Share

2 judul Menemukan rumah Berri

Bab 2

Ketika Karin sedang makan malam bersama keluarga Dani, adiknya Chika menghubunginya. Ia mengatakan dirinya sedang hamil dan pria yang menghamilinya tidak mau bertanggung jawab!

Chika merasa bimbang dan juga merasa malu, ia mempertimbangkan untuk menggugurkan bayi yang ada dalam kandungannya. 

Karin langsung permisi masuk ke kamar kecil agar bisa secara leluasa bertukar pikiran dengan Chika.

“Jangan pernah pikirkan untuk menggugurkan kandunganmu, Chik!“ ucap Karin secara tegas, setelah menutup pintu. 

Dia duduk sambil memegang keningnya. Ia ikut merasakan kecemasan yang tengah dialami adik kecilnya itu.

“Tapi kak, … aku malu.“

“Sama siapa hah! Malu sama siapa? Gunjingan orang? Sayang, kita tidak hidup dengan mendengar gunjingan orang, lama-lama juga mereka capek sendiri. Yang kakak mau kamu pertahankan bayimu. Dia adalah keajaiban yang sudah Tuhan berikan kepada kamu. Berarti Tuhan sudah percaya sama kamu untuk memiliki seorang anak. Kecuali pertimbangan kamu mengenai kehidupan asmara?“ tuding Karin.

                                                     

“Aku mah udah nggak mikirin hubungan asmara aku kedepannya kak, tapi aku mikirin keluarga kita, termasuk kakak. Aku sudah bikin malu kakak, bikin malu keluarga! “ kata Chika sambil menangis.

Karin menenangkan Chika dan mencoba mengatur emosinya sendiri. “Chika, kamu sayang ‘kan sama kakak?“

Chika mengiyakan.

“Kamu percaya ‘kan sama kakak?“

Chika kembali mengiyakan.

“ Kalau begitu kamu harus mempertahankan bayimu. Sekarang kamu berdoa, mohon ampun atas dosa yang kamu lakukan dan mulai lagi dari awal. Chika, Tuhan mencintai umat-Nya yang mau mengakui kesalahannya. Tuhan kita itu baik, Chika! Itu yang mesti kamu ingat. Sama manusia, kamu tidak perlu takut, tapi sama Tuhanlah semestinya kamu takut. Jadi Chika dengar kakak yah, Chika harus mempertahankan bayi Chika, itu anak Chika loh, iya kan?! harusnya Chika bersyukur bisa dipercaya Tuhan. Berapa banyak wanita di luar sana yang berjuang untuk bisa memiliki anak tapi mereka kesulitan.“

Chika merasa lebih tenang mendengar kata-kata kakaknya. Kakaknya tidak menyalahkannya dan memarahinya! Sebelumnya, ia merasa dunianya sudah kiamat ketika mengetahui dirinya telah hamil dan tidak tahu apa yang harus ia perbuat. 

Berri telah merayunya sehingga ia bisa dengan bodohnya melupakan nilai-nilai moral dan agama yang sudah ditanamkan kedua orang tuanya sejak kecil. 

Yang paling ditakutinya adalah mendengar reaksi kakaknya, Karin! Chika sangat sayang dan merasa kedekatan antara dia dan Karin melebihi siapapun juga. 

Orang pertama yang ia beritahu tentang kehamilannya adalah Karin dan ia menangis lega karena memiliki kakak seperti Karin. Karin selalu bisa berpikir positif dan tidak menghakiminya.

“Apakah kau ingin tinggal bersama kakak disini?“

Chika menghapus air matanya. “Tidak usah, kak. Chika sudah tenang setelah mendengar nasehat kakak. Chika sayang sekali sama kakak.“

“Itu baru adik kakak. Apa kakak perlu pulang ke Lampung?“

“Tidak usah, kak. Chika bisa menghadapi masalah ini sendiri. Kakak tenang saja.“

“Chik, untuk lebih legalnya sebaiknya kamu menggunakan nama kakak dan kartu keluarga kakak agar anak kamu bisa mendapat legalitas yang jelas, bagaimana?“

“Terima kasih kak, Chika sangat menghargai bantuan kakak. Chika sayang kakak.“

“Kakak juga sayang Chika.“

Setelah menutup telepon. Karin segera menghubungi keluarganya untuk menjelaskan posisi Chika agar tidak membuat tekat Chika mempertahankan bayinya goyah. Untung saja keluarganya segera bisa memahami dan bisa menenangkan diri. Mereka berjanji akan mendukung langkah Chika. Karin merasa tenang sambil menutup teleponnya.

Keluarga Dani sangat baik menyambut kehadiran Karin baik di dalam perusahaan, juga di lingkungan keluarga Dani. Karin berusaha menjelaskan posisinya sebagai wanita yang masih memiliki suami dan anak agar tidak terjadi salah pengertian tapi ternyata keluarga Dani sudah mengetahui tentang status gantung Karin. Setelah mengetahui status Karin bukannya mereka menjaga jarak malahan terlihat jelas, mereka ingin menjodoh-jodohkan dirinya dan Dani, anak tunggal mereka. Dan yang membuatnya lebih sebal  lagi, sepertinya Dani menyambut baik dukungan orang tuanya.  

Karin sudah menegaskan, ia tidak tertarik untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis lagi karena sampai saat ini dia masih mencintai suaminya, Steven. Padahal dalam hatinya, ia sudah terlalu sakit hati untuk mengingat Steven apalagi kalau harus bersatu lagi dengannya, ia merasa Steven sudah menghianati komitmen yang telah mereka bina berdua. 

