya ringan dan senyum yang dulu hilang perlahan muncul lagi. Ia mulai memasak makanan kesukaan Jaka, menyiram tanaman, bahkan sempat tertawa kecil saat melihat bayangan dirinya di cermin seolah melihat dirinya yang dulu.Jaka melihat semua itu dengan perasaan campur aduk. Ia tersenyum, walau tak terasa matanya ikut basah.“Makasih ya, Bu. Kamu adalah ibu yang kuat,” bisik Jaka walau tak terdengar.Sementara itu, di sebuah gang sempit tampak Jaka, Dimas, dan Awan berdiri seperti orang hilang. Awan baru saja keluar dari tubuh anak

  • Ada Hantu Di Ujung Jalan   Merasuki Demi Jaka

    Suasana rumah Dimas sore itu seperti posko darurat. Terlihat ada semangat yang membara disana, kertas – kertas yang di penuhi strategi dan sisa pop mie di meja. Jaka duduk dengan kaki menggantung, memandangi jendela sambil gelisah. Dimas duduk di lantai sambil memegang catatan strategi yang dia tulis menggunakan spidol merah dan bekas struk pulsa.“Jadi, gini aja ya... Awan masuk ke tubuh orang, kita datangi ibu aku, lalu memberi tau yang sebenarnya, lalu berpamitan baik-baik. Selesai.” ucap Jaka menjelaskan sambil menggambar sketsa di udara.Dimas mengangguk pelan. “Iya... terdengar mudah. Kecuali satu hal.”“Apa?” tanya Jaka.“Bila yang dirasukin ternyata sedang boker atau orang gila.”Mereka saling berpandangan dan suasana menjadi hening sebentar.Kemu

  • Ada Hantu Di Ujung Jalan   Bayang-Bayang Briga

    Setelah kepergian Briga, rumah Dimas kembali sunyi. Tidak ada lagi suara derap langkah berat di lorong, atau suara teguran tegas dari sudut ruangan. Yang tersisa hanya aroma samar minyak kayu putih dan rasa dingin yang menggantung di udara, seolah kenangan Briga belum benar-benar pergi.Jaka duduk termenung di tangga belakang rumah. Di sampingnya, Dimas dan Awan hanya terdiam, sama-sama larut dalam pikiran masing-masing.“Kenapa rasanya sedih banget ya, padahal Briga udah tenang…” gumam Jaka sambil memainkan batu kecil di tangannya.Awan menatap langit yang dipenuhi cahaya bintang, lalu menjawab pelan,“Karena kita tahu… dia adalah seorang yang luar biasa, dia yang terkuat dari antara kita semua.”Jaka menunduk. Karna Jaka baru tahu sedikit tentang kehidupan Briga, maka ia bertanya,

  • Ada Hantu Di Ujung Jalan   Hormat Terakhir Sang Tentara

    Pertarungan sengit terus berlangsung. Di ruang tengah rumah Dimas yang kini lebih mirip dengan arena gladiator daripada tempat tinggal, meja makan sudah berjungkirbalik, karpet melayang-layang dan lampu gantung berkedip seperti lampu disko.Pasukan hantu makelar satu per satu mulai tumbang. Tuyul mutan terkena jebakan ‘Kalimat Nasehat dari Ibu’ dimana mereka langsung menangis dan memutuskan pensiun. Hantu awan menguap sendiri karena Awan melemparkan ‘Debu Pengingat Mantan’ yang sangat emosional. Sementara nenek bertongkat listrik malah sibuk bermain kartu remi dengan boneka kuntilanak karaoke.Kini hanya tinggal satu yaitu hantu makelar.Dia berdiri di ujung lorong gelap. Napasnya berat, mata merahnya melirik ke arah serbuk mimpi yang hanya beberapa langkah darinya.Briga melihat itu.“Awas!! Hantu makelar mau mengambil serbuk itu!!”

  • Ada Hantu Di Ujung Jalan   Pertempuran Gaib di Rumah Dimas

    Mereka sudah bersiap. Rumah Dimas sudah seperti benteng pertahanan akhir zaman. Tapi dua hari telah berlalu dan tidak terjadi apa-apa.Tidak ada pasukan.Tidak ada teriakan.Tidak ada tangisan.Bahkan suara jangkrik pun tidak ada karena jangkriknya kabur duluan.Jaka mulai terlihat gelisah. Awalnya dia duduk tegak, memegang sapu terbang dengan gaya siap serang. Setelah itu, dia mulai tiduran di lantai sambil membuat origami dari kertas mantra.Siangnya, dia sudah mengubah jebakan-jebakan jadi mainan seperti puzzel. Sorenya, dia membuat sandiwara satu babak di ruang tamu.“Apa mereka nyasar ya?” gumam Jaka sambil makan kerupuk angin.Briga tetap tenang sambil duduk di depan pintu dengan posisi meditasi.“Ini yang berbahaya, Jak. Diam-diam meresahkan.”

  • Ada Hantu Di Ujung Jalan   Operasi Siaga Nangis Taktis

    Setelah mereka berhasil kembali dan mendapatkan serbuk mimpi, suasana sedikit terlihat aneh. Dimas sering duduk di pojok ruangan sambil memeluk lutut dan matanya menatap kosong ke arah dinding.“Dim, kamu kenapa sih?” tanya Jaka sambil menyemprotkan minyak angin ke betisnya sendiri.Dimas menghela napas lalu berkata, “Sebelum aku masuk ke lubang hitam, aku melihat dia…”“Dia siapa?” tanya Awan pelan.“…hantu makelar,” jawab Dimas lirih.Ruangan menjadi sunyi.“Dia menatapku. Tatapannya… seperti menanam sesuatu di kepalaku. Seperti… menempel sebuah tanda.”Briga berdiri dan menepuk bahu Dimas, “Tenang. Tidak ada apa-apa. Kalau dia mau ngapa-ngapain kamu, pasti kamu sudah jadi semur jenglot dari tadi. Tatapan hantu makelar tuh emang seperti itu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status