Dani menjadi satu-satunya teman baiknya, malahan terlalu baik. Bisa di bilang Danilah satu-satunya sahabat yang selalu setia menemaninnya menghabiskan waktu di akhir pekan. 

Berulang kali Karin mencoba membujuk Steven untuk datang berkunjung ke tempat tinggalnya tapi ia selalu membuat alasan yang terlalu konyol untuk diucapkan. Mertuanya berpendapat bukan Steven yang meninggalkan Karin tetapi Karinlah yang meninggalkan Steven dan juga anak mereka. Jadi Karinlah yang mesti mengalah dan memutuskan untuk ikut kehendak suami, bukan sebaliknya.

Karin memeluk foto keluarga kecilnya dalam tidurnya. Ketika bangun ia merasa matanya agak sembab karena menangis semalam. Ia sangat merindukan belahan jiwanya dan merasa sangat kesepian!

Ia memiliki keluarga tetapi semu. Terkadang ingin sekali Karin marah pada dirinya sendiri. Ia berusaha mengalahkan egonya sendiri tapi mengingat kepribadian yang sudah terpupuk dari kecil rasanya mustahil untuk dapat ia ubah. 

Ia merasa mungkin sudah waktunya ia harus menyerah dan berpisah secara baik-baik dengan Steven agar ia bisa memiliki Matthew lagi. 

Ia merasa berdosa karena telah memilih jalan perceraian, padahal pernikahannya didasarkan cinta dan diberkati di Gereja. Janji pernikahan itulah yang menahannya selama ini dalam mengambil keputusan perceraian ini. 

“Apa!?“ seru Karin tidak percaya mendengar penjelasan Chika tentang bayinya.

“Dia mengancam akan mencelakai keluarga kita kalau kita tidak menyerahkan anaknya. Jadi …“

“Bodoh!“ teriak Karin tidak menyangka perkataan itu bisa meluncur dari mulutnya.

Tangis Chika bertambah keras mendengar umpatan yang keluar dari mulut kakaknya.

Karin mencoba menenangkan diri. “Sekarang coba katakan kenapa kau begitu yakin dia bisa menyakitimu?“

“Dia …, hmm membawa pengawal bertampang seram seperti preman. Dia juga sempat menyakiti papi karena mencoba mencegah mereka membawa Wendy!“

“Apa? Jadi papi bagaimana sekarang kondisinya? Lalu kenapa tidak langsung lapor polisi!? Dan kenapa tidak langsung memberitahu kakak? Mau menunggu berapa lama, hah!?“ sahut Karin sambil memeriksa kondisi papinya. 

Papinya menenangkan Karin dan mengatakan dia sudah tidak apa-apa. 

“Dia mengancam akan membakar rumah ini, Kak! Chika nggak tahu harus bagaimana!?“ Chika meratap sambil menutupi wajahnya. 

Keluarganya hanya menunduk takut terkena dampratan dari Karin. 

Belum pernah sepanjang sejarah hidup Karin, ia begitu marah. Karin menutup matanya sambil memegang lehernya yang tiba-tiba terasa kencang. Kemudian Karin meminta alamat rumah Berri tapi Chika bilang mereka sudah pindah dan Chika tidak pernah mendengar tentang kabar mereka lagi.

“Yah, sudah, kakak minta maaf. Kakak berjanji akan membawa Wendy ke tengah-tengah kita lagi!“ kata Karin sambil meraih tubuh Chika yang masih terisak. Ia menepuk-nepuk punggung Chika sambil menahan sakit pada lehernya. Ia lalu permisi masuk ke dalam kamarnya. Ia mengoleskan krim oles untuk melancarkan kembali otot-ototnya yang menegang.

Karin menghubungi Dani untuk meminta nomor  telepon detektif professional yang biasa digunakan keluarga Dani untuk melacak keberadaan klien yang bermasalah. 

Dani malah berkeras untuk datang dan menemani Karin tapi dengan halus Karin menolak dan berkeras untuk menangani masalah ini sendiri. Akhirnya Dani mengalah dan memberikan nomor telepon yang Karin minta. 

“Dia mau main keras, yah coba saja!“ ucap Karin dengan geram. 

Ia langsung menghubungi beberapa orang  “ kenalannya “ yang terkenal suka menegakkan keadilan secara pasti.

Karena sudah beberapa bulan kasus perampasan Wendy tidak dilaporkan maka pihak kepolisian meminta waktu untuk melakukan penyelidikan terlebih dahulu. Dengan tidak sabaran, Karin meninggalkan kantor polisi.

Hanya dibutuhkan waktu setengah hari sejak dipekerjakannya detektif professional dapat menemukan jejak Berri. 

Karin merasa perlu menambahkan bonus dari pembayaran yang sudah disepakati sebagai tanda terima kasih tapi lagi-lagi Dani sudah mengambil alih masalah pembayaran! 

Karin mendesah sambil memikirkan kemungkinan ia bisa menerima Dani sebagai kekasihnya. Tapi nyata hatinya sama sekali tidak bergetar sama sekali. Karin merasa kesal. Mengapa ia tidak bisa dengan mudah mencintai Dani yang sudah begitu baik menjaga dan mendukungnya selama ini!? Karin tidak tahu lagi keinginan hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status